Judul :
Ritual
Penulis : Han Gagas
Penerbit
: Gembring yogyakarta
Tahun : 2012
Tebal : 198 halaman
ISBN : 978 6021 948026
Harga : Rp.30.000,00
Jawa Yang kaya Cerita
Oleh
Arif saifudin yudistira*)
Kebudayaan jawa tetap menjadi kajian menarik mulai dari
epos, dongeng, hingga berbagai mitologi yang berkembang. Kisah heroic, kisah
cinta sampai pada kisah teladan ada di jawa. Jawa tiba-tiba berubah jadi jagad
cerita yang hidup dan menghidupi masyarakatnya. Jawa dalam kajian modern
menghasilkan buku KUASA RAMALAN dengan
kajian diponegoro yang diteliti selama tiga puluh tahun oleh Peter carey. Tak
hanya itu,beberapa penelitian pun merujuk pada satu kesimpulan besar bahwa jawa
adalah pusat peradaban dunia.
Sejak Geertz mengabarkan penelitiannya,bahwa jawa memiliki klasifikasi beragama dalam tiga bagian penting yakni santri abangan dan
priyayi. Dalam penelitian tersebut geertz tak hanya bercerita dan menuliskan
apa yang dialami masyarakat pada waktu itu, tapi juga terampil menelisik
berbagai khasanah dan budaya jawa. Mulai dari upacara-upacara ritual hingga
pada acara peribadatan dan syukuran. Masyarakat jawa memiliki tatanan yang
kental dengan aturan-aturan dan norma-norma yang tak boleh dilanggar,
keseimbangan alamlah yang akan terjadi bila ketentuan-ketentuan dan aturan itu
dilanggar. Belum ada kajian mendalam sedalam geertz yang mendefinisikan budaya
jawa hingga pada penulisan jenis-jenis hantu, kesurupan, hingga pada
kejanggalan-kejanggalan alam yang pada intinya akibat ulah manusia tak menjaga
keseimbangan mikrokosmos hingga makrokosmos. Orang jawa percaya dan sadar betul
bahwa nilai-nilai yang ditanamkan pada anak-anaknya perihal kebudayaan dan
keseimbangan alam kelak akan bermanfaat bagi manusia itu sendiri.
Cerita
Di
dalam cerita cerita pewayangan kita menemu epos mahabarata dan Ramayana, dalam
buku dan babad tanah jawa kita menemu cerita raja jawa dan berbagai kisahnya.
Di dalam serat centhini pun kita menemu tak hanya kesusasteraan dan referensi
yang apik terhadap kebudayaan jawa yang termaktub dalam seni tembang dan
sejarah masa lampau. Kini berbagai penelitian pun hadir dan berkembang tak
habis-habis menceritakan jawa. Kolonioalisme pun tak kalah ambil peran dalam mengisahkan
jawa. Dari buku-buku, hingga kita menemu javanologi yang ada di belanda kita
tak sadar bercerita tentang takjub pada manusia jawa dan kebudayaannya. Kisah itu pun hadir melalui bapak-ibu
kita melalui tembang-tembang, campur sari, dan juga mitologi yang sampai saat
ini masih tiada henti..
Kemudian
kesusasteraan modern mereproduksi kembali jawa dalam ingatan yang berbenturan
dengan modernitas, sejarah diri, biografi hingga pada pengalaman batin penulis
cerpen, novel, hingga pada puisi. Koran-koran hadir dalam menjembatani dan
medium antara penulis dan pembaca serta penikmat karya sastra. Jawa tak kering
hingga kini memasuki dunia modern. Jawa berubah, jawa merasuk dan menyatu
dengan kebudayaan modern. Hadirlah wayang suket, wayang kampong sebelah hingga
berbagai pertunjukan yang menampilkan cerita tak habis-habis.
Replika jawa
Han gagas dalam kumpulan
cerpennya RITUAL tak hanya pandai dalam berbagai pengemasan gaya bercerita,
tapi ia seperti menghindari memasuki dunia batin pengarang maupun dunia batin
tokoh-tokoh dalam cerpennya. Sebagaimana beni setia menuliskan dalam epilognya “Han gagas menceritakan tanpa mendramatisir
apa-apa yang terjadi terutama tanpa menuliskan apa yang dirasakan tokoh-tokoh
rekaan mengalami peristiwa itu”. Gaya ini tentu berbeda dengan gaya
cerpenis lain sebagaimana putu wijaya yang seringkali membuat kita ikut masuk
dalam apa yang dialami tokoh.
Gaya
penceritaan han gagas dalam kumcer RITUAL ini memiliki berbagai gaya salah
satunya gaya deskripsi yang pelan dan liris. Kita bisa menemu pada kisah “gemblak”,
bagaimana seorang bocah harus menjadi pelayan seorang warok, di “kabar
duka” kita menemu kisah penantian panjang seorang isteri yang menanti
suaminya dan seorang suami yang dikejutkan dengan isterinya yang mengira si
suami sudah mati akibat huru-hara revolusi. Kisah liris tapi mampu memberi
pencitraan cerita yang elok ada pada cerpen “redi kelud”, kisah bocah kecil
aneh dan memiliki sayap dihujat dan digunjing warganya, hingga sampai pada
keputusan akhir si bocah memotong sayapnya yang justru berujung banjir darah.
Dari mitologi hingga magisme
Kumpulan cerpen han gagas selain
kaya dengan replica dan deskripsi yang elok, ia kerap hadir dengan bumbu-bumbu
mitologi hingga magisme yang membawa pembaca masuk dalam alam magis yang ada
dalam penokohan. Kisah magisme yang diolah dari cerita- cerita itu hadir dalam
cerpen “ritual”, “antara rumah dan kebun”, “susuk kekebalan” hingga pada cerpen
“kawin ghaib”. Dalam cerpen-cerpen diatas, han tak hanya menjadikan mitologi
sebagai unsur bumbu, tapi terkadang dijadikan sebagai background cerita yang menambah
cerita ini jadi hidup.
Keseluruhan
cerpen dalam album kisah RITUAL ini seperti mengisahkan kembali bahwa jagad
jawa tetap tak luntur di makan usia. Meski ia memasuki ruang yang berbeda,
manusia berbeda. Sebab sebagaimana karakter jawa yang sinkretis dan memiliki
tatanan yang bisa memadu dan berpadu dengan budaya lain. Maka kumcer RITUAL ini
adalah album kisah sekaligus upaya menghidupkan jawa dan menunjukkan kembali
bahwa jawa yang kaya cerita hadir dan tak hilang hingga kini. Jika jawa lengkap
dengan lanskap dan citra luhur, maka kumpulan ini berfungsi mengisahkan kembali
dengan sebentuk kisah pula. Yang tak kering, dan layak untuk kita nikmati dan
kita serap nilainya.
*)
Peresensi Mahasiswa UMS , Presidium Kawah institute Indonesia
No comments:
Post a Comment