Arjuna Kembar Garapan Wiroatmodjo |
Buku Garapan Clara Ng |
Tentu, cerita(wayang) itu tak hanya membuat anak kita memiliki
memori dan kisah tentang tradisi mereka. Tanpa itu, bagaimana anak-anak kita
akan tahu kisah dan tradisi mereka?. Apalagi di tengah serbuan cerita, dan film
anak dari luar
Arif Saifudin Yudistira*)
Malam yang gelisah. Sore yang panas, mungkin bukan hanya
karena cuaca, tetapi juga karena tahun yang sudah berjalan. Aku jadi ingat
waktu dolan ke rumah mbak Fanny mengobrolkan tentang krisis cerita anak. Maka
Fanny bercerita tentang sastrawan Clara Ng yang ikut menuliskan cerita anak
pula. Waktu pun membuatku menemukan buku Clara Ng tersebut. Buku itu kutemukan
di waktu dompetku menipis, saat aku ke Goro Assalam ada rak buku besar
bertuliskan “Obral mulai dari Rp.5.000,00”. Aku menemukan buku kecil berjudul Wayang Sebelum Tidur (2010). Ada petikan
kisah menarik dari buku ini, cara Clara Ng mengisahkan petilan kisah wayang.
“Lihat ini, wayang buatanku”. Sita menjejerkan empat wayang kertas buatannya. “
ini namanya Semar. Ini Gareng, Petruk, Bagong. Dalam cerita pewayangan, mereka
adalah punakawan”. Bima adik dari Sita kemudian memandang kakaknya tidak mengerti. “Punakawan artinya
pengasuh.Semar, Gareng, Petruk,Bagong adalah pendamping setia para pangeran
Pandawa”. Di sertai ilustrasi dari Cecillia Hidayat, buku ini pun nampak lebih
hidup dan aku merasa buku ini akan disukai anak-anak. Buku lain yang ditulis
Clara Ng pun banyak lagi yang lainnya.
Bugi Hiu Suka Senyum, Upik Bermain Bola, Kancil Yang Baik, Padi Merah Jambu,
Air Mata Buaya, Ketahuan. Di hari Selasa (30/12/14) aku memperoleh buku
cerita anak wayang serupa di Gladag. Memang banyak cerita anak tentang wayang,
tapi aku melihat cover dan ilustrasinya tak menarik, maka kupilih buku Arjuna Kembar(1977) karangan Wiroatmodjo.
Di prakata buku ini, aku menemukan kalau kisah ini diambil dari Astadasaparwa,
yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa Jawa oleh Pujangga Kraton Surakarta :
R Ng. Ranggawarsita dengan nama Pustakaraja Purwa. Ada pula cerita wayang
tentang Rama diambilkan dari kekawin Ramayana yang telah diterjemahkan dalam
bahasa Jawa oleh R.Ng.Yasadipura dengan nama Serat Rama. Cerita lakon wayang
dan rama disebut “pakem”, sedang lain-lainnya dinamakan cerita “carangan”.
Lakon “Arjuna Kembar” termasuk cerita carangan juga. Harapan dari pengarang
lakon wayang ini, mudah-mudahan anak-anak kita lebih tertarik melihat wayang
atau membaca ceritanya yang mengandung unsur-unsur kesenian. Cerita ini memang
terbilang panjang lebih panjang dari cerita sebelumnhya. Saya pernah menemui
cerita wayang untuk anak serupa dari Dancow sebagai bonus beli susu. Cerita itu
bercerita tentang Arjuna pemanah terbaik, tapi aku merasakan ada yang berbeda
antara kisah Arjuna yang pernah aku baca dengan kisah Arjuna Kembar(1977) karangan
Wiroatmodjo. Di kisah Arjuna yang kubaca di waktu kecil, aku senang membacanya
karena ada ilustrasi. Kini cerita tentang Arjuna kubaca kembali, cerita Arjuna Kembar memang memiat. Aku
merasakan ada yang berbeda dari kisah ini dengan cerita Arjuna di film Mahabarata.
Kisah Arjuna Kembar lebih erat dengan cerita wayang ala Jawa. Adanya punakawan,
begitu pula tokoh-tokohnya yang begitu banyak. Aku merasakan cerita ini begitu
memikat tapi ilustrasi cerita ini kurang. Hal inilah yang membuatku merasakan
cerita ini lebih cocok untuk didongengkan kepada anak-anak kita. Mengenalkan
wayang memang bagus sebagai orangtua, pengasuh maupun guru. Mengenalkan cerita
wayang bukan hanya membuat anak-anak kita semakin tertarik dengan kebudayaan
dan kesenian yang kita punya. Wayang juga sebagai medium untuk mengajarkan
nilai-nilai dan moralitas. Tidak hanya tentang kesenian, tetapi juga
mengajarkan epos dan kisah yang menarik dari kehidupan masa lampau. Dari wayang
itulah, anak-anak kemudian mengerti ajaran tentang kesederhanaan, ajaran
tentang keprihatinan dan kebaikan. Melalui wayang, anak-anak akan mengerti
bahwa kejahatan, balas dendam, akan membawa kepada kenistaan manusia.
Aku jadi ingat muridku di sekolah. Ia pandai sekali
memainkan wayang, sebagai dalang cilik. Pernah aku memberikan kisah tentang
Arjunawiwaha, terbitan Balai Pustaka. Ia membacanya dengan cepat. Aku tak tahu
ia memperoleh kisah wayang dan belajar ndalang darimana. Yang aku tahu, ia juga
penggemar berat Mahabarata. Ia masih muda, masih berusia Sekolah Dasar. Tetapi
ia sudah memiliki bakat yang cukup unik dikembangkan. Rasanya senang melihat
murid kita tampil atraktif dan menghibur saat ia memainkan wayang. Melihat itu
saya jadi berharap muncul kisah-kisah yang berbau tradisional dan khas
kebudayaan kita seperti Clara Ng yang menulis Wayang Sebelum Tidur. Mungkin masalah ini memerlukan perhatian tak
hanya dari para sastrawan dan penulis cerita anak. Apalagi di masa sekarang,
perlu kiranya kisah wayang dihadirkan kembali dan cerita-cerita lainnya untuk
anak-anak kita. Tentu, cerita(wayang) itu tak hanya membuat anak kita memiliki
memori dan kisah tentang tradisi mereka. Tanpa itu, bagaimana anak-anak kita
akan tahu kisah dan tradisi mereka?. Apalagi di tengah serbuan cerita, dan film
anak dari luar. Aku berniat mempelajari kisah anak lain serupa yang bisa
kukisahkan untuk anakku dan muridku kelak.
Klaten , 1/1/15 di malam hari .
*)Penulis adalah Peminat Pendidikan dan Cerita Anak
No comments:
Post a Comment