Oleh Arif Saifudin Y*)
Sore bertabur hujan yang tak mau
berhenti, aku bertekad menulis!. Setelah jalan sehat bersama guru-guru
se-Sukoharjo, aku lelah, tertidur habis makan bakso. Aku menghabiskan buku Sahabat-Sahabat Cilik Rasululloh (2011)
karya Nizar Abazhah. Penulis ini kukenal melalui buku-buku terbitan Zaman. Buku
ini adalah kisah anak-anak semasa Rasululloh dan sikapnya terhadpap mereka. Membaca
buku ini seperti diajak untuk mengerti, memahami dan memasuki dunia anak-anak. Anak-anak
bila diperlakukan dengan baik, dengan santun, diajari dan dididik dengan baik,
ia akan mengingat apa yang kita lakukan terhadapnya, dan membekas. Setidaknya hal
itu yang disampaikan oleh anak-anak yang mengelilingi kehidupan Rasul. Salah satunya
Aisyah isteri Rasul sendiri, yang mengingat ketika Rasul memperlakukannya
layaknya orang dewasa. Dalam suatu permainan balapan, Rasulullah mengajaknya
untuk balapan lari, dan Aisyah menang. Tetapi di lain waktu, ketika Aisyah
kalah, Aisyah pun cemberut. Saat itu pula Rasul hanya mengatakan “ Impas “
sambil tersenyum. Meskipun Aisyah anak perempuan, balapan lari bukan hal yang
asing bagi anak perempuan. Apalagi di kalangan masyarakat kita, adat istiadat
demikian sering dianggap masih tabu. Padahal islam tak membedakan antara lelaki
dan perempuan. Namun demikian, dalam urusan perlakuan terhadap anak, anak
perempuan seperti mendapatkan posisi tersendiri di mata Rasululloh. Saya menemukan
hal ini dari Al-Sunan al-Kubra karangan al-Baihaqi : “Jangan beda-bedakan soal
pemberian untuk anak-anakmu. Bila kau ingin member lebih, lakukan kepada anakmu
yang perempuan “ (h.202). meski demikian, kita tak bisa menafikkan bahwa
perlakuaan Rasulullah selalu adil terhadap anak-anak di sekeliling mereka. Sebagaimana
yang diriwayatkan oleh Tirmidzi : “Bertakwalah kepada Alloh dan bersikaplah
adil kepada putra-putri kalian”.
Di buku ini kita akan menemukan tak
hanya kisah Aisyah yang begitu manjanya kepada Rasulullah. Juga kisah anak yang
pemberani yang dalam usia puluhan tahun sudah ingin ikut perang seperti Samurah
Ibnu Jundab. Juga para anak-anak yang penyayang binatang sampai dijuluki “Si pemilik
burung pipit” Abu Umair. Sikap Rasul
kepada anak-anak tak hanya mendoakan, menghibur dan menjadi teman bagi
dunianya. Ia mengerti dan memahami dunia anak. Barangkali karena itu pula,
kenangan anak-anak itu membekas sampai dewasa. Kita mengetahui betapa sabar dan
mengertinya Rasul ketika melihat sang cucu kesayangannya menungganginya ketika
shalat. Kita juga akan disuguhi kisah para alon cendekiawan muslim dunia
melalui buku ini. Abdullah Ibnu Abbas, Zaid Bin Tsabit, Anas Ibn Malik. Mereka adalah
orang yang semasa kecilnya boleh mengikuti majelis Rasul dan menyimak apa yang disampaikan
nabi. Disini bisa kita lihat bahwa anak-anak begitu cepat menyerap dan memahami
ilmu bila ia diasah dan didukung oleh kita. Mendidik anak perlu ketegasan,
tetapi juga perlu kesabaran. Di buku ini, kita akan menemukan pengalaman
anak-anak yang ada di sekitar Rasul memperoleh perlakuan yang halus. Rasul
mendidik Anas Ibn Malik misalnya, ia menuturkan bahwa ia belum pernah ditegur
dengan cara yang kasar, bila ia lalai ia juga belum pernah dibentak apalagi
dengan kata-kata keras. Anas adalah pelayan Rasul, ia sering dikomentari oleh
banyak orang, namun Rasul memberinya dukungan dan kepercayaan. Tak pelak Anas
justru semakin mengerti banyak hal dari kehidupan Rasul dan meriwayatkan banyak
hadist. Rasulullah juga menyuruh kita mengajari anak-anak kita tak hanya
keterampilan ragawi, tetapi juga ilmu pengetahuan. Dalam Kanz al-Ummal
dituliskan bahwa kewajiban orangtua kepada anaknya adalah mengajarkan Al-qur’an,
berburu, memanah, dan memberi rezeki yang halal”. Bila nabi sedang bermain
dengan anak-anak, ia akan menyenangkannya, menggendongnya sampai si anak merasa
puas. Hal ini menjadi pelajaran bagi saya selaku guru. Dari kisah ini, saya
mengerti bahwa anak-anak memiliki hati dan perasaan serta jiwa yang halus, mereka
sangat peka dan begitu sensitive. Bila ia dibentak, ia akan merasa takut. Pernah
saya membentak anak karena keterlaluan dalam bermain. Barangkali karena usil
adalah bagian dari sifat khas anak. Sandal saya diumpetin sampai tak ketemu
selama dua hari, gara-gara peristiwa itu, si anak jadi membenci saya. Tidak mudah
mengingatkan anak-anak kita dengan cara yang halus. Tidak hanya dalam urusan
bermain, Rasul pun mendidik anak untuk berani. Kita menyimak kisah Samurah Ibnu
Jundab yang bersikukuh ikut perang uhud. Samurah diuji untuk bertarung dengan
temannya dan Samurah memenangkan pertarungan itu. Pertarungan itu untuk
mendidik dan membuktikan bahwa anak memiliki tanggungjawab. Ternyata Samurah
benar membuktikan perkataannya bahwa ia mampu mengalahkan temannya dan diberi
kesempatan ikut perang uhud. Meski Samurah usianya masih puluhan tahun, Samurah
diberi kesempatan untuk ikut membantu dalam perang. Itulah perlakuaan Rasul
mendidik anak-anak nya untuk berani bertanggungjawab dan berani melawan musuh.
Buku ini menambah khazanah dan kisah
anak-anak di masa lampau yang hidup di sekitar Rasul. Buku ini patut dijadikan
sebagai rujukan agar kita belajar banyak dari cara dan sikap Rasul dalam
mendidik anak. Tak hanya kesabaran, pengasih, dan penuh keceriaan. Rasul
mendidik anak-anak mereka dengan cita kasih dan ketulusan. Dari didikannya
itulah lahir ilmuwan, cendekiawan, panglima perang, sampai perawi hadist. Karena
itulah, mendidik anak adalah hal penting bagi kita untuk menciptakan generasi
yang lebih baik. Dari cara mendidik anak itu pula kita akan tahu wajah
anak-anak kita puluhan tahun ke depan.
*) Penulis adalah Peminat Pendidikan Dan
Sastra Anak, Pengelola doeniaboekoe.blogspot.com
Mohon ijin meminta copy bukunya sahabat cilik rasulullah dr nizar abazah.trims sebelumnya
ReplyDelete