Oleh Arif Saifudin Yudistira*)
Saat ini, banyak gerakan Islam yang mencoba mengembalikan Islam
kepada preseden jaman Nabi dan Rasul
mulai marak. Gerakan ini menilai bahwa Islam yang ada saat ini sudah kehilangan
ruhnya, sudah rusak. Karena itulah, gerakan ini menilai bahwa apa yang mereka
bawa dengan panji-panji Islam puritan itulah yang diyakini kebenarannya.
Gerakan Islam puritan ini memiliki sifat keras, kaku dan intoleran. Mereka membawa dalil dan menafsirkan teks secara kaku
sebagai legitimasi untuk mengabsahkan dan membenarkan apa yang mereka lakukan.
Salah satu contoh gerakan Islam puritan ini yang nampak di eras sekarang adalah
ISIS (Islamic State of Iraq and Syria). Gerakan ini mencoba menggali kembali
nilai-nilai Islam yang meyakini adanya tanah yang diramalkan akan menjadi
tempat kejayaan Islam. Dari keyakinan itulah, mereka mencona mendirikan negara
yang diidentikkan dengan negara madinah ala nabi di masa itu. Dengan perekrutan
massif, dan melakukan perang, mereka mencoba mendirikan negara madinah ala nabi
dulu.
Perkembangan gerakan Islam puritan
saat ini mengalami berbagai modifikasi dan juga evolusi strategi yang lebih
terlihat lebih halus. Mereka membuat program dan jaringan yang kuat tak hanya
didukung oleh system ekonomi dan pendanaan yang kuat. Tetapi di sisi lain,
mereka menampakkan dengan wajah lembut dan politis untuk menggalang dukungan.
Maka tak heran, kita bisa melihat adanya gerakan Islam puritan ini terkadang
merupakan bentuk persaingan eksistensial. Khaled
Aboe El Fadl menyebut dalam buku ini bahwa di awal abad 20, gerakan puritan
ini mulai mencari dukungan dan bantuan mulai dari Amerika, untuk mempertahankan
eksistensi mereka dari rong-rongan
yang mencoba menggulingkan pemerintahan mereka (h.113).
Gerakan Islam puritan ini tak
sekadar membawa narasi teks sebagai dasar, tetapi secara sepihak menggugurkan
narasi atau perbandingan teks lain. Klaim kebenaran dari gerakan ini menuntut
semacam kesetiaan yang menganggap lawan atau golongan diluar mereka wajib
diberantas dan diperangi. Buku Sejarah
Wahabi&Salafi (2015) ini mengurai bagaimana sejarah gerakan Wahabi dan
Salafi yang semula berseberangan menjadi bergandengan untuk mempertahankan visi
mereka. Tetapi, pada perkembangan selanjutnya, gerakan salafi yang dibawa oleh
Muhammad Rashid Ridho dan Jamaluddin Al Afghani ini mengalami penyesuaian dan
modifikasi yang lentur. Sehingga gerakan purifikasi Islam ini membawa islam
yang lebih teduh dan menenteramkan. Gerakan salafi ini kemudian dibawa oleh
K.H.Ahmad Dahlan menjadi gerakan berbau social kemasyarakatan dan pendidikan.
Melalui perombakan dan evolusi pemikiran Ahmad Dahlan inilah, kita mengenali
islam puritan dengan model Muhammadiyah.
Tetapi berbeda dengan gerakan Islam
puritan yang tak mengenal kompromi dan mediasi. Gerakan Islam puritan ini
membawa satu model keyakinan bahwa Islam bisa lebih maju melalui negara
(teokrasi). Sistem teokrasi ini kemudian membawa singgungan dan konflik dan
terror yang seringkali mengusik eksistensi sebuah negara. Sebagai negara
pancasila, negeri ini punya keyakinan dan cara tersendiri dalam menanggapi
faham Islam puritan ini. Karena itulah, gerakan Islam puritan yang melawan
eksistensi negara dan mengobarkan faham teokrasi ini seringkali dinilai tidak
sesuai dengan visi kebangsaan kita.
Buku Sejarah Wahabi&Salafi (2015) ini juga menjelaskan bagaimana
ciri gerakan Islam puritan yang ditengarai berbahaya bagi persatuan dan
kesatuan kita. Menurut penulis, kaum puritan membesarkan peran teks dan
memperkecil peran aktif manusia yang menafsirkan teks keagamaan (h.98).Lebih
lanjut menurut kaum puritan ini, wawasan, estetika, dan pengalaman moral
manusia yang menafsir teks dinilai tidak relevan dan tidak berguna.
Dari ciri-ciri inilah kita bisa
memahami bahwa gerakan Islam puritan yang selama ini membawa nama islam tak
memahami peran islam sebagai rahmatan lil
ngalamiin (rahmat bagi seluruh alam). Selain itu, mereka juga tak menyadari
bahwa otoritas tafsir dan preseden-preseden
Islam ala nabi yang mereka bawa tanpa pemikiran yang jernih membuat persatuan
dan kesatuan umat justru semakin terpecah belah. Gerakan Islam puritan inilah
yang kini sedang menyusun kekuatan untuk membangkitkan semangat Islam yang anti
kritik. Mereka mengkampanyekan Islam dengan senjata dan perang, kini gerakan
mereka lebih halus dan lebih massif. Membaca buku ini, kita semakin mengerti,
bahwa pemahaman Islam yang tak menggunakan akal akan membuat kita semakin tak
memahami esensi Islam sebenarnya. Dari buku ini, kita semakin bisa mengerti
sejauh mana dan seperti apa jenis Islam puritan yang dianggap radikal yang kini
marak dan kerap melakukan perekrutan sampai ke negeri ini. Tentu agama Islam
bukanlah seperti yang digambarkan sebagaimana yang ada dalam pemahaman kaum
puritan yang memaksakan keyakinan dan melakukan kekerasan untuk menjalankan dan
memperjuangkan keyakinannya itu. Bukankah Islam kita adalah islam yang toleran,
membawa kedamaian dan tak memaksakan keyakinan kita dalam praktek keagamaan?.
*) Penulis adalah Pegiat Tadarus Buku
Bilik Literasi SOLO, Pengelola doeniaboekoe.blogspot.com
No comments:
Post a Comment