klik disini untuk dapatkan dollar secara gratis!

Sunday 23 August 2015

Belajar Dari Etos Penulis Dunia



Oleh Arif Saifudin Yudistira*)

         Menulis bukanlah pekerjaan  mudah. Menjadi penulis berarti siap untuk menjadi “telanjang”. Ia harus siap membuka pikirannya, membuka diri kepada publik, utamanya pembaca. Dari itulah, profesi sebagai seorang penulis dianggap sebagai pekerjaan yang siap berkonfrontasi, bergulat dan berdialektika dengan masyarakat. Di masyarakat tempat seorang penulis hidup dan tinggal itulah, penulis menyerap dan menuangkan kembali, menggugat, menyentil, atau malah sesekali berefleksi dan bersoliloqui. Penulis  memerlukan ketekunan dan disiplin. Disiplin disini tentu bukan sekadar rutinitas dalam berkarya, tetapi juga penghayatan dan pendalaman.
            Di buku Menggali Sumur Dengan Ujung Jarum (2015) ini kita akan menemukan betapa seorang penulis bisa dilihat dari betapa jeli dan detailnya ia berkisah seperti cerita yang ditulis oleh Gabriel Garcia Marquez yang berjudul Eva Dalam Tubuh Kucingnya. Di cerita ini, selain kita menemukan detail tokoh dan ilustrasi setting yang kuat, kita juga diajak penulis untuk berimajinasi setinggi mungkin. Dari judulnya saja terlihat sudah subversive. Atau kita bisa membaca cerpen berbau sejarah yang ditulis oleh Jorge Luis Borges yang berjudul Pencarian Averroes. Di cerpen ini, kita akan menemukan nuansa sejarah yang kental dengan masa lalu. Untuk menulis cerita pendek sekaliber mereka, tentu kita memerlukan disiplin dan latihan yang inten. Sebut saja Gabriel Garcia Marquez, sebagaimana dikisahkan dalam buku memoarnya yang berjudul Jalan Hidupku Sebagai Juru Kisah. Untuk menjadi penulis ia mesti berhadapan dengan kemiskinan, ia hidup menggelandang, dan rutin berbincang dan berdiskusi dengan teman-temannya. Dalam hidup yang ia jalani sebagai wartawan yang berbayar sedikit  itulah ia berusaha menulis cerpen. Semula memang cerpen-cerpennya tak banyak diminati koran, tetapi setelah melalui proses panjang, ia kini justru dikenal sebagai salah satu dari tokoh sastra dunia beraliran realis.
            Buku ini juga memuat pidato nobelis dunia. Melalui pidato ini, kita bisa mendengar kisah mereka yang tak selalu mulus dalam memperoleh penghargaan bergengsi tingkat dunia. Misal saja apa yang dialami oleh Naguib Mahfouz yang menuliskan Mesir dari sudut pandangnya. Ia menulis tentang Fir’aun bukan tentang keburukannya, tetapi tentang bagaimana Fir’aun sebenarnya pernah membuat aturan untuk menegakkan pelajaran tentang keadilan. Atau kisah seorang Orhan Pamuk yang membongkar-bongkar koper Ayahnya. Dari koper Ayahnya itulah, ia tak hanya menemukan banyak tulisan Ayahnya, tetapi juga menemukan jati dirinya sebagai seorang penulis.  
            Saya kira kita bisa belajar dari apa yang ditulis oleh Orhan Pamuk dalam pidatonya Koper Ayah Saya : Saya menulis karena ia adalah kebiasaan, gairah. Saya menulis karena takut dilupakan. Saya menulis karena saya menyukai kejayaan dan kesenangan yang diwedarkan tulisan (h.165).


*) Penulis adalah Guru MIM PK kartasura
 *) Tulisan dimuat di SOLO POS 23 Agustus 2015

1 comment: