Oleh Arif Saifudin
Yudistira*)
Ini musim hujan, desember yang
basah, desember yang dingin. Selesai makan siang bersama kekasih, aku ambil
majalah sekolah yang kukelola bersama guru-guru waras, yang sadar tugasnya tak
hanya mencerdaskan bangsa, tapi mendidik bangsa dan mendidik bangsa tak hanya
mengajar. Sedikit lega, tapi belum puas sepenuhnya, mungkin karena aku baru
pertama mengelola majalah sekolah, atau mungkin karena alasan lain. Tapi aku
sedikit gembira, menyungging senyum di bibirku, aku lega, setidaknya karyaku
bersama murid-muridku, dan guru-guru ada di sini. Majalah ceria sesuai dengan
namanya, majalah ini benar-benar menampilkan kesan “ceria”. Di hari senin sore
(22 Desember 2014) sewaktu hari ibu, aku justru menghabiskan buku tentang
natal. Aku membaca buku garapan Karl May bertajuk Malam Natal Di Rocky Mountains (2001), terbitan KPG. Konon
penerbitan Karl May dimulai sejak 1950-an, aku merasa beruntung punya presiden
melek literasi, dari itulah penerjemahan buku-buku dan karya penulis dunia bisa
kita kenal. Aku memang berniat mempelajari Karl May. Tapi tak punya banyak buku
tentang nya, aku beruntung dipinjami Setianingsih, esais perempuan yang tekun. Seperti
di pembukaan, petualangan Winnetou dan Old Shatterhand begitu memikat. Tak hanya
karena ia memperjuangkan nilai-nilai keadilan, perdamaian, anti ras. Tapi petualangan
sang tokoh begitu menarik, kisah ini mirip kisah-kisah pendekar. Hanya saja
karena Shatterhand pendekar dari Amerika, jadi mereka mirip koboy yang punya
senjata kuda dan pistol. Saya tak banyak bisa memasuki suasana yang dihadirkan
oleh sang tokoh. Agak samar-samar dan belum membekas membaca cerita ini. Tapi cerita
ini akan menjadi menarik kalau dibaca anak-anak penyuka petualangan. Disana ada
intrik, ada pertarungan, ada cek-cok, semacam kisah berbau detektif. Disini dikisahkan
sang tokoh utama Old Shatterhand harus menghadapi pengkhotbah palsu macam Frenk
Sheppard. Yang di sangkanya temannya sendiri. Aku tertarik dengan penyajian
kisah natal yang mencoba dihadirkan di cerita ini. Di sinilah mungkin inti
ceritanya, Carpio teman Old
Shatterhand harus menerima akibat dari perburuan
emas di pegunungan yang dingin. Carpio meninggal dengan dibacakan puisi natal
gubahan Old Shatterland. Ia dikuburkan di malam menjelang natal dengan
diterangi pohon natal. Pohon terang itu menyala, Carpio mati di pangkuan Old
Shatterhand. Di tengah intrik, perang dan perselisihan, kisah Natal Carpio
dihadirkan untuk menutup kisah petualangan Old Shatterhand. Ingat kisah ini,
aku jadi ingat kisah-kisah yang dibangun didasarkan oleh mitos pembangunan
patung bunda maria di daerah-daerah di pedesaan. Aku memang tak tahu persis
bagaimana muncul patung-patung itu. Konon patung-patung itu dikaitkan dengan
mitos setempat dan air suci disana yang diserbu banyak orang karena diyakini
membawa berkah. Pada hari yang sama aku justru membaca kabar kalau NU dan
Muhammadiyah tak haramkan ucapan natal. Natal memang seharusnya damai, tak
seperti yang ada di kisah Karl May yang sampai mengakibatkan kematian.
Buku cerita ini adalah buku untuk
remaja, tapi dikemas dengan gambar dan ilustrasi untuk membantu kita memahami
alur cerita. Aku pun merasa kalau tak ada ilustrasi, aku tak begitu memahami
jalannya cerita ini. Aku justru lebih ingat tentang cerita-cerita dari daerahku
sendiri. Seperti kisah Joko Bodo, kisah terjadinya candi prambanan, atau kisah
Jaka Tarub. Sayangnya, kisah-kisah yang erat dan lekat dengan dunia di sekitar
kita itu. Mungkin suburnya penulis cerita anak memang tak sesubur masa di tahun
50-an sampai 70-an. Aku merasakan terbitan cerita anak di tahun 70-an justru
hadir dari orang-orang pinggir. Misi untuk mengenalkan kisah daerah kental
disana. Sebagaimana buku kisah anak yang berjudul Si KIDAL garapan Satmowi. Biografi
penulis justru jarang dihadirkan detail. Kita tak menemui kisah biografis
pengarang dan kiprahnya. Kita hanya disuguhi kisah bacaan anak ini. Kisah ini
terbit di tahun 1977 oleh penerbit Pustaka Jaya. Kita menemui di tahun yang
sama di Solo, penerbit Tiga Serangkai
menerbitkan buku Si Sombong Bertekuk
Lutut, pengarang buku ini pun tak menuliskan riwayat singkatnya. Buku ini
dikarang oleh Sutarno AP dan Sudopo. Ada yang khusus dari sampul buku ini. Di sampul
halaman depan kita menemui tulisan “Bacaan Anak-Anak Sekolah Dasar”. Saya
semakin mengerti, bacaan anak-anak untuk sekolah dasar semakin lama semakin
minim di masa sekarang. Konon tiga serangkai membangun gerakan untuk
menghidupkan kembali melalui kelompok penulis anak-anak yang akan diterbitkan
karyanya. Buku ini mulai marak di pasaran di tahun 20-an ke atas. Tetapi sekarang,
saya merasakan ada yang berkurang dari greget penerbit-penerbit untuk mengurusi
masalah bacaan anak. Selain mereka tak optimis terbitan mereka akan laku,
barangkali memang penulis cerita anak jarang mendapat perhatian dari public pembaca
maupun pengamat pendidikan anak. Ini sekadar kesimpulan sementa yang perlu
ditelusuri lebih lanjut, setidaknya aku masih mau belajar tentang anak dan
sastra anak. Beberapa waktu yang lalu ketika aku ngobrol dengan Fanny Chotimah,
ia pun merasakan ada ruang yang kosong dalam urusan sastra anak. Bila dahulu
sastrawan sekaliber Arswendo Atmowiloto, Gerson Poyk, mereka menulis cerita
anak melalui terbitan GPK. Kini, hal itu serasa minim, hanya saja di tahun 2014
muncul lagi karya Arswendo atmowiloto melalui penerbit Plot Point menerbitkan
buku Detektif Cilik-Imung. Dulu,
memang banyak sastrawan menulis cerita anak, bahkan Leila S Chudori pun
demikian halnya. Entah barangkali karena cerita anak sangat amat lama untuk
membuat penulisnya terkenal. Belum lagi kalau cerita anak yang diterbitkan tak
banyak yang laku. Ah… persoalan cerita anak memang kompleks menurutku. Sore
menjelang natal aku tak ingin mengakhiri nasib seperti Carpio. Tapi aku ingin
menulis tentang natal yang berhubungan dengan kisah anak. Sebagaimana GM
menulis Natal di caping, aku jadi ingat Santa Claus tokoh yang dinanti-nanti
anak-anak dan semua orang menjelang natal. Aku pun ingin santa memberi hadiah special
kepadaku hehehe mengkhayal saja….
Selasa, 23 Desember 2014
*) Penulis adalah Peminat pendidikan
dan sastra anak
No comments:
Post a Comment