klik disini untuk dapatkan dollar secara gratis!

Tuesday 25 December 2012

Kegagalan PKI Dan Pembunuhan Massal


Judul buku                                : Penghancuran PKI
Penulis                              : Olle tornquist
Penerbit                                      : Komunitas bambu
Tahun                                 : oktober, 2011
Tebal                                : 383halaman
Harga                                   : Rp.95.000,00
ISBN                                        : 979-3731-25-7

   

Kegagalan PKI dan pembunuhan Massal

Oleh arif saifudin yudistira*)

PKI memang tidak bisa kita lupakan dalam sejarah kenegaraan kita. Sebab disamping menyimpan berbagai kenangan kelam, tapi juga menyimpan misteri yang belum bisa kita pecahkan hingga kini.Tragedi 65 yang pernah mencoreng negeri ini tetap mendekam di memori banyak orang baik peneliti, sejarawan, hingga masyarakat kita yang mengalami trauma yang mendalam. Di awal berdirinya, tahun 1920-an PKI memang didirikan dengan pengaruh sneevliet yang memimpin pergerakan sosialis demokrat di belanda. Atas pengaruhnya beberapa tokoh sarekat islam pun ikut dalam PKI seperti semaun, tan malaka, darsono, dan alimin. Tokoh-tokoh tersebut akhirnya memisahkan dari sarekat islam, dengan membentuk sarekat merah.

Dalam waktu yang sangat singkat, PKI memperoleh basis massa yang cukup banyak karena sesuai dengan impian rakyat yang merindukan ratu adil yang bisa membebaskan rakyat dari kesengsaraan dan ketertindasan. Maka dari itu, PKI dianggap sebagai organisasi yang bisa membawa ke jalan perubahan tersebut. Di tahun 1926, PKI mencoba melakukan pemberontakan di madiun. Di tahun ini,PKI mengalami kegagalan pula dalam melakukan strategi berikutnya setelah mengalami kegagalan dalam melakukan pemberontakan tersebut. Banyak yang tidak sepakat sebenarnya akan pemberontakan tersebut yang menilai massa aksi belum siap dalam melakukan putch. Salah satunya tan malaka.

Paska pemberontakan, PKI mengalami pasang surut dalam pergerakannya, ia mesti berhadapan dengan berbagai tudingan, fitnah, hingga pemimpinya sering di penjara dan diasingkan. Akan tetapi, PKI tetap saja memiliki basis massa yang masih setia di beberapa daerah. Setelah menyadari, kontak senjata tak cocok buat indonesia, dibawah kepemimpinan aidit, PKI memimpin pergerakannya kembali dengan cara berkolaborasi dengan borjuasi nasional dan dibawah kepemimpinan sukarno.Kepemimpinan aidit merujuk pada gagasan musso bahwa seluruh orang komunis harus melakukan kegiatan di dalam partai dan menciptakan profilnya sendiri. Melalui BTI, gerwani, SOBSI gerakan pemuda rakyat PKI menjadi organisasi partai terbesar di indonesia. Ia mengklaim beranggotakan delapan juta orang di tahun 60-an. Di tahun ini pula PKI mulai gencar menekan sukarno untuk menetapkan undang-undang pokok agraria, setelah UU pokok agraria di tetapkan PKI terlibat konflik dengan masyarakat bawah yang tidak mau menerapkan UU ini, mereka dinilai pro kapitalis.

            Buku Olle tornquist memberikan penjelasan dengan gamblang mengapa PKI, partai yang memiliki anggota jutaan bisa ditumpas habis dalam seketika. Menurut Olle tornquist, masalaha utama bukan hanya pada Aidit yang kekanak-kanakan terhadap sukarno, tapi juga persoalan strategi yang tak mampu lagi menghadapi kapital primitif serta penyisihan surplus paska kolonial.Selain persoalan strategi yang berkiblat pada moskow, PKI juga mengalami kesalahan analisis mengenai sukarno yang digadang-gadang mendukungnya.

            Saat itulah, PKI mengalami kemunduran, dan jalan ini digunakan oleh angkatan darat untuk melenggangkan kekuasaannya. Buku ini mengupas lima pokok persoalan mengapa PKI gagal : pertama, PKI gagal dalam membaca siapa borjuasi nasional dan makhluk aneh lainnya. Kedua, PKI gagal menganalisa tuan-tuan baru anti imperialisme. Ketiga, PKI tak mampu menghadapi jalan buntu demokrasi yang menjadi cita-cita gerakan-gerakan lain, karena PKI menempuh diktatur proletariat. Keempat, persoalan kegagalan dan ketergesaan dalam memobilisasi petani. Kelima, PKI gagal menganalisa siapa proletariat(kaum buruh) yang sebenarnya dan menganalisa sebab-sebab kegagalannya.

            Kelima alasan ini, dianalisis olle tornquist dengan lugas, bahwa tak hanya persoalan strategi, tapi PKI gagal memprediksi tokoh kunci yang selama ini dipercayainya yakni sukarno yang ia lebih mementingkan pada citra dan persoalan kepemimpinannya sendiri. Sukarno paska demokrasi terpimpin memang menggunakan PKI dan juga angkatan darat dibawah kepemimpinannya untuk mendukung demokrasi terpimpinnya. Sukarno pun berusaha menjaga keseimbangan diantara keduanya. Meskipun di tahun 60-an PKI memanfaatkan kepemimpinan dan isu reforma agraria sebagai landasan bergeraknya dan gesekan masyarakat bawah.

            Yang menarik dari paparan olle tornquist adalah analisanya mengenai marxis yang dianggap tak mampu lagi menjelaskan persoalan kapitalisme di indonesia. Ia mengatakan : “marxisme dewasa ini tak punya kemampuan melakukan analisis atau menjelaskan pertumbuhan kapitalisme di sebuah negara seperti indonesia,tanpa menafikkan ciri-ciri militer imperialisme atau kenyataan”patrimonialisme”. Lebih lanjut ia mengatakan tidak ada komparador neokolonial,”kapitalis birokrat” maupun borjuasi nasional. Sedangkan PKI terjebak pada arus pengertian tadi.

            Dari sebab itulah, PKI dengan mudah bisa dihancurkan meski dengan jutaan massa, PKI di akhir massanya tak mampu lagi melawan dominasi kekuasaan yang dijalankan angkatan darat melalui kepemimpinan suharto yang disebut oleh john rossa menggunakan kudeta merangkak. Lewat stigmatisasi dan kampanye penculikan dan pembunuhan jenderal dan gerwani yang diisukan memutilasi para jenderal. Akhirnya PKI berhasil ditumpas dan sejak itulah pembunuhan massal berlangsung dengan cepatnya. Bahkan di dukung oleh mahasiswa pada waktu itu. Alhasil, melengganglah orde baru dengan berbagai strategi pembangunannya.



*) Penulis adalah mahasiswa UMS, bergiat di bilik literasi solo, mengelola kawah institute indonesia

*)Resensi termuat di koranopini.com pada 28 februari 2012



No comments:

Post a Comment