Ibu adalah gua pertapaanku/dan ibulah yang meletakkan aku di sini/saat bunga kembang menyemerbak bau sayang/ibu menunjuk ke langit, kemundian ke bumi/aku mengangguk meskipun kurang mengerti(Zawawi Imran)
Bagaimana
Nabi Mohammad mengisahkan Ibunya?, saya masih tercenung, apakah Nabi pernah
bercerita tentang Ibu?. Meski kita tahu, bahwa kepopuleran seorang Ibu yang
diangkat derajatnya oleh Islam dengan hadist yang popular tentang Ibu sudah
sering kita dengar. Ibu seperti misteri tersendiri bagi seorang piatu. Ibu bagi
Mohammad tentu memiliki getaran-getaran kasih sayang yang cukup mendalam meski
tak begitu lama Mohammad mengalami ini. Saya belum terpuaskan, saya masih mencari,
mengapa nabi tak sering kita dengar mengisahkan tentang Ibunya, berkisah
tentang ibunya. Kisah tentang ibu memang tak ada habisnya, ia seperti air,
mengalir sepanjang abad. Orang boleh saja punya kesuksesan, pamer keberuntungan
dan semuanya, tapi bila ia melupakan ibu, maka runtuhlah semua prestise dan apa
yang ia dapat. Ibu seperti kerajaan yang berdiri kokoh, ia menghidupi
rakyatnya, melindungi dan akan sekuat tenaga mempertahankan bila kerajaan itu
diserang musuh. Seperti halnya kita sebagai anak, maka ibu pun demikian halnya.
Ia akan membela kita, paling mengerti keadaan kita. Ibu memenuhi janji tanpa
harus ditagih, ibu berjuang tanpa harus dilihat, ibu berdoa dengan segala daya
dan upaya, untuk anaknya. Kita memang perlu bertumpuk kisah dan pengisahan
tentang “ibu”. Agar riwayat kita menjadi manusia semakin tergenapi. Dari ibulah,
kita berawal mengenali dosa. Ibu pula yang mengajari kita untuk kembali kepada
jalan-Nya. Buku Emak (2010) adalah refleksi dan cerita tentang ibu. Ia ibarat
sebuah cermin untuk mengajak kita berkaca kepada cara ibu kita masing-masing
menanamkan ajaran moralitas dan segala pelajaran hidup kepada kita. Bagiku, ibu
justru terlalu banyak member, daripada menerima. Meski ibu(ku) hanya seorang
lulusan SMA, ia justru mengajarkan padaku makna belajar lebih dari yang aku
tahu. Ibu justru mengajari orang bisa bergaul, menempatkan diri dengan baik
dalam hidup ini. Ibu mengajariku kasih sayang kepada adik, kepada keluarga, ibu
sering menasehatiku tentang akhlak, keteladanan, kepemimpinan. Ibu yang
mengajariku membaca pertama kalinya, ia dengan sabar menuntunku untuk
menaklukkan “kata”. Kini ibu tahu, saat aku menulis, ibu tak mengerti, bahwa
kemampuanku adalah buah dari apa yang ia ajarkan. Bagiku, kisah Emak (2010) seperti penjelasan tambahan,
bahwa ibu kita memang manusia yang layak kita agungkan. Saya jadi teringat
betapa tradisi india begitu memuja seorang ibunda. Begitupun tradisi Islam, Kristen
pun demikian halnya, hingga ada sebutan “Bunda Maria”, dan agama-agama yang
lain tentunya. Perempuan nomer satu di dunia ini, seperti lautan,samudera,
disamping ia menenggelamkan, ia menenteramkan, mengajak kita hanyut ke
dalamnya, menyadari betapa luas pengaruhnya, kasih sayangnya, dan apa yang
sudah ia berikan, tanpa imbalan sedikitpun. Dalam urusan kata-kata, Ibu memilih
pertimbangan-pertimbangan yang matang sebelum mengucapkan. Kata-katanya seperti
sabda, ia membuat kita sadar, bahwa kehidupan yang kita jalani bersamanya
adalah kitab hidup yang tak lekang bila kita baca.
Buku
Emak(2010) garapan Daoed Joseoef adalah catatan sejarah
dari hubungan kasih sayang antara ibu dan anak. Ibu membawa sang anak
mengantarkan masa depannya ke dalam pintu kebahagiaan. Dari Emak(2010) kita diajari untuk tak boleh
mengesampingkan dan menganggap ibu sebagai seorang yang lemah atau ringkih.
Lebih dari itu, tanpa kasih sayangnya, kita justru menjadi manusia yang tiada
berdaya dan menanggung kutukan dari-Nya. Dari semenjak kita menetek itulah,
kita sebenarnya disadarkan bahwa kehidupan kita benar-benar tak lagi alami, tak
lagi semuanya murni. Ada darah , ada tangis dan tawa seorang ibu.
*) Penulis adalah peresensi buku tinggal di Sukoharjo
No comments:
Post a Comment