“Buku
ini layak dijadikan sebagai referensi bacaan. Agar kita semua tidak mengkebiri
potensi anak didik dalam masa keemasannya”
Oleh
Wahyudi Sutrisno *)
Dalam
perkembangan sehari-hari anak adalah sebuah senjata!!!. Akan tetapi jarang
sekali kita temukan orang ataupun masyarakat kita yang peduli pada
perkembangannya. Cerminan kepedulian pada anak dapat kita lihat dalam cara
mendidiknya. Mungkin para pendidik sudah lupa bahwa si kecil ibarat sebuah
boomerang yang terkadang dapat menjadi senjata bagi kita untuk melindungi dari
musuh. Atau bahkan akan berbalik menyerang kita sendiri. Hal tersebut
tergantung cara perawatan atau didikan orang tua maupun lingkungannya. Kita
mengenal Hitler yang cerdasnya luar biasa, tapi karena didikan gurunya yang
salah, Hitler jusru menjadi manusia terkejam dimasanya setelah dewasa (h.37).
Dari sini kita dapat melihat peran sentral pendidik (baca; orang tua, guru
maupun lingkungan).Dalam masalah mendidik anak sering kita temukan kesalahan
pendidik dalam kehidupan sehari-hari. Banyak dari mereka yang menerapkan metode
yang keras dalam mengasuhnya. Jangan, gertakan, goblok, bodoh, nakal, bandel,
jewer, pukulan, merupakan sebuah kata ataupun tindakan yang sering dilontarkan
pada si kecil yang melakukan sesuatu yang tidak sesuai dengan maksud mereka.
Penanganan dengan cara-cara demikian dianggap suatu metode yang paling ampuh
dalam mengontrol anak. Sikap tersebut merupakan sebuah bentuk kesalahan
presepsi seorang dalam hal mendidik.Walaupun dalam mengasuhnya juga diperlukan
sebuah ketegasan, akan tetapi hal tersebut tak perlu mengunakan sikap yang
keras pada anak. Pada dasarnya segala bentuk sikap yang dilakuakan mereka hanya
semata untuk mengontrolnya guna memberikan efek jera. Dalam memberikan efek
jera sendiri dapat diwujudkan dengan memberlakukan punishment, sindiran,
sanjungan, peringatan dll. Tak dapat dipungkiri bahwa ketika mereka memberikan
sebuah sikap yang keras akan berdampak buruk pada psikis anak. Bagi cucu adam
yang mentalnya kurang baik sudah dapat dipastikan akan berakibat pada downya
psikis.
Sudah
dipastikan bagi mereka yang tak mampu memperbaiki psikisnya mereka akan selalu
dihantui dalam setiap kehidupan sehari-hari. Dan tentunya dampak negatif yang
terasa dalam pergaulan sehari-hari dapat dilihat dengan sikap kurang percaya
diri, tertutup atau bahkan seperti Hitler yang melampiaskan masa kecilnya
dengan kezaliman. Hal tersebutpun juga pernah saya alami semasa kecil dengan
diperlakukan keras oleh kedua orang tua. Dari sikap itu mengakibatkan saya
kurang begitu percaya diri tampil didepan umum maupun dalam bertindak. Karena
sikap kedua orang tua saya secara tak sadar telah menyusupi dalam memori bawah
sadar. Dan setelah banyak berdiskusi dengan teman-teman psikologi ternyata
itulah yang berpengaruh besar dalam sikap saya saat ini. Untuk memperbaiki
sikap tersebut membutuhkan waktu yang cukup lama. Dan hingga sampai saat ini
juga belum dapat saya perbaiki dengan baik. Walaupun saya masuk dalam
organisasi dan menjadi pimpinan dalam sebuah organisasi. masih saja rasa kurang
pede dan tertutup menghantui kehidupan saya. Meskipun didalam organisasi
mewajibkan saya tampil dimuka umum maupun mengambil sikap tegas dalam permasalahan
yang krusial. Nampaknya untuk memperbaikinya membutuhkan tenaga yang ekstra.Menurut
hemat saya pengunaan metode yang sering mereka terapkan disebabkan karena
mereka tak kuasa ataupun kurang paham dalam mendidik anak. Dilain sisi
pengunakan metode tersebut sudah menjadi kebiasaan yang diangap lumrah oleh
kalangan pendidik. Karena itu telah turun-temurun dari para pendahulunya.
Sehingga para pendidik saat ini hanya merepetisi apa yang mereka dapatkan
semasa kecil. Walaupun dalam pengunaan metode mendidik anak yang manusiawi
pernah lahir dan menjadi cikal bakal didunia pendidikan nasional kita.
Nampaknya model mengasuh cucu adam dengan metode asah, asih dan asuh yang
dicetuskan oleh Ki Hajar Dewantara belum dapat diadopsi oleh pendidik saat ini.
Apakah mungkin mereka sudah lupa atau bahkan tak tau model mendidik ala among
Ki Hajar Dewantara???. Model penanganan anak ala Ki Hajar diangap yang pas
untuk diterapkan dalam ngemong senjata masa depan Indonesia ini. Karena cara
yang digunakannya bersifat humanis dan sesuai dengan pengembangan potensi anak.
Selain itu beliau juga telah mencoba menyesuaikan dengan kultur masyarakat
Indonesia. Sehingga dengan itu diharapkan output yang dihasilkan sesuai dengan
kepribadian bangsa Indonesia. Dengan metode tersebut segala potensi yang
dimiliki anak dapat dieksplorasi semaksimal mungkin terutama dalam hal
pembangunan mentalitas maupun nalar imajinasi.
Ki
Hajar Dewantara melahirkan sistem among untuk diterapkan dalam mendidik anak
dilingkungan formal (sekolahan) maupun non-formal (keluarga, lingkungan
masyarakat). Beliau melihat anak sebagai sebuah karunia dan amanah yang
diberikan sang Khaliq untuk kita rawat dengan baik dengan segal potensinya.
Maka dengan latarbelakang itu dia mencoba merumuskan metode dalam perawatan yang
lebih manusiawi guna diterapkan.Dalam buku mendidik anak-anak berbahaya ini,
saudara Arif mencoba menjelaskan metode yang tepat untuk diterapkan dalam
mendidik anak dilingkungan formal maupun non formal dengan pendekatan yang
humanis. Terutama beliau lebih menyoroti masalah mendidik si riang dengan
pendekatan imajinasi. Arif berpandangan dunia adalah dunia yang penuh dengan
imajinasi. Imajinasi kadang melampaui kaum dewasa. Alam pikiran yang sedang
tumbuh dan sedang berkembang. Dimasa itulah, anak-anak mulai meniru, melakukan
memikirkan kebudayaan terhadap apa yang ada di lingkungan mereka (h.33).Dalam
hal pengembangan imajinasi anak Arif menjelaskan ada banyak cara yang
digunakan. Buku, lagu, permainan, sastra dan bercerita tokoh-tokoh nasional
maupun dunia merupakan metode yang digunakannya untuk memantik nalar imanjinasi
sang senjata. Karya ini merupakan karya reflektif atas pengalaman pribadi
penulis dalam mendidik anak dilingkungan formal. Dan tentunya juga didukung
atas pembacaan terhadap fenomena mendidik anak dikehidupan sehari-hari.
Ditengah pengunaaan metode yang keras sudah membudaya dalam lingkungan
pendidikan anak. Guna merubah mindsite
para pendidik maupun calon pendidik buku ini layak dijadikan sebagai referensi
bacaan. Agar kita semua tidak mengkebiri potensi anak didik dalam masa
keemasannya.
*Penulis adalah mahasiswa FKIP Biologi UMS Dan Pengelola Komunitas
Taman Baca Masyarakat & Diskusi Griya Pena
No comments:
Post a Comment