Oleh Arif Saifudin Yudistira*)
Jumat yang
membahagiakan, pagi bersambut dengan esaiku di Koran Minggu Pagi dengan judul “Sitor
dan Indonesia”. Aku menemani temanku guru ambil raport. Saat-saat tegang,
beruntung setelah itu makan kakap bumbu rujak. Ah, nikmat, setelah jumatan aku
dapat sms soal jaketku yang ketuker, loh. Terus aku balik ke Klaten, dijalan
hujan, kuganjal dengan bakso. Sampai di rumah, di waktu senja, aku mulai
menulis lewat laptop bapak di rumah, mumpung nganggur. Senja
yang lumayan cerah, tubuh ini capek, ingin tidur, eh justru keinginan menulis
lagi bergairah. Aku paksa mataku melek, menulis ulasan buku lawas, buku bagus
yang kudapat di Gladag di akhir tahun 2014. Buku bersampul sederhana biru dan
putih. Di sampul buku paling atas bertuliskan PEMBIMBING HIDUP BAHAGIA. Buku
ini seperti buku serial, buku serupa sudah kubaca dan kuulas. Aku beruntung
memiliki buku ini, buku ini seperti petunjuk dan memiliki keterkaitan antara buku-buku
sebelumnya. Buku ini berjudul Bergaul
Dengan Orang Lain(1961) diterjemahkan ke bahasa indonesia oleh Supiah, buku
ini ditulis oleh Helen Scahter. Judul asli buku ini adalah Getting Along With Others oleh Science Research Assosiates Inc. New
York. Di buku ini kita akan disuguhi semacam gambaran bagaimana kita selaku
remaja dan seorang yang beranjak ke masa dewasa menghadapi orang lain,
melakukan hubungan sosial dengan orang lain. Di awal buku ini misalnya kita
akan menemukan kalimat menarik “Selama hidupmu engkau harus berhubungan dengan
orang lain. Engkau anggauta suatu keluarga dan engkaupun murid sebuah
sekolah”(h.3). Sudah menjadi hal yang wajar bila kita hidup secara sosial, kita
tidak hidup sendiri, kita memerlukan orang lain dalam waktu-waktu yang mendesak
ataupun tidak. Tidak mungkin kita hidup sendiri, tanpa bantuan orang lain.
Menurut buku ini ada dua jalan yang mesti kita tempuh untuk mendapatkan banyak
teman. Djalan pertama mengenali dirimu sendiri. Bagaimana sifatmu? Bagaimanakah
sifat2mu sebagai anggauta masjarakat? Apakah kebaikan2mu
dipandang dari sudut pergaulan? Dan apakah kekurangan2mu?. Djalan
yang kedua mengenai tindakanmu terhadap orang lain (h.4). Kedua hal itu
menuntun kita mengerti bagaimana mengenali diri dan mengenali perilaku kita
terhadap orang lain, atau perilaku orang lain terhadap kita.
Buku ini juga mengurai tentang bagaimana sifat2
dan tipe orang yang perlu kita perhatikan. Pertama,
orang jang tak dapat menerima petundjuk orang lain. Mereka tidak selamanja
mengetahui apa sebabnja, dan tentu sadja alasannja tidak selalu sama. Tipe
orang yang demikian tentu akan lebih melihat diri sendiri dan tak memperhatikan
masukan dari orang lain, untuk mudah bergaul tentu kita tak hanya perlu
menunjukkan jati diri kita, tetapi kita juga perlu memperhatikan bagaimana
orang lain melakukan penilaian kepada kita. Kedua,
tipe orang yang selalu bergantung kepada orang lain. Ada orang jang se-akan2
tak dapat berbuat sesuatu djika tidak diberitahukan kepadanja apa jang harus
dikerdjakannja (h.15). Orang yang demikian biasanya tidak memiliki kepercayaan
diri secara penuh dan biasanya orang tersebut tak mau belajar sendiri. Ketiga, tipe orang jang senang
merendahkan dirinja sendiri. Perbuatan merendahkan dirinja sendiri itu dapat
kita ketahui dari ber-matjam2 tingkah laku orang. Ia mentjari teman
jang lebih muda, sebab menurut perbandingan ia merasa lebih tjakap. Keempat orang jang terlalu puas dengan
dirinja sendiri dan mereka hanja memperlihatkan sikap kepada orang lain sangat
banjak persamaannja dengan mereka sendiri. Akibatnja mereka terlalu mudah
merendahkan orang jang berlainan dengan mereka. Hal ini disebabkan oleh tekanan
batin dan kekecewaan yang dialami orang tersebut (h. 16). Di dalam pergaulan,
tentu kita tak hanya bergaul dengan sejenis, tetapi juga lawan jenis. Di buku
ini, disebutkan bahwa di usia belasan kita mengalami masa-masa canggung bila
berhubungan dengan lawan jenis. Akan tetapi masa-masa pertumbuhan seksualitas
ini sebenarnya sudah ada sejak kecil hanya saja waktu itu belum begitu nampak
perubahan-perubahan yang dialami oleh kita. “Perubahan2 sikap, jang
mendjadi sebagian dari perkembangan djasmani pada umur ini, kadang2menimbulkan
rasa malu dan rasa sadar akan diri sendiri. Akibatnja, banjak anak2
pada usia ini selalu merasa tidak enak bergaul dengan orang lain, sama halnja
dengan gerak-gerik mereka jang serba tjanggung karena perubahan djasmaniah
itu”(h.20). Perubahan seksualitas memang menjadi ciri alamiah yang menimbulkan
perasaan canggung dan rikuh ketika bergaul dengan lawan jenis. Hal ini biasa
dialami oleh kita maupun anak-anak kita. Usianya belum tentu di usia remaja,
bahkan di usia sekolah dasar sekalipun sering ditemui anak-anak yang rikuh dan
merasa susah bergaul dengan lawan jenis.
Di bab akhir buku ini, dituliskan kunci dan rahasia
pergaulan. Supaya kita mudah diterima orang lain dalam bergaul, kita harus
memperhatikan soal-soal berikut ; Pertama
soal bagaimana engkau memperhatikan diri. Artinya kita harus memperhatikan
bagaimana penampilan kita sebisa mungkin kita menimbulkan kesan pertama yang
menarik. Kedua, jang dilihat orang
tentang dirimu ialah rupamu tetapi kemudian menjusul tjara berbitjara(h.26).
Melalui suara dan intonasi kita dalam berbicara itulah orang tahu bagaimana
watak kita, dan sikap kita bisa berterimakah dengan orang lain. Tutur bahasa
yang sopan dan suara yang enak di dengar membuat orang nyaman bergaul dengan
kita. Ketiga, kita harus memiliki
kepercayaan diri, tanpa itu, biasanya kita kurang tenang, sehingga kita seperti
mati kutu atau kehabisan topik dalam berbicara atau melakukan obrolan dengan
orang lain. Di akhir buku ini, ditekankan bahwa kehidupan itu adalah suatu
rentetan hubungan sosial. Karena itulah, penting kiranya dalam bergaul kita
memperhatikan orang lain.
*) Rumah Klaten, 16.57
menit
*) Penulis adalah Peminat Pendidikan dan Sastra Anak
No comments:
Post a Comment