klik disini untuk dapatkan dollar secara gratis!

Tuesday 19 August 2014

Antara Cinta, Dosa



“Terkadang, melalui dosa kita juga bisa menemukan kesadaran tentang makna ‘cinta’ sebagaimana yang dialami oleh Cecile—tokoh dalam novel ini”

 
Apa jadinya ketika cinta hanya sekadar ‘sederet sensasi independen satu sama lain’, tak ada moralitas disana, tak ada tata krama, dan segala sesuatunya?. Kehidupan itulah yang dialami oleh Cecile, gadis tujuh belas tahun. Muda belia dan begitu menggairahkan ibarat mawar yang baru memunculkan kelopak-kelopak indahnya. Cecile tumbuh dalam didikan Ayahnya-Raymond-yang memiliki selera terhadap kehidupan yang bebas dan sedikit bohemian. Raymond tertarik pada Elsa, yang sesuai dengan selera Bohemiannya, Elsa tampak sebagai seorang perempuan penggoda dan penghibur. Kehidupan mereka semula berlangsung aman, dan damai, merasa wajar dan biasa menghadapi dunia dan keseharian mereka. Jarak usia Raymond dengan anaknya membuat si gadis Cecile memikirkan bagaimana kebahagiaan Ayahnya bisa terwujud. Dan ketika sosok  perempuan cerdas, penuh standar dan kelihaian dalam soal gaya dan estetika datang, semua kehidupan mereka berubah. Kehidupan Cecile yang kekanak-kanakan dan dengan gaya percintaan yang liar pelan-pelan pun harus melengok pada pemikiran Anne. Anne diam-diam mempengaruhi pemikiran Cecile, percintaannya dengan Ciryl,yang liar, wajar dan hampir berlebihan seketika mendapatkan sentuhan dan sengatan dari kata-kata Anne. Ketika Anne memergokinya bercinta di pantai, ia harus memikirkan kata-kata Anne, lebih-lebih Ayahnya bersamanya. Anne pelan-pelan mengubah dan mengusir ketertarikan Ayahnya pada Elsa perempuan penghibur itu. Tapi bagaimanapun kisah cinta memiliki jalan ceritanya sendiri. Pada akhirnya, kisah cinta seorang gadis yang labil ini memilih untuk merdeka. Cecile memilih kemerdekaan itu, ia memilih menjalankan dosa dan keputusannya sendiri. Sebagai perempuan 17 tahun, yang masih belum banyak tahu dunia mode, tata krama, dan standar pergaulan. Ia kemudian dikenalkan Anne oleh berbagai kehidupan prancis dan semua yang berurusan dengan gaya dan bagaimana perempuan cerdas bersikap dari urusan tata krama, gaya dan juga urusan busana. Anne mengajaknya memikirkan kehidupan Ayahnya yang sudah uzur, mereka bercakap soal masa depan. Tapi Cecile seolah tak peduli, ia masih memilih jalannya sendiri.Keputusan-keputusan itulah yang pada akhirnya menuntunnya pada jalan yang membuatnya terbelit masalahnya sendiri. Upaya mengusir Anne dari kehidupannya dan juga Ayahnya akhirnya justru membuatnya menyesal. Kehidupan gadis 17 tahun ini pun berubah, ia mesti memikirkan satu kebahagiaan, kebahagiaan Ayahnya. Meski demikian, ia tak bisa menutupi penyesalannya yang mendalam saat ditinggal Anne untuk selama-lamanya. Anne sudah menancapkan dan memberikan kebahagiaan bersama apa yang telah ia alami selama ini. Karya Francoise Sagan(1935-2004), novelis Perancis yang ditulis di kala usianya 18 tahun itu jujstru melambungkan namanya karena berbicara urusan seksualitas remaja yang berani. Hingga di akhir usianya, 24 september 2004 dalam usia 69 tahun, presiden Prancis Jacques Chirac memujinya : “Perancis kehilangan salah satu penulis paling cemerlang dan paling peka terhadap sosok terkemuka dalam kehidupan sastra kita”.

Semula saya membayangkan adegan seksualitas yang substil dan menggairahkan, tapi pada akhirnya adegan seksualitas di novel ini begitu santun, dan menggigit. Tapi setidaknya novel ini memberikan pesan yang tak remeh temeh. Urusan cinta bukan urusan seksualitas dan pemenuhan nafsu liar kebinatangan semata sebagaimana yang ditunjukkan Cecile yang berusia belia dalam novel ini. Ia juga bukan urusan yang terkadang kaku, resmi, namun sedikit canggung dan penuh pertimbangan sebagaimana yang selama ini dipraktekkan Anne. Urusan percintaan sering melampaui keduanya. Urusan cinta adalah urusan kebahagiaan, sebagaimana Cecile pada akhirnya tak mencintai Cyril dan mengakuinya sebagai –teman tidur—

Sebutan ‘teman tidur’ ini mungkin bagi kita, dan dunia remaja sekarang tak begitu asing. Novel ini mencoba mengajak kita mengerti bahwa persoalan cinta dan dunianya begitu kompleks dan tak sesederhana dengan urusan tidur semata. Mungkin, ini adalah gambaran ringkas dari ucapan Oscar Wilde tentang dosa dan modernitas : Dosa adalah satu-satunya nuansa cemerlang yang tersisa di tengah dunia modern”— Oscar Wilde. Oscar Wilde benar, tapi urusan cinta justru seringkali melampaui urusan dan perkara dosa dan rasa bersalah. Penyesalannya seringkali berkepanjangan dan membuat kita tua sebelum waktunya, membuat kita terpaksa mengakui bahwa seringkali kita harus merasa perih, tersiksa dan merasa tak berdaya dengan perasaan-perasaan ‘cinta’. Dan ditengah keremajaannya yang tumbuh, Cecile pada akhirnya mengerti, cinta begitu membekas dan menyentuh teramat dalam, hingga saat-saat kehilangan Anne, ia merasa telah memiliki kenangan dan semua yang ada bersamanya meski Anne sendiri telah entah berada dimana. Novel Lara Kusappa(1954) ini memang patut dicatat sebagai novel dan bacaan penting untuk kita semua, tak hanya bagi para gadis remaja belia, tetapi juga bagi semua orang. Setidaknya gambaran tentang urusan percintaan begitu tipis bedanya dengan dosa. Terkadang, melalui dosa kita juga bisa menemukan kesadaran tentang makna ‘cinta’ sebagaimana yang dialami oleh Cecile—tokoh dalam novel ini.  


kontrakan Priyadi , 20/8/14


No comments:

Post a Comment