klik disini untuk dapatkan dollar secara gratis!

Tuesday 14 October 2014

Dongeng





Cerita Gunawan mengajak kita untuk hanyut kedalam aroma masa lalu, aroma yang lampau, untuk menyentak dan mengejutkan yang cepat, yang saat ini, yang cenderung berjalan cepat tanpa jeda

                 Bagi Gunawan Maryanto, barangkali menulis cerita seperti meniupkan kata-kata atau mendongeng di depan anaknya. Maka cerita-cerita yang ditulisnya ibarat cerita yang dikisahkan olehnya untuk anaknya. Kita, pembaca, jadi diajak untuk menjadi kanak-kanak lagi. Melalui suara dan tatapan mata yang membaca ceritanya, kita berubah jadi penyimak cerita, kita jadi hanyut dalam dongeng yang ia bunyikan lewat cerpen-cerpennya. Buku kumpulan cerpen Usaha Menjadi Sakti menjadi jalan bagi Gunawan untuk merawat dongeng sebagai sebuah cerita. Kita tahu, bahwa mendongeng di saat ini menjadi sesuatu yang langka. Di tengah derasnya arus televise, media social dan juga maraknya hand-phone, anak-anak merasa tak lagi perlu dongeng. Dari dongeng itulah, sebenarnya kita bisa menaruh nafas cultural dan nafas moral yang bisa diambil dari balik kisah-kisah itu. Karena dongeng yang ditulis oleh Gunawan Maryanto adalah untuk semua orang, maka ia pun memadukan antara imajinasi dan juga dongeng lewat ceritanya. Ia mengajak kita memasuki dunia yang asing, tapi terasa dekat dengan kita. Simaklah awalan cerita berjudul Sarengas berikut ini : “Sarengas ingin menguasai bahasa. Segala bahasa yang ada di muka bumi”. Awalan ini adalah awalan yang terasa khayali, tapi dihidupkan oleh Gunawan menjadi awal bercerita yang menyentak dan menghentak. Di cerita Lukmanakim kita tak hanya diajak untuk mengimajinasikan lukman yang diabadikan dalam Qur’an, lebih dari itu, kita diajak untuk mendekatkan cerita dan kisah lampau dari agama. Gunawan mengajak kita untuk menelusuri kembali teks-teks lampau yang sengaja jadi bahan ceritanya melalui serat menak  karya R. Ng. Yosodipuro. Ia membagi kumcernya dalam  dua ruang, yakni Ruang pertama dan Ruang kedua.  Di Ruang Pertama, kita akan menemui kisah-kisah yang berbau dongeng, Sarengas, Lukmanakim, Bektijamal, Gangga, Dua Pendekar. Sedang di Ruang Kedua, kita melihat kekhasan Gunawan dengan cerita dan bahasa yang datar, tak begitu meliuk-liuk, lugas tetapi mengajak kita terus untuk penasaran dan membaca ceritanya sampai habis. Kita bisa menyimak dalam cerpen Usaha Menjadi Sakti 1 dan Usaha menjadi sakti 2. Dengan awalan cerita yang sama menyentak pula seperti di Ruang pertama dalam buku kumcer ini. Saya jadi teringat tatkala membaca kumcernya di Galigi(2007) kita pun akan menemukan kekhasannya dalam  bercerita. Kita diajak memasuki dunia khayali, dunia yang tiba-tiba hadir di depan mata kita.
            Kita memang masih memerlukan dongeng. Dongeng bagi anak-anak maupun untuk kaum dewasa. Dari fiksi itulah kita belajar tentang makna kesedihan, harapan, bahkan kemenangan yang paling khayali sekalipun. Sebab dari itulah, kita akan mengerti, hidup kita bukan sekadar fiksi, melainkan realitas yang tak selalu kaku, tak selalu monoton dan penuh variasi. Membaca cerpen adalah mendengarkan dongeng. Kita akan merasa berterima, menyerahkan telinga kita untuk menelisik dan menyimak dengan khusyuk dongeng dari Gunawan Maryanto. Gunawan Maryanto menunjukkan dengan cara yang paling sederhana. Ia tak membuat cerita dengan diksi dan metafora yang meliuk. Lebih dari itu, Gunawan justru mengajak dan menghidupkan diksi-diksi yang bertaut dengan apa yang lampau, beraroma desa, beraroma jawa, dan cerita di masa lampau. Ia seolah mencoba mendekatkan yang lampau, mendekatkan masa yang lewat, yang tak bisa kita hilangkan begitu saja, bahkan tak bisa hilang. Gunawan mengingatkan kita, di tengah dunia dan arus cerita dan produktifitas sastra bergaya modern, Gunawan seperti menyeru, bahwa kisah-kisah dan dongeng-dongeng itu membuat kita menjadi seperti sekarang. Mustahil hidup di era sekarang dengan menghapus ingatan dan cerita kita di masa lalu. Usaha menjadi Sakti adalah cara Gunawan Maryanto menyentuh pembaca untuk memasuki dunia mereka sendiri. Barangkali dari cerita yang dituturkan Gunawan, kita jadi menggali kembali apa yang telah lewat. Gunawan meniupkan kerinduan kita kepada yang sudah lalu, kepada yang hampir hilang. Meski demikian, kita jadi tak tahu dan tak bisa mencari jalan pulang kepada tradisi lisan, mendongeng. Dahulu tukang dongeng begitu laku dan begitu memikat, tapi sekarang?. Barangkali kita sudah tak lagi menganggap bahwa tukang dongeng itu ada. Mungkin, posisi itulah yang coba diisi oleh Gunawan Maryanto, ia ingin mendongeng dan terus mendongeng untuk kita.
            Bagiku, disitulah cerita pendek akan tetap mendapatkan tempat, ia akan hadir seperti tamu di tiap hari minggu. Ia akan hadir untuk menyela dari yang cepat. Untuk mengingatkan dari yang lupa. Kita sadar, kita memerlukan masa lalu, sebagai cermin, sekaligus cara kita menelisik sejarah dan riwayat kita dulu. Sejarah, pada mulanya adalah pelajaran dari masa lalu. Dari dongeng, cerita, kita diingatkan ada yang tak mau dibuang, ada yang tak mau hilang dari bagian kita dan riwayat orang terdahulu. Cerita Gunawan mengajak kita untuk hanyut kedalam aroma masa lalu, aroma yang lampau, untuk menyentak dan mengejutkan yang cepat, yang saat ini, yang cenderung berjalan cepat tanpa jeda.

No comments:

Post a Comment