Oleh Arif
Saifudin Yudistira*)
“Guru harus menjukai kelasnja,
harus mempunjai perhatian terhadap murid2 dan menganggapnja sebagai
manusia. Orang2 termahsjur sering berbictjara tentang ilham jang
mereka peroleh karena dorongan dan
perhatian dari guru2 mereka mengenai persoalan2dan ambisi2
mereka. Djika dari pihak guru tidak ada
perhatian,anak2 mendjadi atcjuh tak atjuh dan putus asa”
Di dalam masa pertumbuhannya,
anak-anak mulai mampu menyatakan ekspresinya. Anak-anak mulai tersenyum,
tertawa, atau menangis dan menunjukkan muka marahnya. Terkadang, ketika ia
heran, ia menunjukkan mukanya yang lugu dan tatap matanya yang sedikit
keheranan. Anak-anak belajar dari
pengalamannya. Ia mulai menyerap apa yang ada di lingkungan sekitar
mereka. Ia mulai mengenali ruang dalam
rumah, anggota keluarga, dan mengenali bagian tubuhnya sendiri .Pada
tahapan-tahapan pertumbuhan itu, anak-anak terkadang memiliki rasa takut.
Ketakutan ini tak hanya karena ia takut kepada hal-hal yang baru. Misal, anak
yang baru bertemu orang baru yang belum dikenal, ia akan menangis dan merasa
ketakutan. Ketakutan pun bisa jadi karena ia melihat hewan, ia melihat kucing,
ayam, atau anjing yang menggonggong. Bagi anak-anak, ketakutan dianggap sebagai
hal yang wajar, karena itulah kita sering menghubungkan rasa takut itu dengan
perasaan kekanak-kanakan dan pengecut. Buku karya Helen Ross yang berjudul Rasa Takut pada Anak-Anak (1961)
ini mengulas mengenai sebab-sebab, dan cara kita menghadapi dan menuntun
anak-anak kita bisa mengatasi rasa takutnya. Salah satu alasan kita menolong
rasa takut pada anak menurut penulis adalah supaya anak-anak bisa tumbuh dan
mencapai puncak kecakapan mereka (h.6). Selain itu, rasa takut adalah perlu
untuk kelangsungan hidup. Karenanya kita terhindar dari bahaya, karenanya pula
kita terluput dari kecelakaan (h.7).
Pada bayi yang sedang tumbuh, rasa
takut dialami karena sebab-sebab tertentu. Bayi, seringkali takut karena tak
diberi makan oleh ibunya. Dalam pikirannya, khayalannya ia menginginkan rasa
kenyang, sehingga setelah ibunya memberi asi atau makanan, ia biasanya terhenti
dari tangisnya. Selain itu, bayi juga merasa takut ketika ia ditinggalkan
seorang diri.Di usia1-3tahun,anak-anak perlu menguasai diri dari rasa takut
akan kebersihan. Ibunya biasa membiasakan dirinya untuk menjaga kebersihan,
cara membersihkan tubuhnya setel buang
air, dan sebagainya. Hal ini berbeda dengan anak usia 5-6 tahun. Helen Ross
menyoroti bahwa anak-anak di usia itu akan takut akan kata hati. Di umur ini,
anak-anak mulai bertanggungjawab atau kepada orangtuanya tentang tingkah
lakunya sendiri (h.13). Bagi anak-anak, kasih sayang adalah kebutuhan penting
dan pokok dalam hidupnya. Mereka akan menemukan rasa nyaman dengan kasih sayang
orang-orang di sekitarnya sehingga ia tak merasa cemas dan takut. “Pemeliharaan
dengan penuh kasih-sajang selama bulan2pertama dalam hidup mereka
dapat menghindarkannja dari perasaan2
takut jang datang menggelombang, jang menimbulkan patah-hati, ketjurigaan dan
sikap masa bodoh-perasaan2 takut jang menghalang-halangi mereka
untuk memetjahkan persoalan2dana menghalang2i mereka
untuk tumbuh (h.17).
Buku
ini juga membicarakan peran guru terhadap ketakutan anak-anak. Guru amat
penting untuk mengatasi ketakutan pada anak. “Guru harus menjukai kelasnja,
harus mempunjai perhatian terhadap murid2 dan menganggapnja sebagai
manusia. Orang2 termahsjur sering berbictjara tentang ilham jang
mereka peroleh karena dorongan dan
perhatian dari guru2 mereka mengenai persoalan2dan ambisi2
mereka. Djika dari pihak guru tidak ada
perhatian,anak2 mendjadi atcjuh tak atjuh dan putus asa” (h.23). Kita
perlu membantu anak mengatasi kecemasan dan ketakutan semenjak dia usia belia.
Hal ini dikarenakan, bila di masa anak-anak mereka bisa mengatasi ketakutan
itu,ia akan bebas dari kecemasan. Permulaan jang baik dalam hidup – penuh
pemeliharaan jang mesra—merupakan djaminan jang sebaik-baiknja bagi anak untuk
mentjegah berkembang dan berlangsungnja ketjemasna pada anak itu (h.33). Di
umur 1-2 tahun, anak-anak mengatasi rasa takut pada kebiasaan menjaga
kebersihan yang diajarkan orangtuanya.
Di usia 3-4 tahun, ia mulai merasakan perasaan bersaing dari ayahnja untuk
mendapatkan kasih sayang dari ibunya (h. 38).
Ketakutan tak hanya menimpa
anak-anak, di masa remaja pun, mereka mengalami perasaan takut. Anak-anak
remadja biasanja mengalami perobahan2 djasmaniah jang tjepat. Hormon2seksuil
membandjiri tubuhm membawakan sensasi2 djasmaniah jang baru dan
menjebabkan sang remadja merasakan emosi jang kuat. Dorongan2 dan
kerinduan2 menghidup2kan lamunan2 dan khayalan2
tentang kelamin (h.50). Helen Ross penulis buku ini juga menilai bahwa “Djika
seorang anak laki2 atau perempuan tidak lagi takut akan pertumbuhannja
dan perasaan2seksuilnja, maka ketjemasan2nja akan
berkurang dan anak itu akan dapat lebih mudah menerima pembatasan2
hubungan seksuil jang ditetapkan oleh masjarakat (h.51). Menurut penulis buku ini, orangtua dan guru bisa menolong
anak-anak bebas dari rasa takut dengan beberapa hal yakni dengan mekani pertahanan
anak dengan belajar berjalan, berbicara dan
membaca, kedua dengan pengingkaran, misalnya ketika anak takut pada
anjing, kita akan mengatakan “ anjing baik, tidak mengigit, aku tak takut”.
Cara lain adalah mengajarkan anak melarikan diri, membalas dengan menyerang
ketika ia diajak berkelahi agar rasa takutnya hilang, dan yang terakhir adalah
dengan menghidupkan semangat bertanya. Anak-anak tumbuh dengan jiwa yang lembut, bila
masa-masa awal mereka sudah dihadapkan dengan kecemasan dan ketakutan, ia akan
tumbuh dengan jiwa yang lemah, penuh kehati-hatian, ragu-ragu dan menjadi orang
yang kurang percaya diri. Bila perasaan ini sudah terlampau melekat pada anak,
maka ketika remaja, ia akan susah untuk mengembalikan rasa percayaan dirinya
dan menumbuhkembangan pribadinya menjadi pribadi yang kuat. Ia akan sulit
bergaul, susah berinteraksi dan tak memiliki kepercayaan diri untuk
mengungkapkan pendapatnya dan pendiriannya. Rasa takut memang hal yang lumrah
dan wajar dari anak, hanya saja kemampuan anak untuk mengendalikan rasa
takutnya menjadi penting. Untuk mengendalikan rasa takutnya, anak-anak
memerlukan bantuan dari orangtua dan guru. Ketika anak-anak mampu mengendalikan
rasa takutnya, ia akan melangkah dengan penuh keyakinan dan pendirian yang
teguh. Buku ini adalah rujukan penting mengenai rasa takut dan cemas pada
anak-anak dan cara untuk mengatasinya.
*) Penulis adalah Pengasuh MIM PK
Kartasura, Santri Bilik Literasi SOLO
No comments:
Post a Comment