klik disini untuk dapatkan dollar secara gratis!

Tuesday 2 December 2014

Edward De Bono Dan Berfikir


Bila berfikir adalah aktifitas yang jarang dilakukan oleh kita, lalu bagaimana kita akan berubah?, bagaimana kita menghindar dari rutinitas dan stagnasi berfikir?.

Oleh Arif Saifudin Yudistira*)

             Siang itu, langit tak terlalu mendung (2/12/14), aku kena flu. Badan tak karuan rasanya, bersamaan hari itu ada outbond guru-guru. Aku memutuskan izin, benarlah adanya, aku pulang ke simbok. Simbok selalu tahu cara mengatasi sakitku. Kerikan. Setelah agak reda badanku, aku masih merasakan badan terasa gembrebeg.Kuputuskan untuk minum ultraflu sama jahe anget. Setelah rada lumayan, aku hanya berfikir, sia-sia kalau istirahatku di kala sakit terlewat begitu saja dengan ndengkur alias tidur alias molor. Kubuka tasku, ada buku Think before its late(2010). Buku ini seperti semacam buku motivasi, sepintas lalu. Tapi ternyata, ini adalah buku sebagaimana penulis sering mengatakan ini adalah buku tentang cara berfikir. Apakah berfikir memerlukan cara, metode?. Sebagaimana makan, sebagaimana kita mempelajari prosedur aktifitas, barangkali semacam itulah buku ini. Tetapi ternyata setelah saya khatamkan, buku ini lebih dari itu, ia mendiskripkan betapa pentingnya kita berfikir. Sebab sampai saat ini, kemajuan ilmu pengetahuan adalah buah dari kita berfikir. Namun demikian, ada fakta lain yang mencengangkan yang ditulis Bono, mengapa kita memerlukan berfikir yakni kita tidak menghasilkan apapun mengenai daya pikir manusia, selain di bidang matematika, selama kira-kira 2400 tahun, sejak para filsuf besar Yunani. Saya tidak percaya kita pantas untuk berpuas diri (h.1).Kita perlu berfikir untuk memampukan kita melahirkan dan menikmati nilai-nilai. Saya sering bercakap-cakap dengan teman, dan tanpa sadar saya menemukan nilai-nilai yang dimaksudkan Bono ini. Belum lama ini saya ngobrol dengan Emot, dengan Budi Hastono, dari dua orang itu saya menemukan dua hal menarik pertama tentang “terror-visual” yang ternyata sering dilakukan tanpa sadar oleh kaum hawa sebagai pancingan dan aksi, naasnya reaksi yang didapat justru lebih sering merugikan, sebab mereka tanpa sadar meneror mata kaum lelaki. Sedang dengan Budi Hastono, saya merasa menemukan dunia anak bukan saja dunia yang ada setelah bayi lahir, ia adalah dunia yang ada di alam bawah sadar si ibu yang tanpa sadar ikut membentuk dan mempengaruhi anak. Pengaruh music klasik selama ini yang didengung-dengungkan oleh para pakar, pada kenyataannya ikut mempengaruhi respon para bayi ketika ia lahir. Hal-hal ini belum banyak ditulis oleh para pakar anak yang mempelajari anak lebih jauh. Aku hanya berencana semoga dalam beberapa waktu ke depan aku sudah mulai bisa menyusun buku utuh tentang “Anak”.
          Yang menarik  dari buku Bono ini adalah ia mengelaborasikan setiap unsure yang dianggap memegang pengaruh penting dalam urusan berfikir dan menarik garis lurus, bahwa pada dasarnya kita perlu berfikir lateral. Ia mengaitkan sekolah, mengaitkan universitas, sampai kepada perusahaan. Bono sebagai penulis pun dipercaya oleh tak hanya universitas tetapi juga sekolah dan perusahaan-perusahaan besar dunia yang memiliki masalah dalam hal berfikir. Beberapa pernyataannya begitu menyentak dan mengejutkan. Misalnya ketika ia berbicara tentang otak, otak manusia Otak manusia tidak dirancang untuk menjadi kreatif. Otak dirancang untuk membuat pola-pola yang rutin, lalu mengenakannya, serta mengikuti pola-pola tersebut, itulah mengapa hidup kita ini mudah dan memungkinkan (h.23). Kesimpulan saya ini mengingatkan saya kepada apa yang disimpulkan oleh Afrizal Malna,seorang pemikir post modern. Ia menyimpulkan tidak betah di solo karena di solo tak menciptakan letupan dan ledakan. Barangkali karena rutinitas, pola-pola yang berulang itulah, kita sulit menciptakan inovasi dan kreatifitas. Dua kata ini menurut saya tak memiliki tautan dengan demografi. Bagiku, demografi adalah cara kita untuk menjadikan tubuh kita keluar dari keterkungkungannya bukan sebaliknya diam dan membiarkan tubuh kita mengikuti pola yang linier. Ketika Bono menyinggung soal sekolah, Bono juga memaparkan kekhawatirannya mengenai dampak dari teknologi yang mengakibatkan kemiskinan berfikir. Menurut Bono, anak-anak sekarang terlampau dini mengenal teknologi. Ia menuliskan efek negative computer dan pengaruhnya kepada kebiasaan berfikir. Perkembangan computer dengan kemampuan supernya, dalam mengolah informasi,telah memperburuk permasalahan yang ada. Apa yang terjadi jika seorang anak yang masih sangat muda diberi computer?. Mereka  mengembangkan kebiasaan mencari jawaban yang mereka butuhkan. Mereka tidak perlu lagi berfikir-mereka hanya mencari jawabannya. Kemampuan mencari menggunakan computer adalah sesuatu yang hebat, tetapi kemampuan berfikir juga sangat penting (h.82)
          Bila berfikir adalah aktifitas yang jarang dilakukan oleh kita, lalu bagaimana kita akan berubah?, bagaimana kita menghindar dari rutinitas dan stagnasi berfikir?. Menurut Bono, kita memang perlu menyediakan waktu untuk berfikir. Dari berfikir itulah kita menemukan kebijaksanaan dan menemukan kebenaran sebagaimana anjuran para filsuf. Sebagaimana yang dikutip Bono dari hadist Rasulullah : Satu jam berfikir lebih berharga daripada tujuh puluh tahun untuk berdo’a. Namun, menurut Bono, berfikir saja tidaklah cukup, karena itulah ia di akhir buku ini menegaskan pentingnya tindakan. Ia mengutip Descrates : Saya bertindak maka saya membangun –Saya malah tak jadi mengantuk, saya belum tidur. Barangkali dengan sakit itu pula, kita tak boleh berhenti, untuk terus berfikir dan bertindak. Saya pikir, saya sepakat dengan Bono, bahwa tak cukup kita berfikir tetapi juga bertindak, berbuat sesuatu.



*) Penulis adalah Pengelola www.doeniaboekoe.blogspot.com




No comments:

Post a Comment