Psikologi individu dan pendidikan saling bertaut, mengerti keduanya adalah penting bagi seorang pendidik untuk mengerti masalah anak dan cara menyelesaikannya.
Oleh Arif Saifudin Yudistira*)
Kegemaranku mengoleksi
buku lawas ternyata bertuah berkah. Setelah menerbitkan kumpulan esai bertajuk
Mendidik Anak-anak Berbahaya (2014) aku berniat membuat buku lebih luas
bertema anak dan pendidikan. Pasalnya, aku merasa belum banyak guru yang
menuliskan tentang anaknya melalui kaca mata sebagai pengamat maupun pelaku. Barangkali
kelak buku yang rencananya akan akutulis ini bisa menjadi sekadar salah satu
buku yang mengurusi anak. Aku berlagak menyaingi Kak Seto. Sebab selama ini
rujukan tokoh dan pakar mengenai anak merujuk pada Komnas anak dan kak seto. Sayang aku belum mendengar karya ketua
Komnas Anak, hanya saja kalau karya Kak seto saya pernah membacanya dan
mendapatkan CD-nya. Itupun di obralan buku, kalau saya beli di toko bukunya
langsung barangkali bisa lebih mahal. Setidaknya saya mengetahui inti dan
maksud kak seto,selain Cd-nya yang bergaya berceramah dan memaparkan teori
Multiple Intellegence, kak Seto juga menjelaskan pelbagai potensi anak yang
bisa dikembangkan. Ia mengambil teori Howard gardner tentang kecerdasan jamak. Setidaknya
Kak Seto belum mengurusi intimitas anak dengan buku, buku dengan sekolah dan
tema literasi di dunia pendidikan anak.
Betapa beruntungnya saya waktu itu di
hari rabu, saya lupa tanggalnya bulannya bulan oktober. Di awal bulan, rabu di
hari saya adalah hari bebas. Saya mengatakan kepada teman saya Danang prasetya
kalau “orang bebas memiliki hari bebas”. Dan hari rabu itulah hari bebas saya,
saya biasa melakoni dengan belanja buku dan ngobrol bersama ibu-ibu dan
bapak-bapak di Gladag. Di waktu pagi yang cerah itulah, saat anak-anak saya
yang lain sedang melakukan senam otak di halaman sekolah, saya justru mencari
buku. Hari itu kugunakan dengan sebaik-baiknya. Biasanya saya keluar sekolah
jam 7 pagi. Pagi itu entis, alias bapak yang jualan buku di Gladag Book Store
senang sekali melihat wajah saya yang sumringah. Saya pelan-pelan mengumpulkan
buku yang saya suka. Tak terasa sudah puluhan buku yang saya pegang. Ada ilmu
mendidik anak, untuk guru di sekolah rendah, ada buku kumcer Poppy Hutagalung,
ada kumcer Gerson Poyk, kumcer itu berbau kristiani, penerbit nya GPK, karena
kebodohan saya dank arena uang saya tak cukup buku itu saya sisihkan. Saya dapat
buku apa itu CIA, psikologi pribadi, terbitan Sekolah tagore, terbit di medan. Wah….senang
sekali. Dan buku pendidikan pribadi karya
Dr. fritz Kunkel dan Ruth Kunkel(1964). Pada bagian pertama buku ini, saya
menemukan tulisan Dr. Fritz Kunkel yang mengupas mengenai pentingnya Individual
Psichology. Disana dikupas bagaimana kemudian anak perlu mengenali sebuah
persekutuan (persahabatan) dalam istilah sekarang kecerdasan interpersonal
(sosialisasi). Saya punya teman di semarang yang mengajar anak ABK di SMP. Ia bercerita
bahwa muridnya mengalami trauma pada kata “social” sebab pada waktu SD ia
dibuli dan dibenci teman-temannya. Trauma itu begitu mendalam, bagi anak
seperti dia, tentu sebuah persekutuan bisa menjadi sangat susah. Dibahas pula
bahwa perasaan rendah diri memiliki factor penting dan berpengaruh pada anak. Dr.
Fritz Kunkel menekankan pentingnya tujuan pribadi. “pengalaman apa yang dialami
seseorang dalam hidupnja, bergantung pada tudjuan jang ditjita-tjitakan
pribadinja” (h.12). Kunkel pun menilai bahwa yang menentukan keberhasilan
setiap orangdalam hidup adalah keberanian.
Keberanian ini menentukan keberhasilan dan factor utama untuk berhasil
dalam hidup.
Kunkel juga
menjelaskan bahwa psikologi pribadi berpengaruh pada proses kehidupan anak di
masa selanjutnya. Kunkel menuliskan : “dimana sadja anak jang hidup
terus-menerus dibawah tekanan, dan tidak ada orang-orang dewasa jang menjatakan
kepadanja bagaimana orang dapat madju biarpun ada tekanan, tentu akan terdjadi
perasaan rendah-diri”(h.21). karena itulah, anak-anak yang dididik dengan
kasar, keras dan dengan hukuman fisik selama masa anak-anaknya, ketika dewasa
cenderung melimpahkan ini kepada anak-anaknya ketika ia sudah dewasa atau sudah
menjadi orangtua. Dimasa anak-anak pun, mereka membutuhkan eksistensi,
pengakuan, menurut Frtz, pengakuan itu tak hanya dari orangtuanya, tetapi juga
dari orang-orang disekitarnya, dari lingkungan keluarganya. Bila seorang adik
tak mendapatkan perhatian dari orangtuanya, maka inipun berakibat kepada
perasaan rendah diri pada anak tersebut. Hubungan persekutuan atau ikatan dan
persahabatan ini penting dalam kehidupan social anak (manusia secara umum)
dalam kehidupan ini. “Semakin baik manusia itu mengerti tentang
peristiwa-peristiwa hidup satu sama lain, semakin berani dia memasuki hidup dan
semakin sadar dia,bahwa ada suatu ikatan jang menghubungkan umat manusia”(h.43).
Buku dari dua
penulis ini memang mencoba menghubungkan dan menarik benang merah antara
hubungan individual psikologi dengan pendidikan anak. Seperti pada kalimat
pendek dari Dr. Fritz : “bagaimana mengusahakan anak-anak agar mendjadi
manusia, jang perasaannja paling halus dan sama sekali tidak lekas tersinggung.Itu adalah tugas pendidikan. Dan jika
hal ini gagal, soalnja adalah bagaimana mengusahakan orang jang lekas
tersinggung perasaannja itu mendjadi halus perasaannja kembali. Itu adalah
tugas ilmu pengobatan sakit djiwa, tugas psychoterapi”. Pada titik inilah,
hubungan psikologi pribadi dengan pendidikan menjadi penting. Kita akan menemui
uraian dari penulis kedua yakni Dr. Ruth Kunkel yang mengulas urusan
pendidikan. Ruth Kunkel menjelaskan mengenai istilah apa itu pendidikan dengan bahasa yang
sangat sederhana :” dalam anak dipersiapkan kemungkinan untuk member djawaban
atas pertanjaan hidup. Dengan perkataan lain memperteguh keberanian anak, agar
dalam dirinja, karena selalu bersentuh dengan hidup, dapat tumbuh sifat –sifat jang
dapat memungkinkan dia senantiasa menjesuaikan diri , madju bersama dengan
hidup,dengan demikian tidak sadja pasif, melainkan aktif ikut mentjipta dalam
lapangan kebudajaan” (h. 64). Ruth Kunkel menjelaskan bahwa campur tangan
orang-orang disekitar anak akan berpengaruh kepada perkembangan anak di masa
selanjutnya. “tiap tjampur tangan seseorang jang berkuasa dalam suatu keadaan tertentu
mungkin akan mendatangkan gangguan atau hambatan bagi anak itu,jang dalam
persentuhan dengan dunia –luar materi harus merebut kepastian atas hidup, harus
mengembangkan pantja inderanja dan harus beladjar mempergunakannja untuk dapat mengenali
lingkungannja senantiasa lebih baik”. Ruth Kunkel di bagian akhir buku ini
menjelaskan bagaimana menangani anak yang manja dan agresif. Ruth Kunkel
mengamati bahwa penanganan anak yang manja yang berlebihan justru tidak
menolong mereka, tapi membuat mereka semakin pasif. Sedang dalam menanangani
anak agresif, cara penanganannya adalah dengan memberi perhatian, dan
memulihkan kepercayaan dirinya, diapresiasi oleh teman-temannya pula. Dengan begitu,
anak itu akan menemukan kembali dirinya dan menemukan kembali perasaan
kepercayaan dirinya. Ruth Kunkel juga menjelaskan bahwa pendidik mesti
mengetahui ilmu individual-psychology agar bisa mengerti dan menangani masalah
anak dalam dunia pendidikan kita. Psikologi individu dan pendidikan saling
bertaut, mengerti keduanya adalah penting bagi seorang pendidik untuk mengerti
masalah anak dan cara menyelesaikannya.
No comments:
Post a Comment