klik disini untuk dapatkan dollar secara gratis!

Tuesday 14 April 2015

Melawan Kapitalisme Perspektif Kebudayaan




Oleh Arif Saifudin Yudisira*)

          Sudah selama ribuan tahun, bahwa kebudayaan kita adalah kebudayaan yang luhur, adiluhung dan mumpuni. Tetapi selama ribuan tahun itu pula, kita seperti melupakan jejak-jejak sejarah dan kultural yang kita miliki. Kejayaan dan kedigdayaan nenek moyang kita hanya menjadi memori dan pelajaran sejarah tanpa kita tahu bagaimana mengembangkan dan mewujudkan kembali masa kejayaan yang sudah lewat puluhan tahun itu. Maka kita seperti sempoyongan, berjalan ngelantur  seolah tanpa fondasi kokoh. Sudah menjadi fakta sejarah, bahwa bangsa yang mau mengambil pelajaran dari sejarahnya akan menjadi bangsa yang jaya. Dari refleksi itulah, penulis sekaligus budayawan Radar Panca Dahana mencoba mengurai bagaimana nasib bangsa kita yang direnggut dan dirampok oleh budaya korupsi, budaya menipu dan kong-kalikong,yang kehilangan orientasi kemanusiaannya.
         RPD melalui buku Ekonomi Cukup(2015) menilai bahwa kerusakan dan kemerosotan sistem ekonomi kita adalah karena kita terlampau memuja sistem ekonomi daratan. Sistem ekonomi ini menurutnya membuat manusia tak pernah puas, rakus dan serakah terhadap apa saja. Melalui sistem ekonomi ini, terjadi kompromi dan kerjasama yang tak bisa dielakkan antara Trio “P”. Trio “P” inilah yang menurut Radar ikut memberikan fondasi kokoh terhadap sistem ekonomi yang berorientasi kepada kekayaan dan kemaslahatan pemodal dan para cukong saja. Menurut penulis, trio “pemeras” inilah yang membuat rakyat kita semakin sengsara (pengusaha-pemerintah-parlemen)(h.16).
          Penulis menilai bahwa kita sebenarnya memiliki kekuatan kultural dan daya hidup yang bertahan selama ribuan tahun. Budaya itu adalah budaya gotong-royong, budaya kejujuran yang dijunjung jauh sebelum munculnya kerajaan-kerajaan di negeri ini. Di nusantara inilah, dahulu pernah hidup sistem kebudayaan maritim. Kebudayaan yang tak berorientasi kepada perut semata, tetapi lebih kepada budaya yang memandang luas cakrawala, budaya yang tak berorientasi kepada hidup yang serakah dan mengeksploitasi alam. Tetapi sebaliknya hidup yang mencukupi dan dicukupi oleh alam.

Kapitalisme

          Buku ini memberikan kritik tajam mengenai betapa bergelimangan harta dan triliunan rupiah demokrasi kita selama ini. Ini tak hanya terlihat dalam urusan pemilu dan politik kita, tetapi lebih dari itu, kita selama ini ditipu dan dijadikan korban dalam segala kebijakan yang konon mengatasnamakan “rakyat”. Logika kapitalistik yang identik dengan capital dan keuntungan yang besar telah merambah kepada berbagai sector. Penulis menyoroti salah satu sector yang tidak masuk akal adalah sector jasa. Dalam buku ini dicontohkan betapa kita tak bisa menerima dengan akal sehat bagaimana kita ditarik iuran parkir yang semestinya menjadi tanggungjawab pemilik Mall, atau fasilitas public lainnya.
          Dari liberalisasi pada sector jasa itulah, kapitalisme juga merambah kepada sector energi yang berdampak besar kepada sector lainnya, misalnya masalah BBM (Bahan bakar minyak). Dampak dari liberalisasi ini langsung mengena kepada rakyat kecil. Sementara sistem ekonomi ilusif dan bersifat fluktuatif dimainkan melalui pasar modal. Pada sisi inilah, ekonomi kita benar-benar telah menyimpang dari cita-cita ekonomi founding fathers kita, yang pernah dirumuskan oleh Mohammad Hatta dahulu.

Alternatif

          Berbagai pemikiran dan kritik ekonomi kapitalisme sudah banyak dicetuskan mulai dari ekonomi pancasila yang dicetuskan oleh Prof. Mubyarto maupun Prof. Sarbini. Radar mencoba mengajak kita menelusuri jejak-jejak warisan kultural kita yang memiliki daya tahan dan daya saing khususnya dalam bidang ekonomi. Menurut penulis, kita memerlukan paradigma baru sebagai cara melawan kapitalisme ini. Menurut penulis, kita memerlukan bukan hanya CSR (Corporate Sosial Responsibility) yang hanya kamuflase dan legitimasi semata untuk menunjukkan bahwa ada kepedulian sosial dari lembaga-lembaga korporasi besar. Tetapi lebih dari itu, kita memerlukan Cultural Social Responsibility dimana setiap usaha materiil manusia harus mengindahkan, melaksanakan, tanggungjawab dan obligasi kebudayaannya (h. 193). Bukan sekadar kamuflase dan karikatif semata.
          Sistem ekonomi cukup ini bukan sistem ekonomi yang bermalas-malasan, tetapi sebaliknya sistem ekonomi yang dilandasi kerja keras dan etos kerja kultural. Yang tak hanya berorientasi kepada hidup serakah dan lebih, tetapi hidup yang makmur, sejahtera dan berkecukupan. Sistem ekonomi cukup inilah yang diyakini penulis sebagai bentuk dan strategi baru untuk melawan kapitalisme dari sisi budaya. Sebab sejatinya sifat-sifat dari kapitalisme berupa sikap rakus, korup dan destruktif ada dalam diri manusia. Melalui buku ini, RPD hendak menawarkan solusi dan alternative kebudayaan sebagai sebuah strategi untuk menaklukkan watak manusia yang destruktif, dan kembali kepada sisi-sisi manusia yang lebih beradab.


*) Pegiat Tadarus Buku Bilik Literasi Solo, Pengelola doeniaboekoe.blogspot.com
*)Tulisan termuat di koran jakarta 

No comments:

Post a Comment