klik disini untuk dapatkan dollar secara gratis!

Sunday 2 November 2014

Anak dan Rasa ‘cemas’





Oleh Arif Saifudin Yudistira*)


“Guru harus menjukai kelasnja, harus mempunjai perhatian terhadap murid2 dan menganggapnja sebagai manusia. Orang2 termahsjur sering berbictjara tentang ilham jang mereka peroleh karena dorongan  dan perhatian dari guru2 mereka mengenai persoalan2dan ambisi2 mereka. Djika dari pihak guru  tidak ada perhatian,anak2 mendjadi atcjuh tak atjuh dan putus asa”

            Di dalam masa pertumbuhannya, anak-anak mulai mampu menyatakan ekspresinya. Anak-anak mulai tersenyum, tertawa, atau menangis dan menunjukkan muka marahnya. Terkadang, ketika ia heran, ia menunjukkan mukanya yang lugu dan tatap matanya yang sedikit keheranan.  Anak-anak belajar dari pengalamannya. Ia mulai menyerap apa yang ada di lingkungan sekitar mereka.  Ia mulai mengenali ruang dalam rumah, anggota keluarga, dan mengenali bagian tubuhnya sendiri .Pada tahapan-tahapan pertumbuhan itu, anak-anak terkadang memiliki rasa takut. Ketakutan ini tak hanya karena ia takut kepada hal-hal yang baru. Misal, anak yang baru bertemu orang baru yang belum dikenal, ia akan menangis dan merasa ketakutan. Ketakutan pun bisa jadi karena ia melihat hewan, ia melihat kucing, ayam, atau anjing yang menggonggong. Bagi anak-anak, ketakutan dianggap sebagai hal yang wajar, karena itulah kita sering menghubungkan rasa takut itu dengan perasaan kekanak-kanakan dan pengecut. Buku karya Helen Ross  yang berjudul  Rasa Takut pada Anak-Anak (1961) ini mengulas mengenai sebab-sebab, dan cara kita menghadapi dan menuntun anak-anak kita bisa mengatasi rasa takutnya. Salah satu alasan kita menolong rasa takut pada anak menurut penulis adalah supaya anak-anak bisa tumbuh dan mencapai puncak kecakapan mereka (h.6). Selain itu, rasa takut adalah perlu untuk kelangsungan hidup. Karenanya kita terhindar dari bahaya, karenanya pula kita terluput dari kecelakaan (h.7).
            Pada bayi yang sedang tumbuh, rasa takut dialami karena sebab-sebab tertentu. Bayi, seringkali takut karena tak diberi makan oleh ibunya. Dalam pikirannya, khayalannya ia menginginkan rasa kenyang, sehingga setelah ibunya memberi asi atau makanan, ia biasanya terhenti dari tangisnya. Selain itu, bayi juga merasa takut ketika ia ditinggalkan seorang diri.Di usia1-3tahun,anak-anak perlu menguasai diri dari rasa takut akan kebersihan. Ibunya biasa membiasakan dirinya untuk menjaga kebersihan, cara membersihkan tubuhnya setel  buang air, dan sebagainya. Hal ini berbeda dengan anak usia 5-6 tahun. Helen Ross menyoroti bahwa anak-anak di usia itu akan takut akan kata hati. Di umur ini, anak-anak mulai bertanggungjawab atau kepada orangtuanya tentang tingkah lakunya sendiri (h.13). Bagi anak-anak, kasih sayang adalah kebutuhan penting dan pokok dalam hidupnya. Mereka akan menemukan rasa nyaman dengan kasih sayang orang-orang di sekitarnya sehingga ia tak merasa cemas dan takut. “Pemeliharaan dengan penuh kasih-sajang selama bulan2pertama dalam hidup mereka dapat  menghindarkannja dari perasaan2 takut jang datang menggelombang, jang menimbulkan patah-hati, ketjurigaan dan sikap masa bodoh-perasaan2 takut jang menghalang-halangi mereka untuk memetjahkan persoalan2dana menghalang2i mereka untuk tumbuh (h.17).
Buku ini juga membicarakan peran guru terhadap ketakutan anak-anak. Guru amat penting untuk mengatasi ketakutan pada anak. “Guru harus menjukai kelasnja, harus mempunjai perhatian terhadap murid2 dan menganggapnja sebagai manusia. Orang2 termahsjur sering berbictjara tentang ilham jang mereka peroleh karena dorongan  dan perhatian dari guru2 mereka mengenai persoalan2dan ambisi2 mereka. Djika dari pihak guru  tidak ada perhatian,anak2 mendjadi atcjuh tak atjuh dan putus asa” (h.23). Kita perlu membantu anak mengatasi kecemasan dan ketakutan semenjak dia usia belia. Hal ini dikarenakan, bila di masa anak-anak mereka bisa mengatasi ketakutan itu,ia akan bebas dari kecemasan. Permulaan jang baik dalam hidup – penuh pemeliharaan jang mesra—merupakan djaminan jang sebaik-baiknja bagi anak untuk mentjegah berkembang dan berlangsungnja ketjemasna pada anak itu (h.33). Di umur 1-2 tahun, anak-anak mengatasi rasa takut pada kebiasaan menjaga kebersihan yang  diajarkan orangtuanya. Di usia 3-4 tahun, ia mulai merasakan perasaan bersaing dari ayahnja untuk mendapatkan kasih sayang dari ibunya (h. 38).
            Ketakutan tak hanya menimpa anak-anak, di masa remaja pun, mereka mengalami perasaan takut. Anak-anak remadja biasanja mengalami perobahan2 djasmaniah jang tjepat. Hormon2seksuil membandjiri tubuhm membawakan sensasi2 djasmaniah jang baru dan menjebabkan sang remadja merasakan emosi jang kuat. Dorongan2 dan kerinduan2 menghidup2kan lamunan2 dan khayalan2 tentang kelamin (h.50). Helen Ross penulis buku ini juga menilai bahwa “Djika seorang anak laki2 atau perempuan tidak lagi takut akan pertumbuhannja dan perasaan2seksuilnja, maka ketjemasan2nja akan berkurang dan anak itu akan dapat lebih mudah menerima pembatasan2 hubungan seksuil jang ditetapkan oleh masjarakat (h.51). Menurut penulis  buku ini, orangtua dan guru bisa menolong anak-anak bebas dari rasa takut dengan beberapa hal yakni dengan mekani pertahanan anak dengan belajar berjalan, berbicara dan  membaca, kedua dengan pengingkaran, misalnya ketika anak takut pada anjing, kita akan mengatakan “ anjing baik, tidak mengigit, aku tak takut”. Cara lain adalah mengajarkan anak melarikan diri, membalas dengan menyerang ketika ia diajak berkelahi agar rasa takutnya hilang, dan yang terakhir adalah dengan menghidupkan semangat bertanya. Anak-anak  tumbuh dengan jiwa yang lembut, bila masa-masa awal mereka sudah dihadapkan dengan kecemasan dan ketakutan, ia akan tumbuh dengan jiwa yang lemah, penuh kehati-hatian, ragu-ragu dan menjadi orang yang kurang percaya diri. Bila perasaan ini sudah terlampau melekat pada anak, maka ketika remaja, ia akan susah untuk mengembalikan rasa percayaan dirinya dan menumbuhkembangan pribadinya menjadi pribadi yang kuat. Ia akan sulit bergaul, susah berinteraksi dan tak memiliki kepercayaan diri untuk mengungkapkan pendapatnya dan pendiriannya. Rasa takut memang hal yang lumrah dan wajar dari anak, hanya saja kemampuan anak untuk mengendalikan rasa takutnya menjadi penting. Untuk mengendalikan rasa takutnya, anak-anak memerlukan bantuan dari orangtua dan guru. Ketika anak-anak mampu mengendalikan rasa takutnya, ia akan melangkah dengan penuh keyakinan dan pendirian yang teguh. Buku ini adalah rujukan penting mengenai rasa takut dan cemas pada anak-anak dan cara untuk mengatasinya. 


*) Penulis adalah Pengasuh MIM PK Kartasura, Santri Bilik Literasi SOLO

No comments:

Post a Comment