klik disini untuk dapatkan dollar secara gratis!

Tuesday 5 January 2016

Berita, Cerita, Kita






Oleh Arif Saifudin Yudistira*)

            Membaca cerita konon bisa dianggap lebih ringan daripada membaca berita. Orang sering beranggapan berita lebih serius, berkaitan dengan fakta dan aktualitas. Tetapi cerita bisa lain. Cerita memberi ruang bagi kita untuk berdiam sejenak, merenung, dan bermeditasi walau sejenak. Tetapi, dunia jurnalisme memberi kemungkinan lain, memberikan ruang bertemu antara berita dan cerita. Apa yang kita kenal sebagai jurnalisme sastrawi memberi ruang pertemuan antara berita dan cerita. Catatan Linda Chirstanty yang diberi judul seekor burung kecil biru di Naha mempertemukan antara dunia berita dan dunia cerita. Masa lalu dan masa depan, yang aktual dan yang lampau seolah bertaut jadi satu jadi sebuah liputan yang kian menarik. Linda mengolah berita tak sekadar pengungkapan kebenaran dan liputan yang actual. Linda mengajak tokoh-tokoh dalam peristiwa dalam berita ikut diberi ruang berbicara mengenai segala hal. Kebetulan di buku ini Linda mencoba menarik benang merah liputannya menjadi tiga hal penting yakni : konflik, tragedy, dan rekonsiliasi. Dari tema itu, Linda tak lupa mencoba menarik garis simpul antara liputannya dengan pengalaman biografisnya. Dari kisah tentang Ayahnya, keluarganya sampai kepada peristiwa di tanah kelahirannya (Aceh).
            Melalui jurnalisme sastrawi, berita tak sekadar menjadi sebuah kisah yang hanya berumur satu sampai lima menit. Tetapi bisa berumur panjang dan tetap menarik dibaca sampai kapanpun. Tak hanya persoalan bahasa yang bermain, judul dan cara bertutur mengisahkan berita jadi sesuatu yang bernilai menjadi salah satu keunggulan dari reportase jurnalisme sastrawi. Melalui liputan-liputan dalam buku ini, kita bisa mengerti bahwa Linda tak mencoba memisahkan jarak antara pembaca dengan apa yang dikisahkannya. Pembaca diajak untuk memasuki latar tempat, bahkan emosi sang tokoh yang dituturkan melalui wawancara dengan sumber berita. Hal itulah yang membuat liputan ini tak sekadar liputan, tetapi ada intimitas dan emosionalitas. Simak saja liputan yang berjudul Berdamai Dari Bawah. Pada liputan ini Linda menyoroti bagaimana proses dan sejarah panjang perjuangan perdamaian yang terjadi di Aceh semenjak era Soeharto sampai sekarang. Kita tahu, perang dan konflik tak bisa disembuhkan begitu saja dalam waktu yang singkat. Karena itulah, para anak muda di Aceh sadar akan konsekuensi itu, dengan membangun museum HAM pertama di Asia tenggara. Melalui sumber berita Linda menuliskan pendapat para anak muda ini yang ingin perdamaian. Tetapi juga dengan dibangunnya museum, orangtua dan semua generasi muda semakin mengerti bahwa perang begitu kejam dan keji. Bahkan tak jarang merenggut korban dari keluarga kita sendiri.
            Membaca buku Seekor Burung Kecil Biru di Naha (2015) kita seolah seperti mendengarkan dan menyimak cerita Linda. Linda mengisahkan orang-orang dengan segala lika-likunya, menyoroti dari sudut paling dalam, menyentuhnya dan mengajak orang-orang itu bersuara. Di dalam buku ini, Linda berperan ganda sekaligus sebagai seorang Wartawan sekaligus Sastrawan. Bahasa Linda begitu memikat, menyentuh dan menyentil. Ia tak hanya bertutur tentang peristiwa perang dan konflik, ada kegetiran yang dikisahkan dari kesepian seorang nenek dan orang-orang jompo, ada kesepian dan keterkucilan seorang waria, sampai pada cerita dan kehidupan perempuan di Jepang yang memilih karier.
           Berita jadi tak sekadar peristiwa di tangan Linda, ia bisa menjadi sebuah kisah yang mengesankan, menyentuh dan membuat kita merenungi makna kejadian-kejadian di sekitar kita. Peristiwa jadi bahan untuk kita insafi, bukan sebagai sesuatu yang berlalu dan menghilang. Tetapi sebagai kisah dan pelajaran bagi nurani dan kemanusiaan kita. Dari berita yang disuguhkan Linda, kita bisa memetik pelajaran berharga dari segala peristiwa di berbagai belahan dunia. Ketidakadilan yang mengatasnamakan suku, ras, agama, maupun ideology akan membuat kita menjadi manusia yang nista. Begitu.

*) Penulis adalah Peresensi Buku, tinggal di kartasura, Sukoharjo

No comments:

Post a Comment