klik disini untuk dapatkan dollar secara gratis!

Tuesday, 30 December 2014

Balita




Oleh Arif Saifudin Yudistira*)

            Siang mulai datang, tapi mendung belum hilang sehingga matahari tak tampak. Aku tutup latihan pidato bersama muridku dengan hamdalah, ucapan lega. Kini aku kembali menulis ulasan buku 100 Vragen Over Peuters Het Spectrum Ultrect/ Antwerpen,1980 buku ini diterjemahkan dalam bahasa Indonesia menjadi 100 pertanyaan Mengenai Balita. Buku ini ditulis oleh Ieneke Suidman. Buku ini lebih mudah dibaca karena dalam bentuk pertanyaan. Dalam kata pengantar di buku ini diterangkan mengenai mengapa buku ini disusun dalam bentuk demikian. “Tentu saja kalau sungguh-sungguh dicari ,jawaban atas pertanyaan-pertanyaan itu memang tersedia. Orangtua bisa pergi ke dokter atau biro konsultasi anak untuk menanyakannya. Tetapi, tentulah akan lebih praktis kalau sebanyak mungkin pertanyaan itu dikumpulkan, diterbitkan, dalam buku dan tersedia di rumah sehingga setiap pertanyaan muncul, ketika itu pula tersedia jawabnya” (h.16). Meski buku ini disusun dalam bentuk pertanyaan, buku ini dibagi menjadi berbagai Delapan Tema seperti ; Pendidikan, Pergaulan, Berbicara, Bermain,Tidur, Ngompol, Makan, dan Perawatan. Banyak orangtua merasa menemukan sesuatu yang mengganjal dan pertanyaan-pertanyaan mengenai bagaimana sikap mereka atau cara mereka memperlakukan balita mereka. Seorang Balita bisa bersifat keras kepala, keras kepala disini artinya keras kepala yang baik. Ia mulai berlatih melakukan sesuatu dengan cara dan kemampuannya sendiri (h.19). Pertanyaan dan persoalan dalam buku ini adalah kasus yang sering dialami oleh kebanyakan orangtua. Contoh lain mengenai bagaimana pendidikan kepada balita adalah ketika kita melihat anak kita bertengkar. Di buku ini ditulis bahwa “perhatian dari orang dewasa justru sering membuat pertengkaran menjadi lebih besar dari sebenarnya. Anak-anak mudah berdebat dan meningkatkannya menjadi pertengkaran, tetapi segera berhenti dan terus bermain-main seperi semula”(h. 24). Karena pertengkaran mengajarkan pada anak-anak bagaimana harus bergaul dengan sesamanya. Mereka yang pada masa kecilnya belajar menemukan pemecahan atau jalan keluar dari pertengkaran dan perbedaan pendapat, tentu akan menikmati hasilnya pada masa dewasanya. Bayi dengan pertumbuhan dan perkembangannya memungkinkan anak-anak meluapkan amarahnya, bermain dan tertawa. Marah adalah bagian dari pertumbuhan dan perkembangan. Seringkali anak-anak  marah bisa disebabkan  karena berbagai hal seperti ia tidak bisa melakukan sesuatu, ia merasa tidak diperhatikan, sebab lain adalah karena anak-anak kehabisan energy. Sebab-sebab itulah yang perlu diperhatikan oleh orangtua, sebab lebih baik membiarkan anak-anak dan balita kita meluapkan ekspresinya, daripada membentak dan membiarkan emosinya terpendam dalam batinnya yang mengakibatkan ia menjadi lebih ekspresif dan lebih tak terkontrol di masa-masa mendatang. Balita juga secara alamiah mengenali bentuk tubuhnya, mengenali fisiknya. Alangkah baik bila kita orangtua juga mengajarkan demikian, mandi bersama balita bukanlah hal yang tidak baik dilakukan, justru dengan mandi bersama anak kita dengan sendirinya mengenalkan fisik dan mengajarkan anak tentang seksual. Dengan demikian, anak menjadi tidak kaget ketika mengenali jenis kelamin dan organ seksual ketika ia besar nanti.
            Balita secara alamiah juga akan pelan-pelan mengenali lingkungannya sendiri utamanya dalam lingkungan keluarga. Anak-anak perlu dikenalkan kepada oranglain agar ia tak menjadi pemalu, baik bila anak lebih akrab dengan orang lain. Ini akan memudahkan ia, untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan yang berbagai sisi. Anak-anak pun sering bermain dengan binatang dalam lingkungannya. Sebagai orangtua terkadang kita berlebihan tatkala melihat anak kita bermain dengan binatang. Bermain dengan binatang selama ia tak membahayakan, alangkah lebih baik kalau kita membiarkan mereka bermain dengan binatang. Dengan bergaul dengan binatang, anak-anak akan lebih memunculkan semangat kasih sayang kepada binatang, dan selain itu, mereka akan lebih belajar mengatasi ancaman dari binatang. Tentu mengawasi anak-anak kita bermain, juga hal yang tidak bisa kita abaikan, tergantung dari kemandirian anak-anak kita. Di buku ini kita juga akan menemui topic mengenai kecakapan anak. Anak-anak yang mengalami kesulitan berbahasa bisa jadi karena ia belum menemukan kata yang tepat untuk mengatakan sesuatu. Anak-anak di masa balita ini juga masih belum sempurna untuk membedakan sesuatu yang bersifat fantasi dan realitas. Karena itulah kita sering melihat ia membuat personifikasi menjadikan benda-benda di sekitar mereka hidup. Sebagai orangtua, tentu kita boleh saja untuk membiarkan itu tapi juga perlu membimbing dan menunjukkan realitas kepada anak. Anak-anak sering juga mengatakan sesuatu secara tak lengkap misalkan mengatakan Ayah sebagai “baba”, maka kita sebagai orangtua lebih baik untuk mengatakan kata yang benar “Ayah”. Dengan mengucap kata yang benar, maka anak-anak akan mengerti bahwa kata yang diucapkan mereka belum fasih, dan anak akan memperbaiki kata yang salah itu. Tetapi bila orangtua justru mengucapkan kata yang salah, misalnya “cucu”, maka anak akan terbiasa dengan menerima kata “cucu” sebagai yang benar. Sering orangtua tak memperhatikan hal ini, karena saking asyiknya bermain dengan anak-anaknya. Berkaitan dengan topic yang terakhir mengenai tingkah laku anak seperti Ngompol. Orangtua akan lebih baik bila membiasakan kepada anak untuk tidak ngompol sedari dini. Selain itu, tempat tidur balita juga lebih baik dipisah ketika mereka sudah mencapai usia yang cukup. Buku 100 Pertanyaan Mengenai Balita, memang membantu kita untuk lebih mengetahui dunia balita lebih jauh. Buku ini cocok untuk orangtua, guru, Pembina kelompok bermain, juru rawat anak, dan sebagainya. Saya senang memiliki buku ini sebagai referensi lebih jauh sinau anak.

Rabu, 31 Desember 2014


*)Penulis adalah Peminat Pendidikan dan Sastra Anak



           


           

Bermusik, Berkisah



Oleh Arif Saifudin Yudistira*)

            Pagi yang cerah, di penghujung tahun. Tapal batas, esok sudah berganti tahun, banyak hal yang ingin diraih, banyak hal yang belum dicapai, banyak pula catatan-catatan dan sesuatu yang harus diperbaiki dalam hidup. Aku menulis di computer sekolahan, tak ada laptop, belum punya. Rencana sudah dibuat, tapi apa daya, buku selalu menggoda lebih dari segala. Bahkan temanku pun pernah menanyakan pertanyaan ganjil waktu aku mau pinjam uang ke dia, dia bertanya lalu bayaranmu untuk apa Rif, kan baru tanggal muda?. Aku pun menjawab “untuk beli buku”, lalu spontan ia menanyakan “ Jadi, buku lebih penting dari hidupmu ya, Rif?”. Aku cuma tersenyum kecil, Selasa sore (30/12/14) uang di dompetku menipis. Aku ke Goro Assalam, pergi ke ATM barangkali saja ATM ku sudah isi. Benar adanya, ATM ku sudah isi, kutengok ada obral buku mulai dari 5-ribuan rupiah. Sore harinya sepulang silaturahim dari rumah murid les saya, aku ke toko yang mengobral buku itu. Disana banyak novel dan buku yang diobral 15-an ribu. Aku ingat waktu buku Kisah Lainnya catatan 2010-2012  yang dulu diuber oleh keponakanku. Keponakanku begitu ngefans sama NOAH. Dan setelah aku belikan buku dari loakan dia sangat senang. Dari baju sampai semuanya sudah ia beli, tinggal bukunya yang belum, dan kini dia sudah membelinya. Alam pikiran bocah, aku tak tahu lebih lanjut apa yang ia pikirkan ketika membaca buku itu. Aku memutuskan membeli 5 buku, salah satu dari buku yang kubeli adalah buku Kisah Lainnya yang ditulis Ariel,Uki, Reza,David yang mereka kini ada dalam satu grup music NOAH. Di buku ini saya menemukan sisi lain dari musisi yang biasanya terlihat begitu atraktif, begitu sempurna di dalam panggung, tapi ketika menulis, ia tampak sekali sebagai seorang pribadi yang jujur. Saya menemukan itu pada diri Nazril Ilham alias Ariel. Buku ini ditulis sebagai catatan perjalanan hidupnya untuk merenungi dan membaca kembali kisah-kisah yang pernah ia lalui bersama keluarganya, bersama rekan band-nya sampai ia harus mendekam di penjara di waktu itu. Ia mengisahkan bagaimana hidupnya ketika dipenjara merasakan seperti menemukan teman dan keluarga baru. “Walaupun namanya penjara, saya melihat penghuninya tetap menghormati satu sama lai, baik penduduk Kampung Bawah, Kampung Tengah, maupun Kampung Atas”(h.9). Di penjara inilah, Ariel melihat orang-orang dari berbagai karakter dan kisahnya, ia melihat dan mendengar kisah seorangtua yang dulu dijebak, ada yang masuk penjara karena melakukan kriminalitas, ada juga seorangtua yang hobi catur sekaligus pengusaha sukses. Ia menuliskan pertemuannya dengan Ompung Tua :72 tahun umurmu Ompung/Kenyang betul berjalan bersama waktu/Masih tergambar jelas kebesaran itu/Di kerutan yang mengotori wajahmu/Mata yang hanya terbuka sedikit itu menyaksikan beribu cerita. Ariel yang saat itu dikenal public sebagai vokalis pada mulanya adalah seorang yang memiliki hobi menggambar. Ia masuk di jurusan arsitektur di universitas Katolik Parahyangan. 

Di buku ini pun kita bisa menemukan sketsa-sketsa Ariel yang menarik, bahkan ia membuat Kaligrafi yang indah.
Kaligrafi yang dibuat Ariel

 Di Rutan Bareskrim ini, Ariel bertemu Abu Bakar Baasyir pula. Ustad Abu pun pernah berpesan padanya yang ia ingat di kepalanya : “jangan berkecil hati, manusia diciptakan di dunia ini memang untuk bikin kesalahan, lalu memperbaiki diri. Kalau semua orang sudah tidak bikin kesalahan lagi, maka semua ini akan dimatikan oleh Tuhan, karena tidak ada lagi tujuan kehidupan “ (h.19). Kenangan kepada ustad Abu ini pun ditulisnya dalam sebaris sajak : Baasyir tua,berlari kecil di gang yang bergema/ larut dalam dunianya sendiri/ dia tidak menoleransi dunia/ sehingga dunia pun tidak menoleransinya/ kerasa memang, tapi apalah arti pendirian jika tidak keras/ hitam atau putih, tapi tidak abu-abu/ kerasa memang… andai saja dunia melihat kebenaran yang dia lihat.
            Nampak di buku ini, Ariel ingin berkisah, bahwa music yang ia dirikan bersama teman-temannya adalah music yang berawal dari kesederhanaan. Hampir dari setiap kisah dari Ariel, Uki, Reza,Lukman adalah musisi yang belajar autodidak. Mereka belajar sendiri dari band kesukaan mereka. Grup music kecintaan mereka itulah kurang lebih yang mempengaruhi mereka bermusik, selain itu tentu pengalaman dan saling belajar dari masing-masing personel menguatkan mereka dan band mereka. Di akhir menjelang Peterpan redup, masuklah David sebagai pianist handal. David inilah yang memiliki kemampuan pianis yang lumayan bahkan sampai lulus mendapatkan sertifikat dari Belanda. Music di buku ini tak hanya menyatukan, sekaligus membuat mereka mampu membuktikan kepada keluarga, dan semua orang, bahwa mereka bisa menjadi orang yang berguna melalui music. Soal lirik dan lagu-lagu Peterpan yang kini menjadi NOAH yang popular dan mudah diingat oleh penggemar, kita merasakan ada sentuhan emosi antara music dan liriknya. Hal ini tak hanya diakui oleh personel mereka sendiri, kita juga merasakan hal serupa ketika mendengar dan menikmati music dari NOAH ini. Lagu-lagu itu seperti kisah dari mereka sendiri, misal saja lagu Separuh Aku, Terbangun Sendiri, atau Dara. Kental sekali bagaimana emosi dan perasaan-perasaan sang vokalis yang kebanyakan juga pencipta lagunya menyanyikan dengan perasaannya. Music dan lagu-lagu NOAH sendiri memang terkesan dengan kesederhanaanya dan lirik yang simple dan mudah diingat. Di buku ini kita akan menemukan bagaimana bermusik tak sekadar untuk menaruh urusan uang dan popularitas. Kesemua personel band ini pada akhirnya sadar bahwa apa yang mereka dapatkan harus dibagi dan diberikan kepada keluarga dan sesamanya. Jatuh bangun band ini terasa sekali tatkala Ariel vokalis yang mendapat sorotan dan daya tarik public harus mendekam di ruang tahanan (penjara). Kita bisa dengan cepat menangkap dan merasakan apa yang ada pada lagu-lagu NOAH sebab musiknya seolah bukan hanya untuk dirinya melainkan dibagi bersama kita, yang ikut mendengar dan pernah mengalami pengalaman (emosi) serupa. Di selingi lagu-lagu NOAH pula aku menyelesaikan tulisan ini. Aku tak menyesal membeli buku ini, aku membacanya, mendengarkan kisahmu, kisah lainnya….


*) Penulis adalah pembaca buku, tinggal di Sukoharjo




Monday, 29 December 2014

Sinau Anak



Oleh Arif Saifudin Yudistira*)

Anak-anak masih membutuhkan cerita, membutuhkan kisah, melalui mulut dan tangan kitalah, mereka mestinya mendapatkannya. Bukan dari televisi, bukan dari sinetron dan bioskop yang justru seringkali menghadirkan dunia yang melampaui usia mereka

Pagi yang lesu, aku bangun jam empatan, badan mriang, tanda mau masuk angin, kuoles minyak kapak. Kubawa tidur, jam enam aku bangun. Setelah bantu beres-beres pak kos yang lagi beres-beres halaman setelah potong ranting-ranting mangga. Aku buat teh kemuning, sebutan yang pas untuk teh ini adalah teh rasa kopi. Setelah kelar, aku nyeplok telor, makan. Ah, nikmat juga. Aku berniat menuliskan ini hari-hari kemarin, setelah membaca buku cerita anak berjudul Si Kidal garapan Satmowi. Buku terbitan Pustaka Jaya terbitan tahun 1977. Buku cerita anak di perpustakaanku memang belum lengkap, setidaknya aku meraba-raba pelan-pelan belajar dan menekuni cerita anak di tahun-tahun orde lama sampai orde baru, kalau bisa sampai sekarang. Buku ini kuselesaikan waktu pagi pula, sesudah subuh, waktu itu hari senin tanggal (29/12/14). Buku ini memang tipis, kemasan yang simple dan tetap menarik. Buku ini bergambar sampul seorang gadis yang dikejar anjing. Tak ada biografi pengarang, sekadar dugaan saja barangkali Satmowi begitu terkenal di masa itu. Saya tak berani berujar lebih jauh, tak ada keterangan di buku ini. Cerita menarik, Si Kidal digambarkan sebagai anak baik yang sering menggunakan tangan kirinya, makanya dijuluki kidal. Ada lima cerita di buku ini, mengisahkan bagaimana karakter si tokoh utama Kidal dengan teman-temannya. Kidal baik hati, tidak sombong dan ia penggemar wayang. Hobinya menggambar wayang. Kidal sering terlambat ke sekolah, karena ulahnya itulah ia sering diolok-olok Tunggadewi. Di tahun-tahun lalu, di masa Orde lama maupun Orde Baru kita masih bisa memunguti kisah cerita anak yang berlimpah. Banyak para guru dan para penulis yang menuliskan cerita anak. Tak hanya demi misi pendidikan, bahkan cerita anak di masa lampau sering dan intim dengan dunia revolusi dan perjuangan kemerdekaan. Di tahun, 70-an, kita mendapati cerita anak lebih berbau sekolah dan adegan-adegan belajar. Misalnya pada cerita yang saya baca yang berjudul Si Kidal(1977) yang ditulis oleh Satmowi. Buku cerita ini diterbitkan oleh penerbit Pustaka Jaya . Di cerita ini, kita akan mendapati sang tokoh utama Bono ditampilkan sebagai sosok tokoh yang baik meski sering terlambat sekolah. Bono ini pun juga sosok yang cerdas dan suka menolong. Sifat-sifat baik, kebiasaan baik sering ditampilkan dalam cerita anak. Selain itu, cerita anak juga  menampilkan sifat dan karakter yang tak baik, kedua sifat ini sengaja ditampilkan sebagai pembanding dan sebagai contoh kepada anak-anak kita. Cerita ini juga berlatar sekolah dunia yang akrab dengan anak-anak di masa lalu sampai sekarang. Cerita yang dikisahkan dalam buku Si Kidal ini cukup sederhana, tetapi dari kesederhanaan itulah, anak-anak lebih mudah menangkap inti cerita. Tantangan kita sebagai orangtua dan guru tentu semakin pelik dengan semakin lekatnya anak-anak dengan video-game, dengan play-station, sampai dengan permainan game-online.Apalagi permainan yang berbau teknologis itu semakin mudah didapatkan dan menyatu dalam genggaman (hape). Anak-anak masih membutuhkan cerita, membutuhkan kisah, melalui mulut dan tangan kitalah, mereka mestinya mendapatkannya. Bukan dari televisi, bukan dari sinetron dan bioskop yang justru seringkali menghadirkan dunia yang melampaui usia mereka. Kisah di buku Si Kidal ini mengingatkanku di masa di Sekolah Dasar dulu. Aku sering terlambat, meski rumahku dekat sekolah. Waktu itu, aku sering bangun kesiangan, gara-gara malam belajar matematika sama bapak sampai jam dua belas malam bahkan lebih. Ayah memang sering tegas ia tak ingin anaknya bodoh, gara-gara itu mungkin aku terlalu membenci matematika. Makin aku belajar anak makin aku menyelami dunia yang luas bak samudera. Ada banyak hal yang ternyata semakin kompleks di dunia anak. Fase-fase pertumbuhan dan perkembangan anak begitu variatif. Ini berkaitan dengan jiwa anak yang masih polos, ada anak yang kadang terlampau cepat menyerap berbagai hal di sekitar mereka, ada anak yang terkadang lambat dalam menangkap dunia sekitar mereka. Terkadang kita sebagai orang dewasa tak bisa menuruti bagaimana hasrat anak yang penuh pertanyaan, dunia anak yang penuh dengan keingintahuan, penuh dengan rasa penasaran. Kadang orang dewasa merasa risih, merasa direcokin dengan sifat kekhasan anak ini yakni ingin tahu dan penuh Tanya. Saat kita membatasi, membendung keingintahuan mereka inilah, perkembangan dan pertumbuhan anak sering terganggu. Akibatnya sering anak bersifat kasar dan suka membantah. Saya menemukan buku Mengenal Dunia Kanak-Kanak terbitan Rajawali Press terbitan tahun 1985. Buku ini disunting Kartini Kartono. Buku ini berisi berbagai masalah tentang anak-anak kita yang ditinjau oleh para Psikolog dan pemerhati anak. Ada anak yang menjadi beringas di sekolah dan setiap keinginannya harus dipenuhi. Hal ini karena orangtuanya selalu memanjakan dan selalu memberikan pengekangan terhadap keinginan dan kemandiriannya. Di buku ini diuraikan oleh Ny Dorothy Keiter sebab-sebab mengapa anak-anak terpaksa melindungi dirinya :
1.      Karena anak-anak betul-betul patah semangat
2.      Bila ia memandang dirinya sebagai seorang yang selalu gagal (penggagal)
3.      Karena orang lain memandang dirinya sebagai seorang yang tidak dapat dibanggakan
Singkatnya sikap anak yang “saya tidak peduli” dikarenakan mereka ingin menutupi rasa prihatin yang sangat dan perasaan yang mendalam dari rasa tidak berharga(hal. 10). Sikap memanjakan yang berlebih bisa jadi berakibat kepada reaksi anak yang tak baik, begitu pula mengacuhkannya terlalu lama juga akan mengakibatkan anak menjadi kurang perhatian dan menghambat perkembangannya. Dua buku ini memang menjadi buku tambahan untuk menapaki belajar tentang “anak”.

Solo, Selasa 30 /12/14

*) Penulis adalah Peminat Pendidikan dan Sastra Anak,Penulis Buku Mendidik Anak-Anak Berbahaya (2014)

Wednesday, 24 December 2014

Gadis...




Oleh Arif Saifudin Yudistira*)

         Siang itu mendung, bertepatan dengan acara sekaten di keraton solo. Aku pergi ke Gladag, niat ke Gladag sudah bulat, aku berbekal uang Rp.40.000,00 sebelumnya aku ke Gramed membeli buku kumcer Seno Gumira Adji Darma bertajuk “Penembak Misterius” terbitan Galang Press. Sesampai di Gladag, aku membuka-buka lapak buku dari depan sampai belakang. Di lapak depan, aku buka-buka lapak milik pak Bambang. Pak Bambang ini sebenarnya tak patut dipanggil “pak”, meski sudah punya anak, wajah putihnya bikin gemas orang, haha, tapi aku gemas dengan bukunya yang murah-murah, bukan sama orangnya. Benar saja aku menemukan buku J.Khisnamurti terbitan yayasan Khrisnamurti, buku itu kubuka-buka isinya dialog dan tanya jawab. Saya tak mengerti kenapa pemikiran justru disampaikan dengan dialog, tanya jawab. Barangkali memang seperti itulah keilmuan di masa lalu ditemukan, dengan tanya jawab, tentu kita tahu dialog Sokrates yang terkenal itu. Aku tak membeli buku itu, barangkali karena sampulnya yang sudah rusak jadi tak menarik. Aku lanjutkan pencarianku, dapatlah buku seri psikologi populer, buku ini terbitan Rajawali Press. Buku wagu, berwarna putih berjudul “Bagaimana mengatasi Stress?”. Buku ini memang mengundang minatku mengurusi psikologi, sekolah, anak. Tiga hal ini menarik minatku untuk sinau lebih lanjut tentang pendidikan dari aspek psikologi dan masalah anak. Buku itu kubayar, harganya murah meriah, Rp.4.000,00 ah, saya jadi senang bin bahagia. Hujan pun turun, para penjual buku siap-siap menutup lapak bukunya dengan plastik putih. 
        Perjalanan kulanjutkan untuk membuka-buka dan memilih buku di lapak seorang ibu langgananku. Tapi tak ada buku yang menarik buatku, aku pun pindah di lapak buku paling belakang. Di lapak paling belakang ini jarang kubeli karena di lapak ini seringnya buku-buku bahasa inggris dan buku soal-soal ujian. Tapi hari ini lain, aku menemukan buku menarik. Buku karangan Anjar Any pengarang ampuh yang telah menulis banyak buku berbahasa jawa dari cerita anak sampai seri biografi. Salah satu buku Anjar Any yang kupunya adalah buku tentang Ranggawarsita, Apa Yang Akan Terjadi?, buku ini dicetak di penerbitan solo, semasa itu masih percetakan. Di lapak buku ini aku menemukan buku Anjar Any yang berjudul Misteri Mistik Bung Karno dan buku menarik berjudul Gadis Remaja karya Dr.SIS HEYTER diterjemahkan oleh Nj.S.Darmawan buku diberi tagline Ilmu Jiwa Gadis Dari Masa Sekolahnja Jang Terachir Sampai Masa Dewasa. Buku menarik, lama sekali aku tertarik mempelajari psikologi remaja utamanya psikologi sang gadis. Bukan hanya persoalan rayuan, persoalan mode, fashion, tetapi juga soal puberitas setidaknya itulah beberapa soal gadis masa kini yang aku amati. Buku ini diterbitkan di tahun 1961, dinas penerbitan Balai Pustaka Djakarta. Aku jadi ingat Soekarno, buku ini terbit di rezim Soekarno. Soekarno memang melek buku, barangkali terjemahan ini untuk bacaan para kaum ibu, kaum pendidik dan kaum remaja di masa itu. Di daftar isi aku melihat topik-topik menarik. Seperti sifat hakiki wanita, remaja puteri ke arah tudjuannya, kelakuan sosial, type gadis, kepribadian pendidik, sampai pada bab gerakan pemuda puteri. Aku membuka dan membaca di halaman 185, aku menemukan bab yang menarik yakni bab pendidikan di asrama. Ada kalimat menarik di dalam buku ini : “Teranglah di masa pubertet ini, pakaian seragam amat dibentji gadis-gadis ini”(h.187). Aku jadi ingat di kampusku justru mereka banyak mengenakan seragam terutama di PGSD. Ini seperti bertentangan dengan gadis-gadis remaja di masa lampau. Mungkin karena mereka tak berani menyatakan pendapatnya soal seragam. Hal yang perlu diperhatikan dalam pendidikan asrama seperti diungkap dalam buku ini yakni “Orangtua maupun pendidik-pendidik asrama itu akan menginsjafi bahwa perlu sekali adanja hubungan jang erat dan tetap terpelihara antara anak dan keluarganja : hubungan jang banjak, waktu menengok jang banjakdan liburan di keluarga sendiri” (h.191). Hal ini karena hubungan anak gadis dibanding dengan lelaki, lebih erat hubungan emosionalitas gadis dengan keluarganya. Karena itulah, mereka memerlukan waktu lama untuk menyesuaikan diri bisa hidup mandiri di asrama. Intensitas menengok orangtua, pendidik dan keluarga adalah cara kita untuk tak hanya menjalin kominikasi, tetapi juga sekaligus sebagai sarana untuk mengatasi problema dan mengetahui lingkungan hidup si gadis. Di masa sekarang apalagi, pergaulan bebas sering mengakibatkan gadis remaja tumbuh dengan pergaulan luas tanpa menjaga batas-batas (etiket)nya.  
       Persoalan gadis remaja memang kompleks, tak hanya persoalan dirinya menghadapi masa pubernya, tetapi juga hubungannya dengan lawan jenis, hubungannya dengan sahabat, dan hubungannya dalam menambah kepercayaan dirinya. Amat jarang dan langka di masa sekarang gadis remaja yang berani mengungkapkan gagasannya di depan umum. Mereka lebih sering mengungkapkan apa yang mereka rasakan di balik layar. Karena itulah, mereka sering dijuluki bigos “biang gosip”, apalagi di masa sekarang, amat sering gadis remaja kita menjadi tukang gosip sekaligus penggemar infotainment berbau gosip. Kita bisa simak berapa fans page acara-acara gosip dan infotainment itu yang begitu membludak. Bahkan mereka sering memuat ulang berita gosip dan acara gosip di media sosial mereka. Aku bersyukur setidaknya melalui buku Dr.Sis Heyster aku bisa belajar lebih banyak tentang Gadis Remaja dan dunia mereka. Aku beruntung sekali mendapat buku ini. Ternyata buku ini buku langka, ku cari covernya tak ada, adanya buku itu kutemukan di perpustakaan Monash University dan perpustakaan Malaysia. Oh, memperoleh buku langka seperti memperoleh gadis cantik.

Solo, Rabu, 24 November 2014

*)Penulis adalah Peminat Pendidikan dan Sastra Anak, Guru MIM Pk Kartasura
Santri Tadarus Buku Bilik Literasi