Judul buku “Cinta, Kenangan, dan Hal-Hal Yang Tak
Selesai”
Penerbit Gramedia Pustaka Utama
Tahun 2011
Tebal 235 halaman
Harga Rp.41.225,00
ISBN 978-979-22-7653-4
Oleh Arif saifudin yudistira*)
Puisi adalah pesta,itulah pesta yang bertahan melawan musim,di tempat-tempat yang jarang dikunjungi orang-sebuah keriangan pesta bawah tanah(oktavio Paz)
Kumpulan
sajak ini adalah pesta anak muda, anak muda yang sering tak mampu menuangkan
hasrat, rasa, juga kelu lidah yang akhirnya mereka tuangkan dalam bentuk sajak.
Pesta tak sekadar menghadirkan senyum, tawa atau pun mabuk yang tak
tertahankan. Anak-anak muda dalam puisi ini, para penyair dalam kumpulan sajak
ini tak hanya mabuk cinta, tetapi juga mabuk kata. Buku kumpulan ini adalah
pesta kata, yang ingin mengungkap cinta dengan berjuta kata-kata. Cinta tak
habis dengan kata-kata, cinta tak habis pula diperistiwa. Kumpulan
sajak ini tak salah jika diberi tajuk”Cinta, kenangan, dan Hal yang tak
selesai”. Kumpulan sajak ini tak seperti yang kita kira, berhenti
pada hand-phone kita, kemudian di kirim kepada kekasih kita, tapi ia akan
melekat pada hati kita, peristiwa kita, karena sajak ini adalah gambaran
manusia kasmaran, gambaran kita yang tak sempat memendam angan ketika dilanda
kerinduan.Bandingkan
dengan pepatah jawa yang mengatakan : “Witing tresno jalaran soko
kulino”(cinta itu berawal dari kebiasaan). Kebiasaan-kebiasaan kita
mengungkapkan kata cinta seringkali hanya berdiam dicatatan keseharian kita,
berhenti di memori handphone kita. Oleh karena itu, ketekunan pengumpul dalam
sajak-sajak ini bukan hanya memberikan bukti bahwa kata-kata cinta patut
diabadikan, patut dikabarkan, dan juga dikabarkan ,melainkan cinta itu tak
pernah selesai dalam beribu zaman.
Zaman
modernitas mengajak kita hadir dengan beribu riuh peristiwa, beribu riuh
manipulasi, tapi modernitas juga menghadirkan ribuan kata-kata yang hadir
sebagai ekspresi manusia yang mutakhir,cepat dan sekelebat. Media social yang
hadir pun digunakan manusia untuk menuangkan ekspresi, rasa, juga berbagai
peristiwa dihadirkan disana. Kumpulan sajak ini membuktikan, bahwa sastra
cyber, tak kalah dengan sastra yang ada di media-media lain. Maka itulah, buku
kumpulan puisi ini patut dihadirkan untuk merayakan dan mengabarkan cybernet
tak beda dengan yang di Koran-koran, majalah-majalah dan lain-lain.
Sihir
Kata Dan Pesta
“Sebagai pengarang saya masih lebih percaya kepada kekuatan kata
daripada kekuatan peluru yang gaungnya hanya akan berlangsung sekian bagian
dari menit, bahkan detik”(pramudya). Beberapa penyair dalam
sajak-sajak cinta yang dihimpun dalam buku ini percaya, cinta bukan perkara
remeh dan hilang dalam sekejap mata. Pengarang dalam buku ini pun menyadari
kekuatan kata sebagaimana pramudya berujar. Ia akan melesat kemudian hari, tak
berhenti untuk menyapa, memanggil-manggil, ada cinta dalam buku yang kecil tapi
berjuta makna ini.Buku kumpulan sajak Cinta, Kenangan, Dan Hal Yang Tak Selesai,adalah
sihir kata. Kata-kata dalam buku ini memberikan sihir, seolah-olah kita diajak
melakukan perjalanan, peristiwa, hingga kita merasai ada imajinasi yang tak
berhenti ketika-kata-kata tersebut dihadirkan. “cinta adalah
lengan-lengan Tuhan, yang memelukkan kebahagiaan”(@sekedar kata). Dari
kata-kata sederhana itu, tentu kita tak hanya akan berhenti pada satu
tafsir,tapi seolah kita diajak berimajinasi dalam ruang yang luas, cinta
memelukkan kebahagiaan. Para penyair adalah denyut arus ritmis generasi-generasi. Para penyair ini berhak bersajak, berhak menyalurkan kata-kata
mereka, perasaan mereka. Dan sajak-sajak ini berbeda dengan sajak-sajak penyair
kenamaan. Penyair-penyair kenamaan cenderung menghadirkan sajak-sajak mereka
buta, karena mereka tak peduli pada pembaca. Pembaca cenderung diajak bersusah
payah, berkerut kening, dan melupakan sajak-sajaknya sendiri. Dari para
penyair-penyair inilah, ritmis generasi modern dihadirkan, dan lebih menyapa
pembaca dengan sajak-sajak sederhana. Singkat, padat, jelas, dan menyapa
pembaca dengan imajinasi yang berguguran, peristiwa, juga makna yang tak
sembarang. Para penyair dalam buku ini berpesta, bukan untuk dirinya saja, tapi
mencoba mengajak teman-teman, kekasih, rekan-rekan sejawat, karena dihadirkan
dalam media social(twitter) dan kali ini pesta mereka menemui pembaca lain yang
dihadirkan bersamaan hadirnya buku ini. Sajak-sajak ini pendek, tapi tak pendek
usia, ia bisa jadi teman tidur, teman santai, sambil menerawang dan
menerka-nerka makna cinta.
Cinta
memang bukan hanya kata, tapi juga peristiwa yang tak lekang dimakan usia,sebagaimana
buku ini dihadirkan, cinta pun demikian halnya. Buku kumpulan puisi ini adalah
kata-kata sederhana, sesederhana cinta yang tulus tak meminta balas pada
pencintanya. Maka sajak ini tak lain dan tak bukan adalah kumpulan sajak cinta
yang meski diungkapkan dalam sebait kata-kata tapi ia tak lekang dimakan usia. Terakhir
kali, sajak-sajak ini memang pendek, tapi ia tak meluncur begitu saja, di
dalamnya tersimpan peristiwa, menyimpan rasa, dan menyimpan duka. Sebagaimana
Gunawan Muhammad berujar : “Puisi mengembalikan kata pada peristiwa”. Buku
kumpulan sajak ini dihadirkan tentu dengan maksud mengekalkan cinta, yang
meskipun berhenti dalam dua tiga kata, tapi tidak akan berhenti meski manusia
dan yang dicintai mati meninggalkan kata cintanya.
*) Peresensi adalah Alumnus UMS , bergiat di komunitas tanda Tanya dan
Pengajian Puisi.
No comments:
Post a Comment