Oleh Arif Saifudin Yudistira*)
Siang mulai datang, tapi mendung
belum hilang sehingga matahari tak tampak. Aku tutup latihan pidato bersama
muridku dengan hamdalah, ucapan lega. Kini aku kembali menulis ulasan buku 100
Vragen Over Peuters Het Spectrum Ultrect/ Antwerpen,1980 buku ini
diterjemahkan dalam bahasa Indonesia menjadi 100 pertanyaan Mengenai Balita.
Buku ini ditulis oleh Ieneke Suidman. Buku ini lebih mudah dibaca karena dalam
bentuk pertanyaan. Dalam kata pengantar di buku ini diterangkan mengenai
mengapa buku ini disusun dalam bentuk demikian. “Tentu saja kalau
sungguh-sungguh dicari ,jawaban atas pertanyaan-pertanyaan itu memang tersedia.
Orangtua bisa pergi ke dokter atau biro konsultasi anak untuk menanyakannya.
Tetapi, tentulah akan lebih praktis kalau sebanyak mungkin pertanyaan itu
dikumpulkan, diterbitkan, dalam buku dan tersedia di rumah sehingga setiap
pertanyaan muncul, ketika itu pula tersedia jawabnya” (h.16). Meski buku ini
disusun dalam bentuk pertanyaan, buku ini dibagi menjadi berbagai Delapan Tema
seperti ; Pendidikan, Pergaulan, Berbicara, Bermain,Tidur, Ngompol, Makan,
dan Perawatan. Banyak orangtua merasa menemukan sesuatu yang mengganjal dan
pertanyaan-pertanyaan mengenai bagaimana sikap mereka atau cara mereka memperlakukan
balita mereka. Seorang Balita bisa bersifat keras kepala, keras kepala disini
artinya keras kepala yang baik. Ia mulai berlatih melakukan sesuatu dengan cara
dan kemampuannya sendiri (h.19). Pertanyaan dan persoalan dalam buku ini adalah
kasus yang sering dialami oleh kebanyakan orangtua. Contoh lain mengenai
bagaimana pendidikan kepada balita adalah ketika kita melihat anak kita
bertengkar. Di buku ini ditulis bahwa “perhatian dari orang dewasa justru
sering membuat pertengkaran menjadi lebih besar dari sebenarnya. Anak-anak
mudah berdebat dan meningkatkannya menjadi pertengkaran, tetapi segera berhenti
dan terus bermain-main seperi semula”(h. 24). Karena pertengkaran mengajarkan
pada anak-anak bagaimana harus bergaul dengan sesamanya. Mereka yang pada masa
kecilnya belajar menemukan pemecahan atau jalan keluar dari pertengkaran dan
perbedaan pendapat, tentu akan menikmati hasilnya pada masa dewasanya. Bayi
dengan pertumbuhan dan perkembangannya memungkinkan anak-anak meluapkan
amarahnya, bermain dan tertawa. Marah adalah bagian dari pertumbuhan dan
perkembangan. Seringkali anak-anak marah
bisa disebabkan karena berbagai hal
seperti ia tidak bisa melakukan sesuatu, ia merasa tidak diperhatikan, sebab
lain adalah karena anak-anak kehabisan energy. Sebab-sebab itulah yang perlu
diperhatikan oleh orangtua, sebab lebih baik membiarkan anak-anak dan balita
kita meluapkan ekspresinya, daripada membentak dan membiarkan emosinya
terpendam dalam batinnya yang mengakibatkan ia menjadi lebih ekspresif dan lebih
tak terkontrol di masa-masa mendatang. Balita juga secara alamiah mengenali
bentuk tubuhnya, mengenali fisiknya. Alangkah baik bila kita orangtua juga
mengajarkan demikian, mandi bersama balita bukanlah hal yang tidak baik
dilakukan, justru dengan mandi bersama anak kita dengan sendirinya mengenalkan
fisik dan mengajarkan anak tentang seksual. Dengan demikian, anak menjadi tidak
kaget ketika mengenali jenis kelamin dan organ seksual ketika ia besar nanti.
Balita secara alamiah juga akan
pelan-pelan mengenali lingkungannya sendiri utamanya dalam lingkungan keluarga.
Anak-anak perlu dikenalkan kepada oranglain agar ia tak menjadi pemalu, baik
bila anak lebih akrab dengan orang lain. Ini akan memudahkan ia, untuk
menyesuaikan diri dengan lingkungan yang berbagai sisi. Anak-anak pun sering
bermain dengan binatang dalam lingkungannya. Sebagai orangtua terkadang kita
berlebihan tatkala melihat anak kita bermain dengan binatang. Bermain dengan
binatang selama ia tak membahayakan, alangkah lebih baik kalau kita membiarkan
mereka bermain dengan binatang. Dengan bergaul dengan binatang, anak-anak akan
lebih memunculkan semangat kasih sayang kepada binatang, dan selain itu, mereka
akan lebih belajar mengatasi ancaman dari binatang. Tentu mengawasi anak-anak
kita bermain, juga hal yang tidak bisa kita abaikan, tergantung dari
kemandirian anak-anak kita. Di buku ini kita juga akan menemui topic mengenai
kecakapan anak. Anak-anak yang mengalami kesulitan berbahasa bisa jadi karena
ia belum menemukan kata yang tepat untuk mengatakan sesuatu. Anak-anak di masa
balita ini juga masih belum sempurna untuk membedakan sesuatu yang bersifat
fantasi dan realitas. Karena itulah kita sering melihat ia membuat
personifikasi menjadikan benda-benda di sekitar mereka hidup. Sebagai orangtua,
tentu kita boleh saja untuk membiarkan itu tapi juga perlu membimbing dan
menunjukkan realitas kepada anak. Anak-anak sering juga mengatakan sesuatu
secara tak lengkap misalkan mengatakan Ayah sebagai “baba”, maka kita sebagai
orangtua lebih baik untuk mengatakan kata yang benar “Ayah”. Dengan mengucap
kata yang benar, maka anak-anak akan mengerti bahwa kata yang diucapkan mereka
belum fasih, dan anak akan memperbaiki kata yang salah itu. Tetapi bila
orangtua justru mengucapkan kata yang salah, misalnya “cucu”, maka anak akan
terbiasa dengan menerima kata “cucu” sebagai yang benar. Sering orangtua tak
memperhatikan hal ini, karena saking asyiknya bermain dengan anak-anaknya.
Berkaitan dengan topic yang terakhir mengenai tingkah laku anak seperti Ngompol.
Orangtua akan lebih baik bila membiasakan kepada anak untuk tidak ngompol
sedari dini. Selain itu, tempat tidur balita juga lebih baik dipisah ketika
mereka sudah mencapai usia yang cukup. Buku 100 Pertanyaan Mengenai Balita,
memang membantu kita untuk lebih mengetahui dunia balita lebih jauh. Buku ini
cocok untuk orangtua, guru, Pembina kelompok bermain, juru rawat anak, dan
sebagainya. Saya senang memiliki buku ini sebagai referensi lebih jauh sinau
anak.
Rabu,
31 Desember 2014
*)Penulis
adalah Peminat Pendidikan dan Sastra Anak