Judul buku : Penghancuran PKI
Penulis : Olle
tornquist
Penerbit : Komunitas
bambu
Tahun : oktober,
2011
Tebal :
383halaman
Harga : Rp.95.000,00
ISBN :
979-3731-25-7
Kegagalan PKI dan pembunuhan Massal
Oleh arif saifudin yudistira*)
PKI memang tidak bisa
kita lupakan dalam sejarah kenegaraan kita. Sebab disamping menyimpan berbagai
kenangan kelam, tapi juga menyimpan misteri yang belum bisa kita pecahkan
hingga kini.Tragedi 65 yang pernah mencoreng negeri ini tetap mendekam di
memori banyak orang baik peneliti, sejarawan, hingga masyarakat kita yang
mengalami trauma yang mendalam. Di awal berdirinya, tahun 1920-an PKI memang
didirikan dengan pengaruh sneevliet yang memimpin pergerakan sosialis demokrat
di belanda. Atas pengaruhnya beberapa tokoh sarekat islam pun ikut dalam PKI
seperti semaun, tan malaka, darsono, dan alimin. Tokoh-tokoh tersebut akhirnya
memisahkan dari sarekat islam, dengan membentuk sarekat merah.
Dalam waktu yang sangat
singkat, PKI memperoleh basis massa yang cukup banyak karena sesuai dengan
impian rakyat yang merindukan ratu adil yang bisa membebaskan rakyat dari
kesengsaraan dan ketertindasan. Maka dari itu, PKI dianggap sebagai organisasi
yang bisa membawa ke jalan perubahan tersebut. Di tahun 1926, PKI mencoba
melakukan pemberontakan di madiun. Di tahun ini,PKI mengalami kegagalan pula
dalam melakukan strategi berikutnya setelah mengalami kegagalan dalam melakukan
pemberontakan tersebut. Banyak yang tidak sepakat sebenarnya akan pemberontakan
tersebut yang menilai massa aksi belum siap dalam melakukan putch. Salah
satunya tan malaka.
Paska pemberontakan,
PKI mengalami pasang surut dalam pergerakannya, ia mesti berhadapan dengan
berbagai tudingan, fitnah, hingga pemimpinya sering di penjara dan diasingkan.
Akan tetapi, PKI tetap saja memiliki basis massa yang masih setia di beberapa
daerah. Setelah menyadari, kontak senjata tak cocok buat indonesia, dibawah
kepemimpinan aidit, PKI memimpin pergerakannya kembali dengan cara
berkolaborasi dengan borjuasi nasional dan dibawah kepemimpinan
sukarno.Kepemimpinan aidit merujuk pada gagasan musso bahwa seluruh orang
komunis harus melakukan kegiatan di dalam partai dan menciptakan profilnya
sendiri. Melalui BTI, gerwani, SOBSI gerakan pemuda rakyat PKI menjadi
organisasi partai terbesar di indonesia. Ia mengklaim beranggotakan delapan
juta orang di tahun 60-an. Di tahun ini pula PKI mulai gencar menekan sukarno
untuk menetapkan undang-undang pokok agraria, setelah UU pokok agraria di
tetapkan PKI terlibat konflik dengan masyarakat bawah yang tidak mau menerapkan
UU ini, mereka dinilai pro kapitalis.
Buku
Olle tornquist memberikan penjelasan dengan gamblang mengapa PKI, partai yang
memiliki anggota jutaan bisa ditumpas habis dalam seketika. Menurut Olle tornquist,
masalaha utama bukan hanya pada Aidit yang kekanak-kanakan terhadap sukarno,
tapi juga persoalan strategi yang tak mampu lagi menghadapi kapital primitif
serta penyisihan surplus paska kolonial.Selain persoalan strategi yang
berkiblat pada moskow, PKI juga mengalami kesalahan analisis mengenai sukarno
yang digadang-gadang mendukungnya.
Saat
itulah, PKI mengalami kemunduran, dan jalan ini digunakan oleh angkatan darat
untuk melenggangkan kekuasaannya. Buku ini mengupas lima pokok persoalan
mengapa PKI gagal : pertama, PKI gagal dalam membaca siapa borjuasi nasional
dan makhluk aneh lainnya. Kedua, PKI gagal menganalisa tuan-tuan baru anti
imperialisme. Ketiga, PKI tak mampu menghadapi jalan buntu demokrasi yang
menjadi cita-cita gerakan-gerakan lain, karena PKI menempuh diktatur
proletariat. Keempat, persoalan kegagalan dan ketergesaan dalam memobilisasi
petani. Kelima, PKI gagal menganalisa siapa proletariat(kaum buruh) yang
sebenarnya dan menganalisa sebab-sebab kegagalannya.
Kelima
alasan ini, dianalisis olle tornquist dengan lugas, bahwa tak hanya persoalan
strategi, tapi PKI gagal memprediksi tokoh kunci yang selama ini dipercayainya
yakni sukarno yang ia lebih mementingkan pada citra dan persoalan
kepemimpinannya sendiri. Sukarno paska demokrasi terpimpin memang menggunakan
PKI dan juga angkatan darat dibawah kepemimpinannya untuk mendukung demokrasi
terpimpinnya. Sukarno pun berusaha menjaga keseimbangan diantara keduanya.
Meskipun di tahun 60-an PKI memanfaatkan kepemimpinan dan isu reforma agraria
sebagai landasan bergeraknya dan gesekan masyarakat bawah.
Yang
menarik dari paparan olle tornquist adalah analisanya mengenai marxis yang
dianggap tak mampu lagi menjelaskan persoalan kapitalisme di indonesia. Ia
mengatakan : “marxisme dewasa ini tak
punya kemampuan melakukan analisis atau menjelaskan pertumbuhan kapitalisme di
sebuah negara seperti indonesia,tanpa menafikkan ciri-ciri militer imperialisme
atau kenyataan”patrimonialisme”. Lebih lanjut ia mengatakan tidak ada
komparador neokolonial,”kapitalis birokrat” maupun borjuasi nasional. Sedangkan
PKI terjebak pada arus pengertian tadi.
Dari
sebab itulah, PKI dengan mudah bisa dihancurkan meski dengan jutaan massa, PKI
di akhir massanya tak mampu lagi melawan dominasi kekuasaan yang dijalankan angkatan
darat melalui kepemimpinan suharto yang disebut oleh john rossa menggunakan
kudeta merangkak. Lewat stigmatisasi dan kampanye penculikan dan pembunuhan
jenderal dan gerwani yang diisukan memutilasi para jenderal. Akhirnya PKI
berhasil ditumpas dan sejak itulah pembunuhan massal berlangsung dengan
cepatnya. Bahkan di dukung oleh mahasiswa pada waktu itu. Alhasil,
melengganglah orde baru dengan berbagai strategi pembangunannya.
*) Penulis adalah mahasiswa UMS, bergiat di bilik literasi solo,
mengelola kawah institute indonesia
*)Resensi termuat di koranopini.com pada 28 februari 2012
No comments:
Post a Comment