klik disini untuk dapatkan dollar secara gratis!

Monday 21 July 2014

Spiritualitas Pengarang


Judul Buku     : Seperti Sungai Yang Mengalir
Penulis            :Paulo Coelho
Tahun             : 2013       
Penerbit         : Gramedia Pustaka Utama
ISBN                : 978-979-22-8156-9

Oleh Arif Saifudin Yudistira*)

            Coelho memang ampuh!. Ia tak mencoba menggurui kita dengan kata-kata mutiara atau petilan kata bijak dari buku-buku yang pernah ia baca. Ia mencatat saat-saat ketenaran, saat-saat kepedihan, dan saat-saat menegangkan dalam kehidupan seorang penulis. Kehidupan seorang penulis tentu sangat memiliki karakteristik dengan dunia disekitarnya

         Coelho memberi pengakuan bahwa dia memiliki dunia yang berbeda-beda, saat dia benar-benar sendirian, saat-saat dia bersama kawan-kawan dan koleganya, dan saat-saat dia bersama isterinya. Dunia penulis adalah dunia yang tak bisa dikatakan sebagai dunia yang penuh dengan individualistis. Sebagaimana kritik pengarang ampuh sekaligus filosof Michael Foucault yang mengatakan :  Lahirnya konsep pengarang adalah saat yang istimewa bagi terjadinya individualisasi di dalam sejarah ide, ilmu pengetahuan, kesusasteraan, filsafat, dan lain-lain (Heraty,2000:219). Bila Foucault menganggap urusan pengarang adalah perkara individual, maka tidak yang dilakukan  Coelho. Ia menuliskan kisah-kisah perjalanannya, ia mengisahkan orang-orang yang ada dalam kehidupannya, hingga kisah seorang yang mati tanpa penyebab kematiannya, hingga kematian yang penuh dengan kesendirian, yang ia anggap sebagai pelajaran penting mengingat mati. Coelho tak tanggung-tanggung, ia juga belajar dari peristiwa-peristiwa yang kecil, tapi memiliki makna. Di dalam buku Seperti Sungai Yang Mengalir ini Coelho memang mengajak kita berenang keliling dunia imajinasi dan dunia yang ia alami. Bisa disebut imajinatif karena kita tak merasakan langsung apa yang dikatakan Coelho, tapi kita bisa menikmati cerita dan kisah-kisah ini sebagai bagian dari kekayaan spiritual dan batiniah. Perjalanannya menjadi penulis itulah yang kemudian membawanya berkeliling dunia dan membagikan kisah spiritualnya kepada kita. Penulis, sebagaimana Coelho katakan mengutip Bertold Brecht : “ Membuat saya ke banyak tempat dan membuat saya berpindah Negara lebih sering daripada saya berganti sepatu”. Dari perjalanannya ke berbagai tempat dan penjuru dunia itulah, Coelho meyakini, ada yang mesti disampaikan dan dikatakan oleh seorang penulis. Penulis bak seorang dermawan, ia membagi kata-kata dan tulisan, dan hikmah kehidupan ini.

 Pensil Coelho

            Coelho seperti berada dalam tahap kesadaran penuh sebagai penulis. Berbuat untuk dunia yang lebih baik adalah salah satu upaya yang ingin ia capai. Pencapaian itu tidak hanya ia lakukan dengan menulis dan membagi kisah kehidupan agar kehidupan memiliki makna, tapi lebih dari itu, ia melakukan kerja sosial bagi masyarakat Brasil yang kekurangan. Filosofi tentang pena, atau pensil yang ada dalam cerita tentang pensil telah diilhami betul oleh penulisnya. Pertama, Coelho benar-benar menyadari ada tangan Tuhan yang membantunya untuk menulis, Kedua, Coelho sadar ia mesti membawa rautan untuk mempertajam pensilnya, ia mesti menahan derita dan kesakitan sebagai seorang penulis. Ketiga, sebagai seorang penulis ia menyadari ada kesalahan yang mesti dihapus dan dibetulkan dalam tindakannya sehari-hari. Keempat, sebagaimana grafit dalam pensil, Coelho memahami, bahwa setiap penulis belum tentu benar dalam tindakannya. Dan terakhir, sebagaimana pensil yang meninggalkan jejak dan bekas, maka sebagai penulis ia mesti menyadari setiap tindakan dan apa yang ia tuliskan. Melalui buku Seperti Sungai Yang Mengalir inilah, kita diajak untuk mengenali dunia Coelho melebihi apa yang ada dalam novel dan karya-karya Coelho. Coelho mengajak kita pada kejujuran, kepada harapan, kepada cerita dan ingatan tentang kematian dan arti hidup. Ia belajar dari Genghis Khan, ia belajar dari Pablo Picasso, dan apa yang ia temui di dalam kehidupannya termasuk belajar kepada pembacanya tentang arti pertemuan. Saya jadi teringat ungkapan seorang Esais cum Penyair Sithok Srengenge, ia pernah menulis dalam bukunya Cinta di Negeri Satu Tiran Kecil (2012) : “ Dalam sebuah gambar terdapat ribuan kata. Dalam sebuah kata terangkum dunia”. Itulah yang sebenarnya ingin dicapai Coelho. Ia ingin memotret, mencatat, dan mencoba merangkum dunia yang pernah ia jalani dalam buku ini.
            Kita akan menemukan sentuhan, ajakan, tapi tak luput juga kejujuran akan prinsip-prinsip pribadi yang tak bisa ia tinggalkan termasuk urusan kepercayaan dan jalan menuju surga. Tapi disisi lain, ia pun tak menolak untuk mengakui dan belajar dari kebijaksanaan dan keagungan dari agama lain yang tentu dapat kita petik pelajaran dan hikmahnya. Sebagaimana perjalanan yang ia lakukan selama ini, ia seolah tak ingin kelewatan untuk menuliskannya dan menjadikannya pelajaran dan inspirasi bagi kita. Sebut saja salah satu tulisan Coelho tentang keanehan manusia. Manusia memiliki sifat aneh, diantaranya “ia begitu ingin dewasa ketika kecil, tapi setelah dewasa ia menjadi begitu kekanak-kenakan, manusia mencari uang sampai sakit-sakitan, tapi kemudian menghabiskannya untuk berobat, manusia begitu cemas memikirkan masa depan hingga mengabaikan masa kini. Manusia hidup seolah kematih dewasa ia menjadi begitu kekanak-kenakan, manusia mencari uang sampai sakit-sakitan, tapi kemudian menghabiskannya untuk berobat, manusia begitu cemas memikirkan masa depan hingga mengabaikan masa kini. Manusia hidup seolah kematian tidak berkuasa padanya, dan manusia mati seolah manusia tak pernah menjalani hidup”. Seperti Sungai  Yang Mengalir, memang bukan buku filsafat, tapi ajakan untuk mendalami hidup dari segi falsafati justru akan kita temukan disana melalui kisah-kisah sederhana, renungan, hingga perjalanan yang pernah Coelho alami. Selamat menyelami sungai pengetahuan dan kebijaksanaan bersama kisah-kisah dalam buku ini.


*)Peresensi adalah Santri di Bilik Literasi SOLO, Pengasuh di MIM Kartasura 
*) Dimuat di SOLO POS 

No comments:

Post a Comment