Oleh Arif Yudistira*)
Mangkunegara VI adalah salah satu dari sekian raja yang moncer hingga kini. Namanya sering disebut karena membawa kemajuan di berbagai bidang di Mangkunegaran. Ia memimpin Mangkunegaran selama 19 tahun 1 bulan 22 hari. Kepemimpinannya berakhir di tahun 1914 masehi ia meminta berhenti dari tampuk kekuasaan pemerintahannya. Lahir di bulan Maret 1857 tanggal 17 di Puro Mangkunegaran. Semenjak kecil dibekali pendidikan yang amat baik. Usia sepuluh tahun ia sekolah di ELS (Europe Lagere School) di Surakarta. Sebelum tamat ia dipindah ke Sekolah Pamongsiswo milik pemerintah Mangkunegaran sendiri. Ia juga belajar bahasa Belanda di rumah sambil lalu.
Selayaknya pangeran Jawa, ia juga dididik di luar sekolah tentang berbagai keterampilan seperti kesusasteraan dan kebudayaan Djawa, kehalusan budi, tata susila sampai perihal : kebatinan kawidjajan. Ingat cerita tentang Pangeran Mangkunegara VI ini saya jadi ingat temanku kuliah, ia juga konon mewarisi ilmu kebatinan kawidjajan ini. Hal ini juga dikarenakan ibu temanku itu adalah keturunan keraton. Barangkali karena ilmu semacam itu sudah akrab di lingkungan keraton dan bagian dari ciri kejawaan.
Sesuai dengan adat keraton, di usia 16 tahun, ia mulai mengikuti latihan menjadi perdjurit Legiun, dalam golongan infanteri. Hal ini juga diteliti oleh Ann Kumar di bukunya Legiun Mangkunegaran yang meneliti betapa perkasanya prajurit perempuan Jawa di Keraton Mangkunegaran. Sebelum menjadi raja, Mangkunegara VI seperti ditempa baik latihan fisik maupun non fisik. Baik pengalaman maupun melalui pembinaan keterampilan. Hingga kita bisa melirik hasil dari kepemimpinannya selama 19 tahun.
Karena diangkat di masa krisis, ia pun memilih strategi penghemtan anggaran. Semasa dia memimpin, ia memiliki karakter sebagai berikut : bertindak dan berbuat serba sederhana, pertjaja kepada keteguhan batin diri sendiri, menetapi djanji, lumuh lampah lelamisan artinya tak mau berpura-pura, tjermat, teratur dan memegang teguh garis-garis jang sudah ditentukan (h.19).
Salah satu yang dilakukan oleh Mangkunegara VI adalah memperluas pabrik gula Tasik madu dan Tjolomadu. Dalam hal pendidikan, ia berhasil membangun sekolah Pamongsiswa atau setingkat SD. Sekolah dikenal dengan nama HIS, serta anak-anak perempuan diberi nama Sisworini serta mengadakan kursus diwaktu sore.
Dari sisi tata susila, kita melihat ada aturan yang lebih ringan daripada sebelumnya. Misalnya menjederhanakan upatjara, mempertinggi deradjat rakjat dalam upatjara, mempertinggi deradjat rakjat dalam tataran jang sama, menghilangkan djongkok, mengurangi sembah, meniadakan duduk dibawah, dengan menyediakan bangku, dan kursi.
Selain bab-bab diatas kita disuguhi cerita keberhasilan Mangkunegaran. Perihal kebudayaan diantaranya adalah Mengintensifkan penanggalan, dan kesusasteraan jawa. Mengadakan kursus laku dodok dan perihal leladen (pelajanan). Dalam hal tatanan agama ; menggelar pelatihan kenaiban, menchitankan mengadakan tempat ibadah, menambah keretanya jenazah.
Dalam hal pertanian, Mangkunegara VI berhasil memajukan bercocok tanam, serta mengikhtiarkan meringankan beban rakyatnya, serta menyediakan bibit sapi dan kambing yang kemudian diberikan kepada rakyat.
Di masa kepemimpinan Mangkunegara VI tak hanya pertanian dan peternakan yang dimajukan, dalam bidang kebudayaan dan juga bidang-bidang lainnya pun berkembang maju. Mangkunegara VI juga memiliki watak rendah hati, yang rela untuk tak memakai gelar dan pakaian kebesaran saat keadaan memang tak memungkinkan memakai kendaraan dari kerajaan. Sehingga rakyat pun tak mengenali secara langsung Mangkunegara VI.
Raja Mangkunegara VI wafat pada tanggal 25 Juni 1928. Ia telah membawa Mangkunegara harum di tanah jawa maupun luar negeri. Di tahun 1898 tepatnya, Mangkunegara VI memperoleh penghargaan dari Puteri Wilheimina sebagai Ridder in de Orde van den Nederlanschen Leeuw, di tahun yang sama juga memperoleh ucapan terimakasih dari pemerintah Hindia Belanda dalam hal memegang keuangan, dan pengamatan-pengamatan oleh Penguasa Gupermen(h.17).
Itulah secuil riwayat Mangkunegara VI yang ditulis oleh R.M.S. Hadisoebroto.
Buku bersampul mahkota raja bergambar bunga dan padi memang cukup untuk merayu pembaca. Selain itu juga sesuai dengan isinya yang menggambarkan harumnya nama Mangkunegara VI dan identik dengan kemakmuran yang diciptakan oleh Mangkunegaran di masa itu.
*) Penulis adalah Tuan Rumah Pondok Filsafat Solo, Pengelola Doeniaboekoe.blogspot.com
Judul buku : Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Ario Mangkunagoro jang ke VI
Penulis : R.M.S. Hadisoebroto
Halaman : 36 halaman
Penerbit : Stensilan
Kisah Hidup Mangkunegara VI