klik disini untuk dapatkan dollar secara gratis!

Monday 29 December 2014

Sinau Anak



Oleh Arif Saifudin Yudistira*)

Anak-anak masih membutuhkan cerita, membutuhkan kisah, melalui mulut dan tangan kitalah, mereka mestinya mendapatkannya. Bukan dari televisi, bukan dari sinetron dan bioskop yang justru seringkali menghadirkan dunia yang melampaui usia mereka

Pagi yang lesu, aku bangun jam empatan, badan mriang, tanda mau masuk angin, kuoles minyak kapak. Kubawa tidur, jam enam aku bangun. Setelah bantu beres-beres pak kos yang lagi beres-beres halaman setelah potong ranting-ranting mangga. Aku buat teh kemuning, sebutan yang pas untuk teh ini adalah teh rasa kopi. Setelah kelar, aku nyeplok telor, makan. Ah, nikmat juga. Aku berniat menuliskan ini hari-hari kemarin, setelah membaca buku cerita anak berjudul Si Kidal garapan Satmowi. Buku terbitan Pustaka Jaya terbitan tahun 1977. Buku cerita anak di perpustakaanku memang belum lengkap, setidaknya aku meraba-raba pelan-pelan belajar dan menekuni cerita anak di tahun-tahun orde lama sampai orde baru, kalau bisa sampai sekarang. Buku ini kuselesaikan waktu pagi pula, sesudah subuh, waktu itu hari senin tanggal (29/12/14). Buku ini memang tipis, kemasan yang simple dan tetap menarik. Buku ini bergambar sampul seorang gadis yang dikejar anjing. Tak ada biografi pengarang, sekadar dugaan saja barangkali Satmowi begitu terkenal di masa itu. Saya tak berani berujar lebih jauh, tak ada keterangan di buku ini. Cerita menarik, Si Kidal digambarkan sebagai anak baik yang sering menggunakan tangan kirinya, makanya dijuluki kidal. Ada lima cerita di buku ini, mengisahkan bagaimana karakter si tokoh utama Kidal dengan teman-temannya. Kidal baik hati, tidak sombong dan ia penggemar wayang. Hobinya menggambar wayang. Kidal sering terlambat ke sekolah, karena ulahnya itulah ia sering diolok-olok Tunggadewi. Di tahun-tahun lalu, di masa Orde lama maupun Orde Baru kita masih bisa memunguti kisah cerita anak yang berlimpah. Banyak para guru dan para penulis yang menuliskan cerita anak. Tak hanya demi misi pendidikan, bahkan cerita anak di masa lampau sering dan intim dengan dunia revolusi dan perjuangan kemerdekaan. Di tahun, 70-an, kita mendapati cerita anak lebih berbau sekolah dan adegan-adegan belajar. Misalnya pada cerita yang saya baca yang berjudul Si Kidal(1977) yang ditulis oleh Satmowi. Buku cerita ini diterbitkan oleh penerbit Pustaka Jaya . Di cerita ini, kita akan mendapati sang tokoh utama Bono ditampilkan sebagai sosok tokoh yang baik meski sering terlambat sekolah. Bono ini pun juga sosok yang cerdas dan suka menolong. Sifat-sifat baik, kebiasaan baik sering ditampilkan dalam cerita anak. Selain itu, cerita anak juga  menampilkan sifat dan karakter yang tak baik, kedua sifat ini sengaja ditampilkan sebagai pembanding dan sebagai contoh kepada anak-anak kita. Cerita ini juga berlatar sekolah dunia yang akrab dengan anak-anak di masa lalu sampai sekarang. Cerita yang dikisahkan dalam buku Si Kidal ini cukup sederhana, tetapi dari kesederhanaan itulah, anak-anak lebih mudah menangkap inti cerita. Tantangan kita sebagai orangtua dan guru tentu semakin pelik dengan semakin lekatnya anak-anak dengan video-game, dengan play-station, sampai dengan permainan game-online.Apalagi permainan yang berbau teknologis itu semakin mudah didapatkan dan menyatu dalam genggaman (hape). Anak-anak masih membutuhkan cerita, membutuhkan kisah, melalui mulut dan tangan kitalah, mereka mestinya mendapatkannya. Bukan dari televisi, bukan dari sinetron dan bioskop yang justru seringkali menghadirkan dunia yang melampaui usia mereka. Kisah di buku Si Kidal ini mengingatkanku di masa di Sekolah Dasar dulu. Aku sering terlambat, meski rumahku dekat sekolah. Waktu itu, aku sering bangun kesiangan, gara-gara malam belajar matematika sama bapak sampai jam dua belas malam bahkan lebih. Ayah memang sering tegas ia tak ingin anaknya bodoh, gara-gara itu mungkin aku terlalu membenci matematika. Makin aku belajar anak makin aku menyelami dunia yang luas bak samudera. Ada banyak hal yang ternyata semakin kompleks di dunia anak. Fase-fase pertumbuhan dan perkembangan anak begitu variatif. Ini berkaitan dengan jiwa anak yang masih polos, ada anak yang kadang terlampau cepat menyerap berbagai hal di sekitar mereka, ada anak yang terkadang lambat dalam menangkap dunia sekitar mereka. Terkadang kita sebagai orang dewasa tak bisa menuruti bagaimana hasrat anak yang penuh pertanyaan, dunia anak yang penuh dengan keingintahuan, penuh dengan rasa penasaran. Kadang orang dewasa merasa risih, merasa direcokin dengan sifat kekhasan anak ini yakni ingin tahu dan penuh Tanya. Saat kita membatasi, membendung keingintahuan mereka inilah, perkembangan dan pertumbuhan anak sering terganggu. Akibatnya sering anak bersifat kasar dan suka membantah. Saya menemukan buku Mengenal Dunia Kanak-Kanak terbitan Rajawali Press terbitan tahun 1985. Buku ini disunting Kartini Kartono. Buku ini berisi berbagai masalah tentang anak-anak kita yang ditinjau oleh para Psikolog dan pemerhati anak. Ada anak yang menjadi beringas di sekolah dan setiap keinginannya harus dipenuhi. Hal ini karena orangtuanya selalu memanjakan dan selalu memberikan pengekangan terhadap keinginan dan kemandiriannya. Di buku ini diuraikan oleh Ny Dorothy Keiter sebab-sebab mengapa anak-anak terpaksa melindungi dirinya :
1.      Karena anak-anak betul-betul patah semangat
2.      Bila ia memandang dirinya sebagai seorang yang selalu gagal (penggagal)
3.      Karena orang lain memandang dirinya sebagai seorang yang tidak dapat dibanggakan
Singkatnya sikap anak yang “saya tidak peduli” dikarenakan mereka ingin menutupi rasa prihatin yang sangat dan perasaan yang mendalam dari rasa tidak berharga(hal. 10). Sikap memanjakan yang berlebih bisa jadi berakibat kepada reaksi anak yang tak baik, begitu pula mengacuhkannya terlalu lama juga akan mengakibatkan anak menjadi kurang perhatian dan menghambat perkembangannya. Dua buku ini memang menjadi buku tambahan untuk menapaki belajar tentang “anak”.

Solo, Selasa 30 /12/14

*) Penulis adalah Peminat Pendidikan dan Sastra Anak,Penulis Buku Mendidik Anak-Anak Berbahaya (2014)

No comments:

Post a Comment