klik disini untuk dapatkan dollar secara gratis!

Tuesday 1 January 2013

Jawa Yang Kaya Cerita


Judul                          : Ritual
Penulis                      : Han Gagas
Penerbit                    : Gembring yogyakarta
Tahun                        : 2012
Tebal                         : 198 halaman
ISBN                           : 978 6021 948026
Harga                         : Rp.30.000,00

Jawa Yang kaya Cerita
Oleh Arif saifudin yudistira*)
           
Kebudayaan jawa tetap menjadi kajian menarik mulai dari epos, dongeng, hingga berbagai mitologi yang berkembang. Kisah heroic, kisah cinta sampai pada kisah teladan ada di jawa. Jawa tiba-tiba berubah jadi jagad cerita yang hidup dan menghidupi masyarakatnya. Jawa dalam kajian modern menghasilkan buku KUASA RAMALAN dengan kajian diponegoro yang diteliti selama tiga puluh tahun oleh Peter carey. Tak hanya itu,beberapa penelitian pun merujuk pada satu kesimpulan besar bahwa jawa adalah pusat peradaban dunia.
Sejak Geertz mengabarkan penelitiannya,bahwa  jawa memiliki klasifikasi beragama dalam  tiga bagian penting yakni santri abangan dan priyayi. Dalam penelitian tersebut geertz tak hanya bercerita dan menuliskan apa yang dialami masyarakat pada waktu itu, tapi juga terampil menelisik berbagai khasanah dan budaya jawa. Mulai dari upacara-upacara ritual hingga pada acara peribadatan dan syukuran. Masyarakat jawa memiliki tatanan yang kental dengan aturan-aturan dan norma-norma yang tak boleh dilanggar, keseimbangan alamlah yang akan terjadi bila ketentuan-ketentuan dan aturan itu dilanggar. Belum ada kajian mendalam sedalam geertz yang mendefinisikan budaya jawa hingga pada penulisan jenis-jenis hantu, kesurupan, hingga pada kejanggalan-kejanggalan alam yang pada intinya akibat ulah manusia tak menjaga keseimbangan mikrokosmos hingga makrokosmos. Orang jawa percaya dan sadar betul bahwa nilai-nilai yang ditanamkan pada anak-anaknya perihal kebudayaan dan keseimbangan alam kelak akan bermanfaat bagi manusia itu sendiri.

Cerita

            Di dalam cerita cerita pewayangan kita menemu epos mahabarata dan Ramayana, dalam buku dan babad tanah jawa kita menemu cerita raja jawa dan berbagai kisahnya. Di dalam serat centhini pun kita menemu tak hanya kesusasteraan dan referensi yang apik terhadap kebudayaan jawa yang termaktub dalam seni tembang dan sejarah masa lampau. Kini berbagai penelitian pun hadir dan berkembang tak habis-habis menceritakan jawa. Kolonioalisme pun tak kalah ambil peran dalam mengisahkan jawa. Dari buku-buku, hingga kita menemu javanologi yang ada di belanda kita tak sadar bercerita tentang takjub pada manusia jawa dan kebudayaannya.            Kisah itu pun hadir melalui bapak-ibu kita melalui tembang-tembang, campur sari, dan juga mitologi yang sampai saat ini masih tiada henti..
            Kemudian kesusasteraan modern mereproduksi kembali jawa dalam ingatan yang berbenturan dengan modernitas, sejarah diri, biografi hingga pada pengalaman batin penulis cerpen, novel, hingga pada puisi. Koran-koran hadir dalam menjembatani dan medium antara penulis dan pembaca serta penikmat karya sastra. Jawa tak kering hingga kini memasuki dunia modern. Jawa berubah, jawa merasuk dan menyatu dengan kebudayaan modern. Hadirlah wayang suket, wayang kampong sebelah hingga berbagai pertunjukan yang menampilkan cerita tak habis-habis.

Replika jawa

            Han gagas dalam kumpulan cerpennya RITUAL tak hanya pandai dalam berbagai pengemasan gaya bercerita, tapi ia seperti menghindari memasuki dunia batin pengarang maupun dunia batin tokoh-tokoh dalam cerpennya. Sebagaimana beni setia menuliskan dalam epilognya “Han gagas menceritakan tanpa mendramatisir apa-apa yang terjadi terutama tanpa menuliskan apa yang dirasakan tokoh-tokoh rekaan mengalami peristiwa itu”. Gaya ini tentu berbeda dengan gaya cerpenis lain sebagaimana putu wijaya yang seringkali membuat kita ikut masuk dalam apa yang dialami tokoh.
            Gaya penceritaan han gagas dalam kumcer RITUAL ini memiliki berbagai gaya salah satunya gaya deskripsi yang pelan dan liris. Kita bisa menemu pada kisah “gemblak”, bagaimana seorang bocah harus menjadi pelayan seorang warok, di “kabar duka” kita menemu kisah penantian panjang seorang isteri yang menanti suaminya dan seorang suami yang dikejutkan dengan isterinya yang mengira si suami sudah mati akibat huru-hara revolusi. Kisah liris tapi mampu memberi pencitraan cerita yang elok ada pada cerpen “redi kelud”, kisah bocah kecil aneh dan memiliki sayap dihujat dan digunjing warganya, hingga sampai pada keputusan akhir si bocah memotong sayapnya yang justru berujung banjir darah.
Dari mitologi hingga magisme
            Kumpulan cerpen han gagas selain kaya dengan replica dan deskripsi yang elok, ia kerap hadir dengan bumbu-bumbu mitologi hingga magisme yang membawa pembaca masuk dalam alam magis yang ada dalam penokohan. Kisah magisme yang diolah dari cerita- cerita itu hadir dalam cerpen “ritual”, “antara rumah dan kebun”, “susuk kekebalan” hingga pada cerpen “kawin ghaib”. Dalam cerpen-cerpen diatas, han tak hanya menjadikan mitologi sebagai unsur bumbu, tapi terkadang dijadikan sebagai background cerita yang menambah cerita ini jadi hidup.
            Keseluruhan cerpen dalam album kisah RITUAL ini seperti mengisahkan kembali bahwa jagad jawa tetap tak luntur di makan usia. Meski ia memasuki ruang yang berbeda, manusia berbeda. Sebab sebagaimana karakter jawa yang sinkretis dan memiliki tatanan yang bisa memadu dan berpadu dengan budaya lain. Maka kumcer RITUAL ini adalah album kisah sekaligus upaya menghidupkan jawa dan menunjukkan kembali bahwa jawa yang kaya cerita hadir dan tak hilang hingga kini. Jika jawa lengkap dengan lanskap dan citra luhur, maka kumpulan ini berfungsi mengisahkan kembali dengan sebentuk kisah pula. Yang tak kering, dan layak untuk kita nikmati dan kita serap nilainya.



*) Peresensi Mahasiswa UMS , Presidium Kawah institute Indonesia  



No comments:

Post a Comment