klik disini untuk dapatkan dollar secara gratis!

Wednesday 22 October 2014

Pendidikan dan Psikologi Anak




Psikologi individu dan pendidikan saling bertaut, mengerti keduanya adalah penting bagi seorang pendidik untuk mengerti masalah anak dan cara menyelesaikannya. 



Oleh Arif Saifudin Yudistira*)

            Kegemaranku mengoleksi buku lawas ternyata bertuah berkah. Setelah menerbitkan kumpulan esai bertajuk Mendidik  Anak-anak Berbahaya (2014) aku berniat membuat buku lebih luas bertema anak dan pendidikan. Pasalnya, aku merasa belum banyak guru yang menuliskan tentang anaknya melalui kaca mata sebagai pengamat maupun pelaku. Barangkali kelak buku yang rencananya akan akutulis ini bisa menjadi sekadar salah satu buku yang mengurusi anak. Aku berlagak menyaingi Kak Seto. Sebab selama ini rujukan tokoh dan pakar mengenai anak merujuk pada Komnas anak dan kak  seto. Sayang aku belum mendengar karya ketua Komnas Anak, hanya saja kalau karya Kak seto saya pernah membacanya dan mendapatkan CD-nya. Itupun di obralan buku, kalau saya beli di toko bukunya langsung barangkali bisa lebih mahal. Setidaknya saya mengetahui inti dan maksud kak seto,selain Cd-nya yang bergaya berceramah dan memaparkan teori Multiple Intellegence, kak Seto juga menjelaskan pelbagai potensi anak yang bisa dikembangkan. Ia mengambil teori Howard gardner tentang kecerdasan jamak. Setidaknya Kak Seto belum mengurusi intimitas anak dengan buku, buku dengan sekolah dan tema literasi di dunia pendidikan anak.
          Betapa beruntungnya saya waktu itu di hari rabu, saya lupa tanggalnya bulannya bulan oktober. Di awal bulan, rabu di hari saya adalah hari bebas. Saya mengatakan kepada teman saya Danang prasetya kalau “orang bebas memiliki hari bebas”. Dan hari rabu itulah hari bebas saya, saya biasa melakoni dengan belanja buku dan ngobrol bersama ibu-ibu dan bapak-bapak di Gladag. Di waktu pagi yang cerah itulah, saat anak-anak saya yang lain sedang melakukan senam otak di halaman sekolah, saya justru mencari buku. Hari itu kugunakan dengan sebaik-baiknya. Biasanya saya keluar sekolah jam 7 pagi. Pagi itu entis, alias bapak yang jualan buku di Gladag Book Store senang sekali melihat wajah saya yang sumringah. Saya pelan-pelan mengumpulkan buku yang saya suka. Tak terasa sudah puluhan buku yang saya pegang. Ada ilmu mendidik anak, untuk guru di sekolah rendah, ada buku kumcer Poppy Hutagalung, ada kumcer Gerson Poyk, kumcer itu berbau kristiani, penerbit nya GPK, karena kebodohan saya dank arena uang saya tak cukup buku itu saya sisihkan. Saya dapat buku apa itu CIA, psikologi pribadi, terbitan Sekolah tagore, terbit di medan. Wah….senang sekali. Dan buku pendidikan pribadi karya Dr. fritz Kunkel dan Ruth Kunkel(1964). Pada bagian pertama buku ini, saya menemukan tulisan Dr. Fritz Kunkel yang mengupas mengenai pentingnya Individual Psichology. Disana dikupas bagaimana kemudian anak perlu mengenali sebuah persekutuan (persahabatan) dalam istilah sekarang kecerdasan interpersonal (sosialisasi). Saya punya teman di semarang yang mengajar anak ABK di SMP. Ia bercerita bahwa muridnya mengalami trauma pada kata “social” sebab pada waktu SD ia dibuli dan dibenci teman-temannya. Trauma itu begitu mendalam, bagi anak seperti dia, tentu sebuah persekutuan bisa menjadi sangat susah. Dibahas pula bahwa perasaan rendah diri memiliki factor penting dan berpengaruh pada anak. Dr. Fritz Kunkel menekankan pentingnya tujuan pribadi. “pengalaman apa yang dialami seseorang dalam hidupnja, bergantung pada tudjuan jang ditjita-tjitakan pribadinja” (h.12). Kunkel pun menilai bahwa yang menentukan keberhasilan setiap orangdalam hidup adalah keberanian. Keberanian ini menentukan keberhasilan dan factor utama untuk berhasil dalam hidup.
Kunkel juga menjelaskan bahwa psikologi pribadi berpengaruh pada proses kehidupan anak di masa selanjutnya. Kunkel menuliskan : “dimana sadja anak jang hidup terus-menerus dibawah tekanan, dan tidak ada orang-orang dewasa jang menjatakan kepadanja bagaimana orang dapat madju biarpun ada tekanan, tentu akan terdjadi perasaan rendah-diri”(h.21). karena itulah, anak-anak yang dididik dengan kasar, keras dan dengan hukuman fisik selama masa anak-anaknya, ketika dewasa cenderung melimpahkan ini kepada anak-anaknya ketika ia sudah dewasa atau sudah menjadi orangtua. Dimasa anak-anak pun, mereka membutuhkan eksistensi, pengakuan, menurut Frtz, pengakuan itu tak hanya dari orangtuanya, tetapi juga dari orang-orang disekitarnya, dari lingkungan keluarganya. Bila seorang adik tak mendapatkan perhatian dari orangtuanya, maka inipun berakibat kepada perasaan rendah diri pada anak tersebut. Hubungan persekutuan atau ikatan dan persahabatan ini penting dalam kehidupan social anak (manusia secara umum) dalam kehidupan ini. “Semakin baik manusia itu mengerti tentang peristiwa-peristiwa hidup satu sama lain, semakin berani dia memasuki hidup dan semakin sadar dia,bahwa ada suatu ikatan jang menghubungkan umat manusia”(h.43).
Buku dari dua penulis ini memang mencoba menghubungkan dan menarik benang merah antara hubungan individual psikologi dengan pendidikan anak. Seperti pada kalimat pendek dari Dr. Fritz : “bagaimana mengusahakan anak-anak agar mendjadi manusia, jang perasaannja paling halus dan sama sekali tidak lekas tersinggung.Itu adalah tugas pendidikan. Dan jika hal ini gagal, soalnja adalah bagaimana mengusahakan orang jang lekas tersinggung perasaannja itu mendjadi halus perasaannja kembali. Itu adalah tugas ilmu pengobatan sakit djiwa, tugas psychoterapi”. Pada titik inilah, hubungan psikologi pribadi dengan pendidikan menjadi penting. Kita akan menemui uraian dari penulis kedua yakni Dr. Ruth Kunkel yang mengulas urusan pendidikan. Ruth Kunkel menjelaskan mengenai  istilah apa itu pendidikan dengan bahasa yang sangat sederhana :” dalam anak dipersiapkan kemungkinan untuk member djawaban atas pertanjaan hidup. Dengan perkataan lain memperteguh keberanian anak, agar dalam dirinja, karena selalu bersentuh dengan hidup, dapat tumbuh sifat –sifat jang dapat memungkinkan dia senantiasa menjesuaikan diri , madju bersama dengan hidup,dengan demikian tidak sadja pasif, melainkan aktif ikut mentjipta dalam lapangan kebudajaan” (h. 64). Ruth Kunkel menjelaskan bahwa campur tangan orang-orang disekitar anak akan berpengaruh kepada perkembangan anak di masa selanjutnya. “tiap tjampur tangan seseorang jang berkuasa dalam suatu keadaan tertentu mungkin akan mendatangkan gangguan atau hambatan bagi anak itu,jang dalam persentuhan dengan dunia –luar materi harus merebut kepastian atas hidup, harus mengembangkan pantja inderanja dan harus beladjar  mempergunakannja untuk dapat mengenali lingkungannja senantiasa lebih baik”. Ruth Kunkel di bagian akhir buku ini menjelaskan bagaimana menangani anak yang manja dan agresif. Ruth Kunkel mengamati bahwa penanganan anak yang manja yang berlebihan justru tidak menolong mereka, tapi membuat mereka semakin pasif. Sedang dalam menanangani anak agresif, cara penanganannya adalah dengan memberi perhatian, dan memulihkan kepercayaan dirinya, diapresiasi oleh teman-temannya pula. Dengan begitu, anak itu akan menemukan kembali dirinya dan menemukan kembali perasaan kepercayaan dirinya. Ruth Kunkel juga menjelaskan bahwa pendidik mesti mengetahui ilmu individual-psychology agar bisa mengerti dan menangani masalah anak dalam dunia pendidikan kita. Psikologi individu dan pendidikan saling bertaut, mengerti keduanya adalah penting bagi seorang pendidik untuk mengerti masalah anak dan cara menyelesaikannya.


  

No comments:

Post a Comment