Oleh Arif Saifudin Yudistira*)
Akhirnya lukisan itu membunuh pelukisnya sendiri dan
seorang model yang dilukis. Begitulah akhir dari kisah Dorian Gray(2015)
karya Oscar Wilde. Novel ini mengisahkan bagaimana Basil seniman yang melukis
Dorian Gray harus mati di tangan modelnya sendiri. Semula lukisan itu diminta
oleh Dorian Gray dan sang pelukis pun memberinya begitu saja, karena teramat
sangat memuja sosok Dorian Gray. Lukisan terbaik yang pernah dibuatnya ini pun
pada akhirnya menjadi biang masalah. Semula Dorian Gray memang hanya seorang
pemuda yang biasa saja, baik hati, dan begitu polos. Namun, semenjak
pergaulannya dengan teman Basil yakni Lord Henry, ia pun jadi berubah. Ia mulai
mengenali gaya orang kelas menengah, citra seni, dan juga urusan gaya hidup. Ia
begitu mengidolakan sosok Lord henry sebagai seorang yang cukup faham mengenai
gaya hidup kelas menengah dan kaum elite.
Sadar dengan kemampuan dan potensinya, Dorian Gray pun
tak ingin menyia-nyiakan masa mudanya dan ketampanannya. Ia pun menuruti
kata-kata Lord Henry yang menganggap bahwa ia adalah cerminan dari sosok
hedonisme baru. “Sebuah hedonisme model baru itulah yang diinginkan abad ini.
Kau ini mungkin adalah perlambangannya yang paling nyata. Dengan kepribadianmu
itu, tidak ada yang tidak mungkin kau lakukan. Dunia ini menjadi milikmu karena
suatu alasan”. Ia pun menjadi dikagumi di kalangan elit, datang dengan jamuan
dan pertemuan makan malam dengan para seniman dan orang-orang kelas atas. Ia
pun kemudian ditunjuk sebagai konsultan model dan pakaian, semua orang terpikat
dengan apa yang ia kenakan dari atas sampai bawah.
Pergaulannya dengan kalangan kelas atas semakin
membuatnya menjadi bintang, dan sosok yang dipuja. Ia pun terpikat dengan gadis
yang tampil di sebuah opera. Sybil namanya. Sybil ini semula dikagumi dan
dicintai oleh Dorian Gray, bahkan mereka hampir berencana menikah. Akan tetapi
setelah kedua temannya yakni Basil dan Lord Henry diajak menonton dramanya,
Dorian dengan seketika tak lagi memuja gadis itu karena menganggap aktingnya
begitu buruk menurut teman-temannya. Pada akhirnya gadis itu bunuh diri karena
ditolak cintanya oleh Dorian Gray. Mendengar berita bahwa gadis yang
dicintainya telah mati bunuh diri, Dorian Gray akhirnya seperti dikejar
perasaan cemas yang begitu dalam. Ia pun melampiaskan rasa cemasnya dengan
melihat lukisannya sendiri.
Saat melihat lukisan itulah, ia merasa ada yang
berubah dengan lukisan itu. Lukisan wajahnya pun menjadi berubah, seperti ada
kotoran yang melekat di lukisan itu. Singkat cerita ia pun akhirnya membunuh
pelukisnya sendiri Basil Halward. Basil akhirnya dibunuh setelah bercakap
ketika ia berencana mengunjungi pameran di Perancis. Setelah membaca buku (baca:
novel) yang dipinjamkan padanya dari Lord Henry, ia pun semakin berubah menjadi
semakin dingin. Ia tak lagi menyadari siapa dirinya, ia seperti menjadi pribadi
yang kejam tapi tak merasa berdosa seperti tokoh di novel yang ia baca. Ia
mencoba menghilangkan jejak pembunuhan yang dia lakukan dengan rapi. Tetapi ia
tak bisa menyembunyikan dosa-dosa dan kesalahannya dari publik saat ia
disadarkan oleh Lord Henry yang menanyakan banyak hal kejadian yang muncul di
koran-koran. Ia pun seperti dikejar dosa-dosa yang ia lakukan. Tragisnya,
Dorian Gray pun bunuh diri. Nasib model Dorian Gray yang semula dipuja dan
dikagumi pun akhirnya berakhir tragis.
Novel ini menggambarkan sisi moralitas dalam jiwa
manusia. Ada sisi buruk dan baik dalam jiwa manusia. Pertarungan inilah yang
kelak akan terus terjadi dalam kehidupan kita. Pada akhirnya, moralitas kita
tak bisa ditentukan oleh kita secara “individu” tetapi juga ditentukan oleh
masyarakat sosial atau lingkungan kita sebagaimana tokoh utama dalam novel ini.
Dorian Gray akhirnya harus menanggung nasib tragis dari efek pergaulan dan
selera masyarakat yang memuja tubuh, memuja luar, dan tanpa kita tahu, ada yang
rapuh, ada yang terluka di dalam jiwanya. Di dalam jiwa Dorian Gray menyimpan
luka yang teramat dalam, tentu luka Dorian Gray tak hanya lukanya secara
pribadi, tetapi juga luka masyarakat yang memuja kepada sesuatu yang luar,
sesuatu yang nampak. Pada sisi inilah, kritik novel ini begitu keras tentang
gaya dan sikap manusia modern di abad 19. Begitu.
*) Penulis
adalah Alumnus UMS, Pengelola doeniaboekoe.blogspot.com
*) Tulisan dimuat di SOLO POS
No comments:
Post a Comment