klik disini untuk dapatkan dollar secara gratis!

Tuesday 11 November 2014

Menulis Bersama Anak




Oleh Arif  Saifudin Yudistira*)

Di luar dugaan kita, orang dewasa, anak-anak lebih impresif dan lebih imajinatif dalam membuat karya (tulisan)

          Menulis, bagi anak-anak mungkin merupakan dunia yang asing. Menulis disini diartikan sebagai cara mengutarakan ide (gagasan) dalam bentuk tertulis. Meskipun mereka dalam keseharian di sekolah berlatih menulis, namun, seringkali menulis disini tidak diikuti dengan kesadaran. Sehinga mereka tak mengetahui apa yang sejatinya mereka tuliskan. Dalam lingkungan sekolah, anak-anak seringkali menaati dan mengikuti perintah gurunya, karena kepatuhan itulah terkadang membuat anak dan jiwanya menjadi mati, apalagi bila ditambah dengan ancaman dan seruan keras dari gurunya. Sebagaimana kata Naning Pranoto dalam bukunya Penulisan Kreatif Untuk Anak(2009) menuliskan : “bukanlah hal yang mudah untuk bisa menuliskan buah pikiran dan ungkapan perasaan. Hal ini karena selain memerlukan modal penguasaan bahasa yang memadai, wawasan yang luas dari berbagai bacaan, berpikir runtut dan logis, juga harus rajin berlatih menulius dilandasi rasa percaya diri”. Menurut Naning, belajar menulis bersama anak berarti juga mengajak mereka berbahasa dengan kaidah dan struktur yang benar. Guru-guru sering kesusahan mengajari anak menulis dan mengarang. Padahal, dari yang sangat sederhana, anak-anak bisa belajar mempertajam intuisi (perasaan) mereka sekaligus belajar menuliskan apa yang mereka ketahui melalui tulisan. Salah satunya adalah dengan mengenalkan anak-anak dengan orang di sekitar mereka (khususnya) keluarga. Menurut Naning Pranoto menulis tentang keluarga bisa menumbuhkan rasa kasih sayang anak-anak terhadap keluarga mereka (h.10). 
    Kebetulan saya di sekolahan mengajar ekstra jurnalistik. Nama “jurnalistik”sebenarnya hanya sebuah nama untuk menarik minat anak di dunia kepenulisan. Memang terasa belum waktunya, ketika anak-anak diajari jurnalistik. Tetapi ternyata, anak-anak lebih asyik dan merasakan gembira ketika mereka melakoni les jurnalistik ini. Di kelas jurnalistik ini, saya memberi materi singkat tentang reportase.  Waktu itu, di hari jumat sore (8/11/14), bersama kedua anak saya, mereka saya ajak untuk melakukan wawancara langsung. Pilihan diberikan apakah mereka akan mewawancarai tukang penjual HIK, Pelayan di alfamart, atau wawancara imajiner dengan Presiden. Anak-anak ini saya ajak untuk menyusun tema, kemudian menyusun daftar pertanyaan yang akan di ajukan. Dengan motifasi boleh membeli jajan dengan batasan Rp. 5.000,00 mereka berangkat dengan senang hati. Semula Azizah menunggu lumayan lama, ia menunggu Baiquni, katanya ia tak mau kalau ikut ekstra sendiri. Setelah itu, Baiquni pun datang, dan berangkatlah kami ke Alfamart. Sebelum mereka wawancara, mereka sibuk mencari barang belanjaan apa yang cocok untuk dibeli. Mereka memilih minuman dan makanan yang cocok buat mereka sembari berhitung batasan harga yang harus mereka beli. Yang menarik ketika mereka sudah mulai melakukan wawancara. Ekspresi mereka yang lugu, dan mereka sudah seperti wartawan cilik beneran. Tak memerlukan waktu lama, mereka sudah berani mengajukan pertanyaan tentang profil pelayan, serta nama barang-barang apa saja yang dijual di alfamart. Mereka merasa senang bisa dan berani melakukan wawancara, sambil membawa jajanan mereka. Paska wawancara saya sedikit memberi tambahan materi terkait tentang kesopanan sebelum melakukan wawancara. Terlebih dahulu kita harus meminta ijin, menyapa agar responden tak tersinggung kita ganggu saat wawancara. Sebab ada pertanyaan dari kita yang terkadang menyinggung,  dan tak nyaman bagi responden.
          Sore itu, bersama lelah yang merenggut, serta kegembiraan, kami pun pulang dengan senangnya. Bila Naning menyarankan tak perlu diajarkan anak langsung mengarang, tetapi dengan mengisahkan gambar-gambar atau keluarga mereka, maka di esktra jurnalistik di sekolah saya, mereka saya ajak untuk membuat kalimat dengan satu kata kunci. Kata kunci ini membantu mereka untuk berfikir, dan menuangkan ide mereka. Waktu itu, saya menuliskan kalimat pendek : “Hidup itu  seperti air, mengalir dan terus mengalir”, saya hanya mencontohkan kalimat serupa, tiba-tiba mereka bisa menuliskan kalimat yang diluar dugaan saya. Kalimat-kalimat mereka selain mengejutkan juga menunjukkan ekspresi kebebasan dan imajinasi mereka yang masih murni, dan polos. Termasuk ketika materi puisi, saya mencontohkan puisi dengan kata “hujan”, mereka dengan imajinasi mereka berhasil membuat puisi yang mengejutkan. Buku dari Naning Pranoto bertajuk Penulisan Kreatif Untuk Anak(2009) setidaknya adalah sedikit dari gambaran bahwa menulis bagi anak adalah mungkin dan tak mustahil. Di luar dugaan kita, orang dewasa, anak-anak lebih impresif dan lebih imajinatif dalam membuat karya (tulisan). Buku ini memang sekadar pengantar dan gambaran singkat bagaimana mengajak anak-anak belajar menulis. Meski demikian, anak-anak di kelas besar (4,5,6) lebih memungkinkan dan lebih optimal untuk diajak berlatih menulis. Banyak dari penulis besar justru memberikan pengakuannya bahwa mereka sudah menulis semenjak mereka di usia SD. Buku ini setidaknya menjadi cermin dan gambaran bagi saya untuk menuliskan apa yang anak-anak alami ketika belajar menulis bersama saya. Saya memiliki mimpi, semoga kelak anak-anak dan saya bisa membuat buku bersama sebagai hasil dan dokumentasi dari apa yang telah saya dan anak-anak saya pelajari bersama. Aaamiin….


*) penulis adalah pengelola doeniaboekoe.blogspot.com



No comments:

Post a Comment