klik disini untuk dapatkan dollar secara gratis!

Sunday 30 November 2014

Al-Qur’an








Kalian tidak menyandarkan hidup kepada Al-qur’an , kitab yang mestinya menjadi sumber kekuatan hidupmu dan mata air semangatmu. Kalian malah tak pernah terpaut dengannya kecuali pada detik-detik kematianmu : kau dibacakan surah Yasin agar kau bias mati dengan mudah. Sungguh Ironis, kitab yang diturunkan untuk memberimu kekuatan hidup justru dibacakan agar kau meninggal secara mudah


Oleh Arif Saifudin Yudistira*) 

          Malam itu, malam minggu (29/11/14) aku balik lagi di bazar buku islami di goro Assalam, mata melihat-lihat, kesana-kemari, melirik-lirik dan menemukan tumpukan buku terbitan zaman dan terbitan serambi. Kedua penerbit ini kukenal dengan buku-buku bermutu, serambi selain menerbitkan buku-buku sastra, ia juga menerbitkan buku sejarah. Kini, kutengok tumpukan buku itu, aku menemukan buku yang diobral dengan harga cukup murah, Rp.15.000,00. Senanglah diriku, buku itu dikemas dengan warna menyejukkan. Buku itu berjudul Agar Al-qur’an menjadi teman (2011) buku ini garapan doctor Majdi al-Hilali. Zaman memang sering dikenal sebagai penerbit buku yang menerjemahkan kitab ulama klasik. Buku ini adalah bagian dari suara yang berbeda dari buku-buku yang sering disebut “islami”. Membaca buku zaman memang menyejukkan, dan kita diajak dengan bahasa yang halus dan renyah. Sepintas lalu, saya berniat untuk lebih mengerti mengapa kita memerlukan dan membutuhkan pegangan, kitab hidup. Sering kita dengar seruan para mubaligh, ustadz di televise untuk semakin mendalami dan mempraktekkan al-qur’an, namun yang terjadi justru sebaliknya, Qur’an semakin jauh?. Barangkali karena kaum islam sendiri tak memiliki “kesadaran” untuk mengambil pengetahuan dari Qur’an dan mengamalkannya. Barangkali benar adanya ungkapan dari Ibnu Qoyyim Al-Jauziyah yang mengatakan : “Yang disebut ahli Al-qur’an adalah orang-orang yang memahami Al-qur’an sekaligus mengamalkan isinya, walaupun ia tidak menghafalkannya di luar kepala” (h. 257). Orang sering menganggap bahwa Al-qur’an itu berbeda dengan ilmu yang lain, tetapi mereka belum mampu menjelaskan apa perbedaan dengan buku-buku atau kitab yang lain. Pasalnya pada masa khalifah pernah diperintahkan sebagaimana dituturkan dalam buku ini, bahwa selain Al-qur’an para khalifah memerintahkan menghapus semua tulisan selain Al-qur’an sebab karena khawatir Al-qur’an di lalaikan. Barangkali memang benar, karena Al-qur’an dilalaikan itulah, hati kemudian menjadi redup dan semakin tak memancarkan cahaya. Al-qur’an disebut sebagai ruh, karena ia disebut sebagai ruh itulah, ia akan merasuk ke dalam hati orang yang beriman dan mewujud dalam amal. Ia akan memberikan ketenangan dan memberikan perubahan. Saya jadi ingat seruan Muhammad Iqbal kepada kita : “Kalian umat islam, masih saja tertawan oleh para pembual agama dan orang-orang yang memonopoli ilmu. Kalian tidak menyandarkan hidup kepada Al-qur’an , kitab yang mestinya menjadi sumber kekuatan hidupmu dan mata air semangatmu. Kalian malah tak pernah terpaut dengannya kecuali pada detik-detik kematianmu : kau dibacakan surah Yasin agar kau bisa mati dengan mudah. Sungguh Ironis, kitab yang diturunkan untuk memberimu kekuatan hidup justru dibacakan agar kau meninggal secara mudah. Iqbal melanjutkan : “apa yang kupercayai dan yang kupeluk ini lebih dari sekadar kitab suci, jika ia merasuk ke relung kalbu, manusia akan berubah, jika manusia berubah, dunia pun akan berubah” (h.190). apa yang diseru iqbal benar adanya, umat islam memang hanya memandang Al-qur’an kemudian sebagai sebuah kitab dan bacaan semata, sehingga ia tak merasuk, tak masuk ke dalam relung jiwa dan lubuk hati kita. Disinilah persoalannya, sehingga Al-qur’an tak membawa dampak apa-apa bagi perubahan dan kemajuan islam. Diantara orang yang mempelajari Al-qur’an kemudian ada yang memiliki sikap fanatic dan merasa berpegang teguh kepadanya. Pada akhirnya mereka kemudian menganggap ilmu jadi tak penting dipelajari. Sikap seperti ini sebenarnya justru membawa kepada kemunduran umat. Barangkali mereka memaknai apa yang dikatakan oleh Ibnu Qoyyim Al-Jauziyah berikut ini : “ Sudah kucoba mendalami ilmu kalam dan filsafat, tetapi kulihat semua itu tak mampu mengatasi penyakit batin, tak kuasa menghilangkan dahaga. Di mataku hanya ada satu jalan pengalamanku ini, ia akan meraih pengetahuan seperti yang kuraih” (h.66). Tampak benar bahwa disini, Ibnu Qoyyim memang tak menempatkan filsafat dan kalam sebagai satu ilmu yang menenteramkan batin, sebab dalam kedua ilmu itu memang bukan untuk menenangkan hati. Disinilah, Qur’an melampaui ilmu kalam dan filsafat, selain pelajaran yang meliputi segala sesuatu, Qur’an adalah suara Tuhan, sehingga ia menyentuh ruhaniah dan menenangkannya. Bahkan ada hadist yang diriwayatkan oleh Al-hakim bahwa “setiap huruf Al-qur’an berseru, ‘Aku adalah utusan Alloh untukmu agar aku diamalkan dan dijadikan nasihat”. (h.39). Aktualitas Al-qur’an memang tak lapuk oleh zaman. Saya jadi teringat buku Ngaji Qur’an di Zaman Edan (2014) garapan Ziauddin Sardar, buku ini mengulas mengenai relevansi Al-qur’an pada kehidupan dan tema kontemporer (kekinian). Pada aspek ini, kita justru sering berdebat dan bercerai berai, padahal semestinya, Al-qur’an menjadi medium untuk menyatukan perselisihan. Disinilah problema tafsir yang lebih mengarah pada purifikasi, dan lebih terkesan konservatif ketimbang mengkaji semangat Al-qur’an bagi kemajuan zaman. Muhammad Iqbal pun memberikan pengakuannya ketika ia mendalami dan memaknai Al-qur’an, “darinya, ada cahaya yang kudapat, ada mutiara yang kususun”.
          Barangkali karena itulah, Al-qur’an bukan sekadar bacaan, tetapi ia adalah firman yang dibisikkan Tuhan kepada kita, bukan karena bacaannya bagus, tetapi lebih dari itu, Qur’an meniupkan kesejukan dan memancarkan getaran yang berasal dari Tuhan. Kita tentu ingat ketika Nabi sendiri menggigil, di riwayat lain, digambarkan wajah nabi memerah, seperti marah karena turunnya wahyu. Getaran dan bertambahnya iman itu pun mewujud melalui laku. Apa yang dikatakan Iqbal berhubungan dengan Qur’an perlu kita dengar kalau kita mau berubah, kita perlu lebih tekun dalam mendalami dan mengamalkan Qur’an dalam aspek kehidupan kita. Ini sejalan dengan hadist nabi yang mengisahkan fungsi Al-qur’an sebagai solusi akhirul zaman. Pernah nabi mengabarkan bahwa akan terjadi sengketa dan perpecahan sepeniggal beliau. Hudzaifah bertanya : “ya rasul, apa yang kauperintahkan padaku jika aku menututi zaman itu?” Beliau menjawab : “pelajari kitab Allah dan amalkan, itulah solusinya!” “kuulangi pertanyaan itu tiga kali”, tutur Hudzaifah. Dan Rasulullah pun menjawabnya tiga kali pula : “”pelajari kitab Allah dan amalkan, itulah penyelamat!”(HR Abu Dawud, Al-Nasa’I, dan Al-Hakim). Sebab Qur’an pada dasarnya bukan sekadar peringatan dan hukuman, melainkan seimbang, ia juga memberi kabar gembira yang menenteramkan dan menyejukkan. 


*) Penulis adalah Pengasuh MIM PK Kartasura, Pengelola www.doeniaboekoe.blogspot.com



No comments:

Post a Comment