Oleh Arif saifudin yudistira*)
Membaca buku lawas selalu membuat
saya terpukau. Keterpukauan ini bukan hanya karena saya menemukan banyak hal
baru, lebih dari itu, saya menemukan keterkejutan pada sebuah bahasa. Saya takjub
pada ejaan lawas, missal saja kata permusuhan, kalau dalam ejaan sekarang
mungkin kita akan mengatakan “konflik”, “pertengkaran”, tapi kata permusuhan
lebih menarik dan membuat saya takjub. Permusuhan dalam dunia anak ternyata
disebabkan oleh pelbagai hal. Setelah membaca buku Sibylle
Escalona (1954) yang berjudul Memahami
Permusuhan Pada Anak,kita akan menemukan bahwa tingkat emosionalitas anak
justru bermula dari bayi. Karena bayi tidak puas dengan keadaan di sekitarnya,
mereka akan mengeluarkan emosi mereka sehingga mereka marah, dan menimbulkan
sikap tidak suka (permusuhan) pada orang lain. Anak bayi mengekspresikan ini
dengan mimik dan wajah cemberut, dan menangis. Permusuhan dimaknai oleh penulis
sebagai “segala perasaan dan dorongan2 yang berisi unsur untuk merusak dan
maksud djahat terhadap orang lain”. Sebagai orangtua, kita tak harus membalas
emosi, perasan tidak suka dan marah anak dengan kemarahan pula. Tugas kita
sebagaimana yang dianjurkan penulis dalam buku ini tak lain adalah dengan ‘menerima perasaan permusuhan sebagai bagian
jang sewadjarnja dari kehidupan emosionil anak, dan membantunja beladjar
mengendalikan dorongan2 permusuhan’. Tidak mudah bagi orangtua dalam
melakukan hal ini, kebanyakan orangtua kita merasa sayang dan perhatian kepada
anak-anak kita berlebihan. Kata “berlebihan” identik dengan pelarangan,
kemarahan (mengingatkan) tingkah polah anak, hingga membuat anak justru menangis
lebih kencang. Kekerasan pada anak justru mengakibatkan anak menjadi tertekan. Anak-anak
meski masih kecil, ia memiliki perasaan cukup mengerti, menangkap apa yang ada
di lingkungan sekitar mereka. Mereka menerima kondisi dan ajaran moralitas dari
lingkungan keluarganya. Mereka mengenali apa yang baik dan buruk bagi dirinya
dari keluarga. Penulis buku ini memiliki kemampuan dan pengamatan cukup luas
tentang dunia anak sampai pada taraf bayi. Menurut penulis, ada beberapa hal
penting yang perlu diperhatikan dalam tingkah laku anak. Bayi, pada mulanya tak
mengerti mengapa amarah mereka tak dapat dibenarkan dan tak beralasan, orangtua
tak boleh marah kepada bayi terhadap respon yang menurut orangtua mereka tak
berkesesuaian, kita patut memberikan respon yang positif (baik)untuk
menghindari sikap permusuhan, dan yang terakhir adalah mengalihkan tangis dan
permusuhan pada bayi dengan mengalihkan perhatian mereka.
Seringkali pertumbuhan anak pada
tahun-tahun awal menimbulkan permasalahan dan sikap tak sabar pada orangtua. Orangtua
kadang ingin anaknya cepat sesuai dengan keinginan orangtuanya, misalnya ingin
cepat bisa jalan dan berbicara. Dan ingin anaknya tenang dan tak rewel. Anak-anak
pada tahun-tahun awalnya, bisa menimbulkan permusuhan pada oranglain karena
beberapa hal diantaranya ; pertama, perasaan ingin tahu, ‘anak-anka berusia
satu- lima tahun mempunyai minat jang terus menerus untuk berdjalan, berlari,
memandjat, melompat, mengangkat, mendorong, menarik dan setiap aktivitet
lainnja jang mengetest atau mengembangkan kesanggupan djasmaniah mereka’. Selain
itu, mereka juga melakukan pengamatan lebih cepat dari pengertian, selain itu,
anak-anak pra-sekolah mengalami emosi-emosi dengan lebih terang dan dengan
intensitet yang lebih mendalam daripada anak-anak yang lebih tua dan orang
dewasa. Khayalan (imajinasi) juga memainkan peranan penting dalam jiwa anak
untuk mendorong rasa permusuhan. Permusuhan bisa jadi berawal dari imajinasi
mereka, maka kita tak heran melihat anak-anak berperilaku seperti pahlawan
mereka di dalam televise. Mereka melakukan perang-perangan, tembak-tembakan
seperti tentara, dan lain sebagainya.
Buku ini menawarkan resep mujarab agar anak-anak
tak mengalami permusuhan. Agar mereka tak mengembangkan sikap permusuhan dan
perkelahian, mereka bisa dialihkan dengan aktivitet atletik dan permainan. Melalui
ini, rasa emosi mereka bisa tersalurkan dengan baik. Selain itu, melalui regu
(kelompok) mereka bisa memainkan peluapan dari rasa kesepian, kesendirian dan
perasaan diperhatikan. Buku juga menjadi rujukan dan pengalihan penting bagi
anak-anak untuk meluapkan rasa emosionalitas mereka. Menurut Sibylle Escalona, penulis buku ini, “segala
sumber-sumber itu memberikan pelepasan bagi perasaan-perasaan permusuhan dengan
memberikan kesempatan kepada anak-anak
untuk turut serta dalam perdjuangan jang baik dalam chalajannja, dimana
kemenangan telah terdjamin bagi pihak mereka, jaitu pihak jang benar”. Hal-hal
yang menyebabkan perasaan permusuhan juga terjadi pada kaum dewasa (adolensi). Bila
guru dan orangtua tak memiliki pengetahuan dan sebab mereka memiliki perasaan
(dorongan) ke arah permusuhan akan mengakibatkan anak menjadi salah urus. Salah
urus ini bisa mengakibatkan anak lebih menyalurkan emosionalitas dan perasaan
permusuhan dengan hal-hal yang buruk seperti perkelahian, dan bila emosinya
tidak terluapkan, mereka justru mengalami perasaan dendam yang tak baik buat
anak-anak kita ke depan. Buku ini memudahkan kita untuk lebih memahami rasa
permusuhan pada anak-anak kita dan cara mengatasinya.
No comments:
Post a Comment