Oleh Arif Saifudin Yudistira*)
Semalam aku pulang pukul setengah
sebelas malam, kami mengobrolkan “cinta”. Tema klise, tapi actual sampai
sekarang. Aku menjadi pembedah buku Erich Fromm “The Art of Love”, usai aku
berbicara panjang lebar, aku menyimak tanggapan teman-teman ada tanggapan dari
Kabut, Fauzi. Dua orang ini menanggapi persoalan aktualitas buku. Ada perubahan
yang cepat dari teknologi sampai dengan kecepatan informasi yang menurut Kabut
ikut mempengaruhi persepsi, perubahan dan cara pandang kita terhadap cinta
terutama di negeri ini. Kabut juga meragukan para tokoh nasional kita di masa
lalu tak ikut membaca bukunya Erich Fromm. Mahar buku yang dilakukan oleh
Mohammad Hatta, ungkapan cinta ala Sjahrir dan sebagainya tak masuk dalam buku
Erich Fromm. Fromm dinilai menggunakan data lama, kita (pembaca) Indonesia jadi
susah mengurusi Fromm untuk menautkan peristiwa mutakhir mengenai fenomena
cinta ini. Fauzi memberikan tambahan mengenai peristiwa dan ketakjuban tokoh di
novel dan buku-buku di masa lampau yang mengurai cinta dengan sangat puitik dan
romantic.
Pagi berganti, kini di hari Jumat
(23/1/15) aku bermain bersama anak-anak. Selepas bermain aku bersama muridku
berlatih pidato bahasa inggris keliling kelas satu sampai kelas lima. Aku
senang, setidaknya muridku cukup matang untuk jadi juara lagi Aamiin. Aku jadi
ingat buku yang sudah kubaca dari Dra. Singgih D gunarsa. Di buku ini aku
menemukan yang menarik dan unik dari ilmu psikologi. Sebagai ilmu yang
mengurusi jiwa dan perkembangan manusia. Psikologi ikut berkembang sesuai
dengan berkembangnya manusia. Psikologi tetap actual sebagai ilmu yang
mengurusi manusia. Buku Dra. Singgih D Gunarsa bertajuk Psikologi Anak
Bermasalah(1976) cetakan pertama, diterbitkan oleh Percetakan BPK Gunung
Mulia. Saya jadi faham, kisah yang diceritakan oleh sejarah penerbitan di
Indonesia ikut dibentuk oleh penerbit Kristen. Buku-buku dari urusan sastra
sampai dengan buku-buku psikologi dan bacaan lainnya diterbitkan oleh BPK ini.
Aku menemukan banyak hal studi kasus yang dianalisa oleh penulis dalam buku
ini. Beberapa permasalahan anak yang diurai oleh penulis tak hanya permasalahan
anak yang ada di rumah, tetapi juga di sekolah. Penulis membagi masalah-masalah
anak ini menjadi dua : pertama, permasalahan anak yang dapat diperbaiki dan
permasalahan anak yang tak dapat diperbaiki. Kekurangan anak yang dapat
diperbaiki diantaranya adalah kekurangan dalam hal penglihatan, indera dan
pendengaran. Kekurangan anak yang tak dapat diperbaiki diantaranya adalah kekurangan
kemampuan intelek dan penyimpangan tertentu. Kekurangan anak juga disebabkan
oleh factor keluarga, keluarga yang kurang memperhatikan anaknya menjadikan
anak tersebut jadi bermasalah. Anak yang bermasalah biasanya sering menjadi
sorotan di kalangan lingkungan masyarakat sehingga membuat si anak memerlukan
perhatian lebih dan bimbingan lebih (h.27).
Mengenai “kenakalan”, Dra. Singgih D
Gunarsa membagi kenakalan menjadi dua : pertama, kenakalan semu.
Kenakalan semu diartikan sebagai kenakalan dalam batas normal. Kenakalan semu
ini ialah kenakalan yang hanya memiliki efek pada diri anak sendiri (tidak
berbahaya) bagi orang lain. Misalkan anak memiliki kecenderungan merengek,
meminta jajan,suka menyakiti diri sendiri, atau merusak mainannya sendiri, merusak
barang, dan sebagainya. Sedangkan kenakalan yang kedua adalah kenakalan yang
sebenarnya. Kenakalan ini mengakibatkan orang lain menjadi ikut terkena
dampak dari kenakalan anak itu. Anak suka memukul, anak suka mencuri, suka
menyembunyikan barang milik orang lain. Karena itulah, menurut penulis kita
sebagai orang tua harus memahami bahwa : “Anak harus diberikan ruang gerak, dan
kesempatan melatih diri, akan tetapi ia juga memerlukan pengawasan. Dalam
pengawasan dan pengamanan anak, perlu pula diamankan benda-benda yang mudah
diraih, jatuh, dan pecah (h.32).
Singgih juga membagi bentuk kenakalan
anak disebabkan oleh berbagai hal diantaranya : pertama, berbohong,
kedua karena cerita-cerita khayal (membuat cerita bohong), bohong
karena meniru orang dewasa,berbohong untuk menarik perhatian, kabur. Menurut
penulis salah satu sebab anak suka mencuri adalah karena anak memiliki
“keinginan untuk mengumpulkan benda-benda begitu hebat, sehingga perlu dibatasi
oleh rasa menghormati hak milik pribadi. Mengetahui adanya hak milik orang dan
menghormati hak milik itu harus diajarkan kepada anak”(h.67)
Kenakalan anak juga disebabkan oleh
emosionalitas anak. Emosionalitas anak ini dapat diatasi dengan menghadapi
emosionalitas anak dengan tenang dan santai. Menurut penulis “kemarahan
sebaiknya ditangani dengan sikap santai dan tenang. Orangtua dan para pendidik
dalam rangka menangani permasalahan luapan kemarahan, harus tetap tenang
bersuasana hati baik, dan penuh pengertian dan tetap dalam sikapnya”
(h.100).Anak juga memiliki sikap agresif, sikap agresif ini menimbulkan hal
yang kurang baik seperti memukul menendang,mengigit, meludah, atau melempar
benda-benda. Saya jadi ingat murid saya yang dulu begitu “agresif”,
kecenderungan memukul, menangis keras dan melempar semua benda di sekitarnya.
Menangani anak seperti ini kalau kita tak sabar, kita justru akan terpancing
emosi dan melukai jiwa anak.
Di bab akhir, penulis menuliskan salah
satu hal yang menyebabkan permasalahan anak adalah persoalan intelektualitas.
Bila anak terlalu intelek, ia sering dianggap tak sepadan dengan anak-anak yang
lainnya. Selain itu, ia juga bisa menimbulkan masalah karena mengalami
kesusahan dalam bergaul dengan teman sebayanya. Buku ini memang mengurai beberapa persoalan anak yang ada di
masa lampau, tetapi ada soal yang tak lagi sesuai dengan masa kini misalnya
anak kabur dianggap sebagai masalah. Padahal, orangtua sekarang justru tak
khawatir kalau anaknya pergi, mereka percaya anak akan pulang dan kembali ke
rumahnya. Bila dulu anak pergi terlalu dikhawatirkan,kini anak pergi sampai
larut malam dan bermain malam hari sudah biasa, termasuk anak lelaki dan
perempuan. Studi kasus tentang anak di masa sekarang tentu lebih banyak
variasinya dan banyak pangkal sebabnya. Inilah tantangan psikologi anak di masa
sekarang. Tak hanya persoalan orangtua yang lebih sibuk dengan urusan karir,
sampai pada tantangan pemenuhan kebutuhan kasih sayang anak.
*)
Jumat, 23/1/15
*)
Penulis adalah Peminat Pendidikan dan Sastra Anak, Pengasuh MIM PK Kartasura
No comments:
Post a Comment