klik disini untuk dapatkan dollar secara gratis!

Monday 27 October 2014

Anak dan Permusuhan



Bila guru dan orangtua tak memiliki pengetahuan dan sebab mereka memiliki perasaan (dorongan) ke arah permusuhan akan mengakibatkan anak menjadi salah urus. Salah urus ini bisa mengakibatkan anak lebih menyalurkan emosionalitas dan perasaan permusuhan dengan hal-hal yang buruk seperti perkelahian, dan bila emosinya tidak terluapkan, mereka justru mengalami perasaan dendam yang tak baik buat anak-anak kita ke depan. Buku ini memudahkan kita untuk lebih memahami rasa permusuhan pada anak-anak kita dan cara mengatasinya



Oleh Arif saifudin yudistira*)

            Membaca buku lawas selalu membuat saya terpukau. Keterpukauan ini bukan hanya karena saya menemukan banyak hal baru, lebih dari itu, saya menemukan keterkejutan pada sebuah bahasa. Saya takjub pada ejaan lawas, missal saja kata permusuhan, kalau dalam ejaan sekarang mungkin kita akan mengatakan “konflik”, “pertengkaran”, tapi kata permusuhan lebih menarik dan membuat saya takjub. Permusuhan dalam dunia anak ternyata disebabkan oleh pelbagai hal. Setelah membaca buku  Sibylle Escalona (1954) yang berjudul Memahami Permusuhan Pada Anak,kita akan menemukan bahwa tingkat emosionalitas anak justru bermula dari bayi. Karena bayi tidak puas dengan keadaan di sekitarnya, mereka akan mengeluarkan emosi mereka sehingga mereka marah, dan menimbulkan sikap tidak suka (permusuhan) pada orang lain. Anak bayi mengekspresikan ini dengan mimik dan wajah cemberut, dan menangis. Permusuhan dimaknai oleh penulis sebagai “segala perasaan dan dorongan2 yang berisi unsur untuk merusak dan maksud djahat terhadap orang lain”. Sebagai orangtua, kita tak harus membalas emosi, perasan tidak suka dan marah anak dengan kemarahan pula. Tugas kita sebagaimana yang dianjurkan penulis dalam buku ini tak lain adalah dengan ‘menerima perasaan permusuhan sebagai bagian jang sewadjarnja dari kehidupan emosionil anak, dan membantunja beladjar mengendalikan dorongan2 permusuhan’. Tidak mudah bagi orangtua dalam melakukan hal ini, kebanyakan orangtua kita merasa sayang dan perhatian kepada anak-anak kita berlebihan. Kata “berlebihan” identik dengan pelarangan, kemarahan (mengingatkan) tingkah polah anak, hingga membuat anak justru menangis lebih kencang. Kekerasan pada anak justru mengakibatkan anak menjadi tertekan. Anak-anak meski masih kecil, ia memiliki perasaan cukup mengerti, menangkap apa yang ada di lingkungan sekitar mereka. Mereka menerima kondisi dan ajaran moralitas dari lingkungan keluarganya. Mereka mengenali apa yang baik dan buruk bagi dirinya dari keluarga. Penulis buku ini memiliki kemampuan dan pengamatan cukup luas tentang dunia anak sampai pada taraf bayi. Menurut penulis, ada beberapa hal penting yang perlu diperhatikan dalam tingkah laku anak. Bayi, pada mulanya tak mengerti mengapa amarah mereka tak dapat dibenarkan dan tak beralasan, orangtua tak boleh marah kepada bayi terhadap respon yang menurut orangtua mereka tak berkesesuaian, kita patut memberikan respon yang positif (baik)untuk menghindari sikap permusuhan, dan yang terakhir adalah mengalihkan tangis dan permusuhan pada bayi dengan mengalihkan perhatian mereka.
            Seringkali pertumbuhan anak pada tahun-tahun awal menimbulkan permasalahan dan sikap tak sabar pada orangtua. Orangtua kadang ingin anaknya cepat sesuai dengan keinginan orangtuanya, misalnya ingin cepat bisa jalan dan berbicara. Dan ingin anaknya tenang dan tak rewel. Anak-anak pada tahun-tahun awalnya, bisa menimbulkan permusuhan pada oranglain karena beberapa hal diantaranya ; pertama, perasaan ingin tahu, ‘anak-anka berusia satu- lima tahun mempunyai minat jang terus menerus untuk berdjalan, berlari, memandjat, melompat, mengangkat, mendorong, menarik dan setiap aktivitet lainnja jang mengetest atau mengembangkan kesanggupan djasmaniah mereka’. Selain itu, mereka juga melakukan pengamatan lebih cepat dari pengertian, selain itu, anak-anak pra-sekolah mengalami emosi-emosi dengan lebih terang dan dengan intensitet yang lebih mendalam daripada anak-anak yang lebih tua dan orang dewasa. Khayalan (imajinasi) juga memainkan peranan penting dalam jiwa anak untuk mendorong rasa permusuhan. Permusuhan bisa jadi berawal dari imajinasi mereka, maka kita tak heran melihat anak-anak berperilaku seperti pahlawan mereka di dalam televise. Mereka melakukan perang-perangan, tembak-tembakan seperti tentara, dan lain sebagainya.
            Buku ini menawarkan resep mujarab agar anak-anak tak mengalami permusuhan. Agar mereka tak mengembangkan sikap permusuhan dan perkelahian, mereka bisa dialihkan dengan aktivitet atletik dan permainan. Melalui ini, rasa emosi mereka bisa tersalurkan dengan baik. Selain itu, melalui regu (kelompok) mereka bisa memainkan peluapan dari rasa kesepian, kesendirian dan perasaan diperhatikan. Buku juga menjadi rujukan dan pengalihan penting bagi anak-anak untuk meluapkan rasa emosionalitas mereka. Menurut Sibylle Escalona, penulis buku ini, “segala sumber-sumber itu memberikan pelepasan bagi perasaan-perasaan permusuhan dengan memberikan kesempatan kepada anak-anak  untuk turut serta dalam perdjuangan jang baik dalam chalajannja, dimana kemenangan telah terdjamin bagi pihak mereka, jaitu pihak jang benar”. Hal-hal yang menyebabkan perasaan permusuhan juga terjadi pada kaum dewasa (adolensi). Bila guru dan orangtua tak memiliki pengetahuan dan sebab mereka memiliki perasaan (dorongan) ke arah permusuhan akan mengakibatkan anak menjadi salah urus. Salah urus ini bisa mengakibatkan anak lebih menyalurkan emosionalitas dan perasaan permusuhan dengan hal-hal yang buruk seperti perkelahian, dan bila emosinya tidak terluapkan, mereka justru mengalami perasaan dendam yang tak baik buat anak-anak kita ke depan. Buku ini memudahkan kita untuk lebih memahami rasa permusuhan pada anak-anak kita dan cara mengatasinya.



 

No comments:

Post a Comment