klik disini untuk dapatkan dollar secara gratis!

Monday 21 July 2014

Berger Dan Dialektika Sosiologis


Judul                                      : Peter Berger Sebuah pengantar ringkas
Penulis                                  : Hanneman Samuel
Penerbit                                : Kepik
Tahun                                    : 2012
Tebal                                      : 120 halaman
ISBN                                      : 978  602 99608 6 0

Oleh Arif Saifudin Y*)

 kesadaran sosiologis perlu untuk seseorang yang menyebut dirinya “intelektual” kesadaran ini akan memberi insane yang hidup di jalan pemikiran kapasitas yang tajam untuk berefleksi, melihat segala sesuatu dalam bingkai yang utuh, bahkan daya ironi dan kemampuan menjaga jarak dengan dirinya sendiri. Meminjam istilah Elias(1987)penarikan diri (detachment) selayaknya berjalan beriringan dengan keterlibatan”(involvement)(hal. 108)"

            Dunia filsafat memang lebih dikenal sebagai dunia yang indah, penuh dengan kebijaksanaan dan utopis. Kata terakhir ini yang menjadikan dunia filsafat lebih cenderung dipandang sebagai dunia yang hanya bermain-main dengan pemikiran. Bagaimana dengan berger?. Peter L berger adalah sosiolog yang setidaknya mencoba menjawab tantangan itu. Menurutnya dunia yang ada sekarang ini adalah dunia yang perlu kita curigai. Sebab realitas dalam kajian berger tak datang dengan sendirinya. Ia mengindikasikan realitas subjektif. Untuk itu,ia perlu menjadi realitas yang bernilai ilmiah. Berger memandang ilmiah itu objektivitas, empiris, sistematis dan teoritis.(hal.4). Buku Peter L. Berger pengantar ringkas yang ditulis Hanneman Samuel seorang pengajar mumpuni yang senantias bergelut di dunia sosiologi di dalam kajian kesehariannya. Ia adalah pengajar di universitas, meski demikian, ia tak mau memandang sosiologi sebagai ilmu yang selalu dan senantias terhormat. Sebab itulah buku ini ditulis. Hanneman Samuel tak hanya ingin menunjukkan bahwa berger perlu dikabarkan, berger perlu diceritakan pada kita semua. Ini bukan hanya karena pemikiran Peter. L.Berger begitu penting dalam kajian sosiologi, tapi pemikiran berger memberikan satu pemahaman penting bagi kita, bahwa kajiannya tentang sosiologi dan ilmu pengetahuan sangat penting. Berger memberikan satu kata kunci penting untuk memahami dunia kita. Yakni “realitas”. Berger mendedah “realitas” perlu mengalami beberapa proses yakni eksternalisasi, objektifikasi, dan internalisasi. Ketiga proses inilah yang membentuk pengetahuan kita. Melalui tiga proses itulah, kita memandang “sesuatu” dari pengetahuan akan “sesuatu” tersebut sebelumnya.

Nilai penting berger

            Hanneman Samuel menghadirkan kembali pemikiran berger dengan motif bahwa “kajian pemikiran berger dinilai penting karena ia mengingatkan kembali akan kesejarahan dari sebuah “realitas social”. Dengan melihat kesejarahan realitas social itulah kita bisa membaca berbagai kepentingan atau realitas yang semu yang dibentuk dan dimanipulasi. Selain itu, berger menekankan bahwa proses internalisasi itulah yang cenderung lebih dominan dalam diri kita. Sehingga kita tidak objektif memandang sesuatu. Pemikiran berger bisa kita praktikkan dengan realitas sosiologis negeri kita. Misalkan ketika muncul berita terorisme di suatu daerah, media menggunakan proses internalisasi yang terus menerus dan tak berhenti. Sehingga kita selaku warga yang berada di lingkungan penangkapan terorisme biarpun mengetahui bahwa sebenarnya lingkungan kita tidak ada masalah, kita akan ikut terpengaruh dan memiliki sugesti bahwa “ada teroris di sekitar kita”. Dengan pemikiran berger, kita mampu membedakan apa yang sebenarnya terjadi dalam realitas sosiologis masyarakat kita. Meskipun media, berita, dan juga opini public berkembang, kita bisa menganalisa “apa yang sebenarnya” terjadi. Disinilah letak dialektika pemikiran berger.

Dekonstruksi

            Pemikiran berger setidaknya mendekonstruksi atau menggugat pemikiran sosiolog sebelumnya yang memandang bahwa realitas itu dibentuk dari sesuatu yang general dan tampak di permukaan. Sehingga berbagai kebijakan yang dibentuk oleh pemerintah seringkali berasal dari sesuatu yang dinilai umum dan general. Oleh karena itu, kebijakan yang demikian seringkali tak cocok di kalangan bawah. Akan tetapi berger membalik itu semua, bahwa setiap individu mesti memiliki analisa dan kaca mata untuk menganalisa realitas kesehariannya, realitas keseharian itulah yang membentuk objektifikasi di masyarakat sehingga membentuk realitas social. Berger sebagaimana diungkap oleh Geger riyanto sosiolog yang meneliti berger bahwa “sumbangsih pemikiran berger adalah memberikan satu penutup dan simpulan besar para sosiolog sebelumnya yakni kita hidup dalam realitas yang dibuat”. Buku Peter Berger sebuah pengantar ringkas ini menarik untuk dijadikan kajian awal bagi kita untuk mengenali berger dan mempraktekkan metodologinya. Berger mengajak kita untuk curiga, waspada, tapi juga senantiasa berfikir ilmiah dan resah akan kondisi masyarakat kita. Ia menyarankan adanya dialektika di dalam realitas social. Sehingga kita memiliki objektifikasi terhadap realitas social yang benar. Tak berhenti sampai disana, kita memiliki kewajiban dengan pengetahuan akan realitas social itulah, kita menyadarkan dan menyerukan masyarakat, bahwa realitas social yang dibuat ini perlu kita sadari dan mengerti bagaimana menyikapi realitas tersebut. Sehingga ia mengatakan dengan kesimpulan sederhana : “….fenomena manusia tidak berbicara dengan sendirinya : ia harus ditafsirkan”(berger and kellner,1981:10)(hal.42).
            Kajian berger bisa kita gunakan untuk menelaah bagaimana “realitas politik”, “pencitraan penguasa” hingga berbagai pembohongan public yang disiarkan melalui media bisa kita analisa. Dengan begitu, kita sebagai manusia yang memiliki modal “pengetahuan” bisa menggunakan sosiologi pengetahuan yang kita punya untuk lebih memahami dunia (realitas kita yang sesungguhnya). Karena itulah, buku ini dihadirkan. Bahwa Hanneman Samuel tak mau terkungkung dalam satu realitas sosiologis di dunia perkuliahan yang cenderung terkungkung dengan realitas yang lebih cenderung kepada realitas keseharian. Dengan menghadirkan buku ini, hanneman Samuel juga mengungkapkan pentingnya kesadaran sosiologis. “kesadaran sosiologis perlu untuk seseorang yang menyebut dirinya “intelektual” kesadaran ini akan memberi insane yang hidup di jalan pemikiran kapasitas yang tajam untuk berefleksi, melihat segala sesuatu dalam bingkai yang utuh, bahkan daya ironi dan kemampuan menjaga jarak dengan dirinya sendiri. Meminjam istilah Elias(1987)penarikan diri (detachment) selayaknya berjalan beriringan dengan keterlibatan”(involvement)(hal. 108).Begitu.


*)Penulis adalah Alumnus  UMS, pegiat di bilik Literasi solo
*) Dimuat di Retakan kata 



No comments:

Post a Comment