klik disini untuk dapatkan dollar secara gratis!

Tuesday 30 December 2014

Balita




Oleh Arif Saifudin Yudistira*)

            Siang mulai datang, tapi mendung belum hilang sehingga matahari tak tampak. Aku tutup latihan pidato bersama muridku dengan hamdalah, ucapan lega. Kini aku kembali menulis ulasan buku 100 Vragen Over Peuters Het Spectrum Ultrect/ Antwerpen,1980 buku ini diterjemahkan dalam bahasa Indonesia menjadi 100 pertanyaan Mengenai Balita. Buku ini ditulis oleh Ieneke Suidman. Buku ini lebih mudah dibaca karena dalam bentuk pertanyaan. Dalam kata pengantar di buku ini diterangkan mengenai mengapa buku ini disusun dalam bentuk demikian. “Tentu saja kalau sungguh-sungguh dicari ,jawaban atas pertanyaan-pertanyaan itu memang tersedia. Orangtua bisa pergi ke dokter atau biro konsultasi anak untuk menanyakannya. Tetapi, tentulah akan lebih praktis kalau sebanyak mungkin pertanyaan itu dikumpulkan, diterbitkan, dalam buku dan tersedia di rumah sehingga setiap pertanyaan muncul, ketika itu pula tersedia jawabnya” (h.16). Meski buku ini disusun dalam bentuk pertanyaan, buku ini dibagi menjadi berbagai Delapan Tema seperti ; Pendidikan, Pergaulan, Berbicara, Bermain,Tidur, Ngompol, Makan, dan Perawatan. Banyak orangtua merasa menemukan sesuatu yang mengganjal dan pertanyaan-pertanyaan mengenai bagaimana sikap mereka atau cara mereka memperlakukan balita mereka. Seorang Balita bisa bersifat keras kepala, keras kepala disini artinya keras kepala yang baik. Ia mulai berlatih melakukan sesuatu dengan cara dan kemampuannya sendiri (h.19). Pertanyaan dan persoalan dalam buku ini adalah kasus yang sering dialami oleh kebanyakan orangtua. Contoh lain mengenai bagaimana pendidikan kepada balita adalah ketika kita melihat anak kita bertengkar. Di buku ini ditulis bahwa “perhatian dari orang dewasa justru sering membuat pertengkaran menjadi lebih besar dari sebenarnya. Anak-anak mudah berdebat dan meningkatkannya menjadi pertengkaran, tetapi segera berhenti dan terus bermain-main seperi semula”(h. 24). Karena pertengkaran mengajarkan pada anak-anak bagaimana harus bergaul dengan sesamanya. Mereka yang pada masa kecilnya belajar menemukan pemecahan atau jalan keluar dari pertengkaran dan perbedaan pendapat, tentu akan menikmati hasilnya pada masa dewasanya. Bayi dengan pertumbuhan dan perkembangannya memungkinkan anak-anak meluapkan amarahnya, bermain dan tertawa. Marah adalah bagian dari pertumbuhan dan perkembangan. Seringkali anak-anak  marah bisa disebabkan  karena berbagai hal seperti ia tidak bisa melakukan sesuatu, ia merasa tidak diperhatikan, sebab lain adalah karena anak-anak kehabisan energy. Sebab-sebab itulah yang perlu diperhatikan oleh orangtua, sebab lebih baik membiarkan anak-anak dan balita kita meluapkan ekspresinya, daripada membentak dan membiarkan emosinya terpendam dalam batinnya yang mengakibatkan ia menjadi lebih ekspresif dan lebih tak terkontrol di masa-masa mendatang. Balita juga secara alamiah mengenali bentuk tubuhnya, mengenali fisiknya. Alangkah baik bila kita orangtua juga mengajarkan demikian, mandi bersama balita bukanlah hal yang tidak baik dilakukan, justru dengan mandi bersama anak kita dengan sendirinya mengenalkan fisik dan mengajarkan anak tentang seksual. Dengan demikian, anak menjadi tidak kaget ketika mengenali jenis kelamin dan organ seksual ketika ia besar nanti.
            Balita secara alamiah juga akan pelan-pelan mengenali lingkungannya sendiri utamanya dalam lingkungan keluarga. Anak-anak perlu dikenalkan kepada oranglain agar ia tak menjadi pemalu, baik bila anak lebih akrab dengan orang lain. Ini akan memudahkan ia, untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan yang berbagai sisi. Anak-anak pun sering bermain dengan binatang dalam lingkungannya. Sebagai orangtua terkadang kita berlebihan tatkala melihat anak kita bermain dengan binatang. Bermain dengan binatang selama ia tak membahayakan, alangkah lebih baik kalau kita membiarkan mereka bermain dengan binatang. Dengan bergaul dengan binatang, anak-anak akan lebih memunculkan semangat kasih sayang kepada binatang, dan selain itu, mereka akan lebih belajar mengatasi ancaman dari binatang. Tentu mengawasi anak-anak kita bermain, juga hal yang tidak bisa kita abaikan, tergantung dari kemandirian anak-anak kita. Di buku ini kita juga akan menemui topic mengenai kecakapan anak. Anak-anak yang mengalami kesulitan berbahasa bisa jadi karena ia belum menemukan kata yang tepat untuk mengatakan sesuatu. Anak-anak di masa balita ini juga masih belum sempurna untuk membedakan sesuatu yang bersifat fantasi dan realitas. Karena itulah kita sering melihat ia membuat personifikasi menjadikan benda-benda di sekitar mereka hidup. Sebagai orangtua, tentu kita boleh saja untuk membiarkan itu tapi juga perlu membimbing dan menunjukkan realitas kepada anak. Anak-anak sering juga mengatakan sesuatu secara tak lengkap misalkan mengatakan Ayah sebagai “baba”, maka kita sebagai orangtua lebih baik untuk mengatakan kata yang benar “Ayah”. Dengan mengucap kata yang benar, maka anak-anak akan mengerti bahwa kata yang diucapkan mereka belum fasih, dan anak akan memperbaiki kata yang salah itu. Tetapi bila orangtua justru mengucapkan kata yang salah, misalnya “cucu”, maka anak akan terbiasa dengan menerima kata “cucu” sebagai yang benar. Sering orangtua tak memperhatikan hal ini, karena saking asyiknya bermain dengan anak-anaknya. Berkaitan dengan topic yang terakhir mengenai tingkah laku anak seperti Ngompol. Orangtua akan lebih baik bila membiasakan kepada anak untuk tidak ngompol sedari dini. Selain itu, tempat tidur balita juga lebih baik dipisah ketika mereka sudah mencapai usia yang cukup. Buku 100 Pertanyaan Mengenai Balita, memang membantu kita untuk lebih mengetahui dunia balita lebih jauh. Buku ini cocok untuk orangtua, guru, Pembina kelompok bermain, juru rawat anak, dan sebagainya. Saya senang memiliki buku ini sebagai referensi lebih jauh sinau anak.

Rabu, 31 Desember 2014


*)Penulis adalah Peminat Pendidikan dan Sastra Anak



           


           

No comments:

Post a Comment