klik disini untuk dapatkan dollar secara gratis!

Wednesday 8 May 2013

Sang Penggerak Ilmu



Data buku

Biografi Ibnu Khaldun: Kehidupan dan Karya Bapak Sosiologi Dunia


Muhammad Abdullah Enan

Machnun Husein

Zaman, Jakarta, 2013

224 hlm 

IBNU KHALDUN, mahaguru dan penghimpum pelbagai pengetahuan. Ibnu Khaldun terus diingat, tercatat di lembaran sejarah peradaban di Timur dan Barat. Pengakuan dan penghormatan diberikan atas segala ikhtiar penulisan dan sebaran pelbagai pengetahuan, melintasi negara dan menapaki waktu ratusan tahun. 

Buku-buku ampuh terwariskan, menjadi rujukan sejarah, sosiologi, ekonomi, politik. Ibnu Khaldun telah mengajarkan gairah literasi, tampil sebagai intelektual mumpuni.

Buku-buku biografi tentang Ibnu Khaldun atau ulasan-ulasan untuk sekian buku telah dituliskan, beredar di Timur Tengah, Afrika, Eropa, Amerika, Asia. Arus sejarah keilmuan selalu menempatkan Ibnu Khaldun di urutan depan, sang pemula dalam perumusan pelbagai ilmu modern. Lakon Ibnu Khaldun bermula di Tunisia, 27 Mei 1332. Tokoh ini memiliki silsilah keluarga dari kalangan terhormat, pejabat dan intelektual. Ibnu Khaldun tumbuh dalam keluarga berliterasi, menggerakkan hidup dengan pergulatan intelektual.

Biografi Ibnu Khaldun selalu berurusan dengan kekuasaan. Sang mahaguru ini adalah manusia ambisius dalam ilmu dan jabatan. Pelbagai peran telah dijalankan selama mengabdi ke para penguasa. Poisisi sebagai penasihat, hakim, dosen dijadikan sebagai jenis pekerjaan untuk mendapatkan otoritas dan kehormatan. Situasi perebutan kekuasaan dan konflik politik di pelbagai negeri di Afrika Utara-Timur Tengah menempatkan Ibnu Khaldun dalam situasi pelik, bertendensi memilih merapat ke penguasa-penguasa resmi. Ambisi ini mengesankan ada hasrat politis berkaitan keinginan menekuni ilmu, mempersembahkan buku-buku fenomenal bagi laju peradaban modern. Ibnu Khaldun mengabdi ke sekian penguasa, berkelana ke pelbagai negara demi pengetahuan dan kehormatan.

Keterlibatan Ibnu Khaldun dalam konflik politik dan laku intelektual mengandung risiko, popularitas dan hukuman. Ibnu Khaldun pernah mengalami dipenjara selama dua tahun berdalih politik. Penghukuman ini memicu Ibnu Khaldun mencari keselamatan dan kebebasan, berpamrih agar masih bisa menekuni ilmu. Ibnu Khaldun memerlukan menulis puisi sepanjang 200 bait, berisi permintaan pengampunan dan belas kasihan. Puisi itu memang menjadi siasat mencari keselamatan. Ibnu Khaldun pun dibebaskan dari hukuman politik, melenggang terus ke jalan pengetahuan. Sejarah keintelektualan memang sering terkait dengan sejarah politik dan perlakuan penguasa terhadap kaum intelektual.

Kesibukan di dunia politik membuat Ibnu Khaldun jenuh. Pilihan untuk menjauh dari politik dialami selama dua tahun. Ikhtiar mencari ketenangan merangsang ambisi-ambisi keintelektualan. Ibnu Khaldun saat usia 45 tahun mulai rajin menulis risalah-risalah sejarah, menggarap tema-tema penting dalam pelbagai kajian pengetahuan. Keterpencilan dan kesepian justru meluapkan hasrat pengetahuan. 

Buku fenomenal, Muqaddimah, dipersembahkan pada penguasa, Sultan Abul Abbas (1382). Prosesi untuk memberikan buku itu diawali pembacaan puisi sepanjang 100 bait gubahan Ibnu Khaldun. Persembahan buku berkaitan nasib Ibnu Khaldun, bersinggungan dengan hasrat berpolitik. Ibnu Khaldun mengucap puisi: “Di sini dalam sejarah waktu dan bangsa-bangsa/ Terselip pelajaran-pelajaran dan nilai-nilai diikuti orang adil/ Aku meringkas semua buku tentang bangsa-bangsa kuno.” Di bait-bait lanjutan, Ibnu Khaldun sengaja menjadikan Muqaddimah sebagai persembahan bagi penguasa dan negara.

Kehidupan sebagai intelektual berlanjut di Mesir. Ibnu Khaldun hidup di Mesir selama 23 tahun. Agenda-agenda politik ditinggalkan, Ibnu Khaldun memilih menekuni urusan intelektualitas. Di Mesir, Ibnu Khaldun melakukan koreksi-koreksi Muqaddimah. Keberadaan sekian perpustakaan memberi rangsangan untul lacak referensi. Pekerjaan sebagai dosen dan hakim semakin membesarkan otoritas keintelektualan. Pemikiran-pemikiran dan buku telah mendahului sampai ke Mesir, sebelum Ibnu Khaldun tiba dan hidup di Mesir.

Episode-episode kehidupan Ibnu Khaldun melahirkan buku-buku ampuh. Muqaddimah adalah warisan terbesar, rujukan pengetahuan bagi kaum intelektual di Timur dan Barat, selama ratusan tahun. Kemonceran Ibnu Khaldun di Eropa bermula dari publikasi buku Blibliotheque Oerientale (1697) susunan D’Harbelot. Buku ini memuat biografi dan pemikiran Ibnu Khaldun. Di abad XIX, terjemahan Muqaddimah mulai beredar di Eropa dalam pelbagai bahasa. Ibnu Khaldun jadi rujukan pengetahuan di Eropa. Kalangan sarjana Eropa menemukan warisan intelektual memukau di buku-buku garapan Ibnu Khladun. Eropa seolah menemukan terang bermula dari ensiklopedia pemikiran Ibnu Khaldun, mahaguru dari Timur.

Muhammad Abdullah Enan menganggap kebesaran Ibnu Khaldun mendahului-melampaui popularitas Machiavelli. Perbandingan ini dimaksudkan untuk mengerti kadar pengaruh Ibnu Khaldun bagi Eropa, makna Machiavelli bagi dunia. Machiavelli, penulis buku Il Prince, muncul seabad sesudah Ibnu Khaldun. Dua pemikir besar ini memiliki konsentrasi dalam pemikiran politik. Dunia seolah berubah oleh sebaran pemikiran mereka, dunia bergerak dengan buku. Ibnu Khaldun adalah sang pemula, perintis keilmuan bagi dunia. Jejak juga dimiliki oleh Machiavelli meski terlambat seabad.

Penerjemahan Muqaddimah dan buku-buku tentang Ibnu Khaldun di Indonesia juga menjadi selebrasi literasi mengacu ke sejarah peradaban Islam. Pembacaan dan tafsiran atas pemikiran-pemikiran Ibnu Khaldun memang tak pernah usang, memikat sepanjang masa. Di abad XXI, kita adalah ahli waris dari kerja literasi Ibnu Khaldun. Kita memiliki hak untuk menafsirkan mozaik pemikiran Ibnu Khaldun sesuai situasi zaman. Begitu. n

Bandung Mawardi, Pengelola Jagat Abjad Solo

Sumber: Lampung Post, Minggu, 7 April 2013

Menjadi Guru Panutan Murid

SEORANG guru, sebagaimana dirumuskan negara dalam Pasal 10 Undang-Undang No. 14/2005 tentang Guru dan Dosen, haruslah memiliki kompetisi pedagogik, kepribadian, sosial, dan profesional.

Namun, dewasa ini perkembangan profesionalisme guru tampaknya mengarah pada hal lain. Sebagian dari mereka lebih banyak bergelut dengan persoalan teknis dan legal formal portofolio yang harus dikumpulkan untuk mendapatkan predikat ?profesional? melalui program sertifikasi guru.

Pada saat yang sama, pelatihan guru lebih banyak berkaitan dengan kemampuan pedagogik semata, seperti kompetensi untuk menyusun rencanan pengajaran, metode mengajar, dan mengevaluasi. Sedangkan kompetensi kepribadian dan sosial yang berkaitan erat dengan penanaman nilai-nilai hidup bagi siswa sangat sedikit dibahas.

Kondisi demikian rupanya membuat gelisah seorang guru Bahasa Indonesia bernama Sigit Setyawan sehingga dalam tesis S-2-nya sebagaimana yang tertuang dalam buku yang diberi judul Guruku Panutanku ini, penulis berusaha secara singkat mengingatkan serta menjelaskan peran guru dalam menanamkan nilai kepada siswa berdasarkan teori kognitif sosial Albert Bandura.

Guru sebagai model dalam konteks teori kognitif sosial dijelaskan dalam konsep modeling, siswa sebagai pihak yang mengamati dan terpengaruh dalam konteks ini dianggap sebagai human agency, dan proses terjadinya pengaruh itu telah dipolakan dalam proses pembelajaran observasional.

Teori kognitif sosial berangkat dari pembelajaran observasional. Manusia belajar dari interaksinya dengan manusia lain. Seorang anak akan belajar dari orang dewasa dengan cara mengamati tindakan orang dewasa. Dari pengamatan, seorang anak dapat membuat imitasi atas tindakan tersebut. Observasional biasanya dipakai untuk memostulatkan tendensi natural manusia untuk meniru apa yang dilakukan orang lain. (hlm. 11)

Hasil penelitian di IPEKA International Christian School Jakarta ini, Sigit Setyawan menyimpulkan peran guru dalam mendidik karakter siswa sangat penting. Keteladanan dalam sikap disiplin merupakan temuan paling kuat dalam hal ini.

Memberikan nasihat kepada siswa juga ternyata merupakan salah satu cara efektif dalam memengaruhi siswa. Namun, yang tak kalah penting adalah pendekatan individual dengan memahami kebutuhan tiap siswa sangat efektif mempengaruhi siswa dengan tipe pendiam atau pasif di kelas. (hlm. 71-85)

Berjam-jam waktu yang dihabiskan para siswa di kelas setiap harinya, menjadikan guru sosok model dalam kelas. Apa yang dilihat siswa kemudian diabstraksikan ke dalam pikiran mereka. Modeling merupakan salah satu hal paling kuat dalam mentransfer nilai-nilai, sikap, pola pikir, dan perilaku. Keteladanan adalah faktor utama dalam mendidik remaja, tanpa keteladanan, ajaran atau didikan akan dicemooh dan dianggap munafik oleh siswa.

Sayangnya, tidak sedikit guru cenderung tidak menyadari bahwa mereka memengaruhi siswa. Apa pun mata pelajaran yang diajar oleh seorang guru, nilai-nilai yang dihayati akan memancar dari diri guru.

Teladan yang buruk akan membuat siswa menangkap hal-hal yang buruk pula, demikian sebaliknya teladan yang baik akan membuat siswa menangkap nilai positif dari diri sang guru. (hlm. 127)

Sebagaimana dikatakan oleh Paul Suparno, S.J. dalam pengantarnya, kehadiran buku ini dapat memberikan inspirasi kepada pembaca dan pendidik cara membantu siswa mengembangkan nilai kehidupan. Selain itu, juga dapat menjadi inspirasi bagi para guru untuk sadar bahwa tugas mereka bukan hanya mengajarkan ilmu pengetahuan, melainkan juga menanamkan nilai kehidupan, termasuk nilai karakter, kepada siswa.

Dengan kata lain, tugas seorang guru bukan hanya masuk kelas dan menjejali para murid dengan teori-teori dengan tujuan sekadar mengejar target kurikulum, atau meng-install isi kepala mereka dengan transfer pengetahuan. Lebih dari itu, guru juga seharusnya menjadi sosok yang patut diteladani dan memberikan contoh positif kepada para muridnya. Mari menjadi guru panutan para murid.

Hilyatul Auliya, alumnus Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
Sumber: Lampung Post, Minggu, 21 April 2013