Judul buku : Vodka, dan Birahi
Seorang Nabi
Penulis : ST Sunardi
Penerbit :
Jalasutera
Tahun : juli 2012
Tebal : 444
halaman
Harga :
Rp.80.000,00
ISBN :
978-602-8252-73-7
Oleh Arif
Saifudin Yudistira *)
Essai selalu
menggoda. Menggoda manusia untuk singgah, merenung atau bahkan menggoda untuk
menengok sekejap. Godaan essai tak hanya terletak pada permainan bahasa essai
itu sendiri melainkan maksud apa yang sebenarnya ingin disampaikan dari sebuah
essai itu sendiri. Meski essai hanya berawal dari sebuah coba-coba sebagaimana
yang diungkap oleh pemikir perancis Michel de Montaigne, akan tetapi
perkembangan essai lebih dari sekadar praktek mencoba.
Oleh karena itulah buku kumpulan essai ini diberi diberi tagline “esai-esai seni dan estetika”. Bukan
hanya karena esai-esai yang disampaikan oleh sang resi semiotika ini penting,
tapi juga patut kita renungkan. Essai memang mengundang suluh sejarah dan
membuka mata kita akan pentingnya kembali pengetahuan yang terkadang belum
tersampaikan dan tersembunyi. Kita bisa menemui essai yang bernuansa
historis-yang dikemas dengan bahasa naratif pada essai bertajuk ‘’(seni) tradisi lisan dilihat kembali,
sebuah catatan tentang budaya nasional dan humanisme revolusioner di indonesia ‘’.
Bahasa sang resi memang bisa dibilang lentur dan renyah. Ia tak mau memakai
bahasa-bahasa yang terlampau akademis dan njlimet
apalagi berputar-putar.
Meski memakai bahasa atau format esai, ST sunardi tak mau terjebak pada persoalan
bentuk semata dan tak mempertimbangkan isinya. Justru yang dilakukan oleh ST
sunardi sebaliknya, ia menempatkan gagasan yang jelas dan menerangkan apa yang
hendak di sampaikan dengan sangat jelas dan terang. ST sunardi pun menggarap
tema-tema yang tentunya berkaitan dengan bidang kajian dan studi yang selama
ini ia geluti dibidang kebudayaan dan humaniora juga kesenian.
Pengalaman dan intimitas
Essai tak hanya ditulis dengan mengandalkan personalitas, meski
keunggulan essai terletak pada kelihaian dan pendapat yang menggoda, mengajak,
menyeru atau bahkan mencemooh. Essai-essai seni dan estetika yang terangkum
dalam tiga kata kunci(keywords) yakni vodka, berahi dan nabi tak mengajak kita
ke arah sana.
"Essai-essai ST sunardi mengajak pembaca untuk mencoba menyimak dan mendengarkan pemikiran yang ditulis dengan pengalaman dan intimitas yang kuat. Kita pun menduga kuat, tak mungkin sang resi menulis dengan waktu yang cukup singkat. Sebagaimana pengakuannya dalam pengantar “dokumentasi ini penting untuk melihat jejak-jejak yang sudah saya teliti serta temuannya –walaupun sangat sederhana ”
Kita
bisa menemui essai yang ditulis yang penuh dengan intimitas dan pengalaman yang intens melalui essai yang
berjudul noda di Jakarta 2039 yang
mengomentari panjang lebar tentang karya seno gumira ajidarma. Melalui essai
ini ST sunardi mengajak kita mendalami dan merenungi dunia komik yang juga
merupakan dunia yang dicipta ke dua kali.
Begitupun autokritik yang coba ia tampilkan sebagai seseorang yang
memiliki iman akan agamanya. Ia menuliskan betapa religiusitas kini sudah makin
hilang dihadapan budaya pop. Ia lihai mengamati fenomena natal yang kalah
dengan kultur pop dan bersinggungan dengan budaya pasar. “essai berjudul “kesunyian pohon cemara dalam budaya pop
natal”.
Disamping itu, kita juga bisa menemui pengalaman dan pergumulan penulis
yang intens dengan dunia pameran rupa dan juga sastra. Essai bila kata menjadi peristiwa, yang mengisahkan
pengalaman dan intimitasnya yang mengamati perkembangan karya sastra yang mampu
menghasilkan kajian yang lebih luas tentang ilmu sosial dan kemanusiaan. Begitu
juga dengan pengalaman penulis yang menonton pameran komik yang menghasilkan
esai berjudul ruang publik boleh langka, asal jangan ruang komik. Konon
sebagaimana pengalaman yang pernah dikatakan ST sularto ketika melihat wayang “
dengan menonton wayang saya merasa hidup saya ini nyata bukan fiksi “. Begitupun
ketika ST sunardi mengalami pengalaman ketika menonton dunia seni dan dunia
rupa hingga sastra, ia pun mengatakan : Seni setidaknya memiliki tiga
fungsi yakni menanamkan pendidikan nilai,
sebagai hiburan dan juga sebagai sesuatu yang bernilai kapital.
Ekstase dan Birahi Nabi
Kedua kata
ini memang seperti merefleksikan apa yang hendak disampaikan ST sunardi secara
keseluruhan. Kumpulan essai-essainya hendak mengingatkan bahwa ada ruang yang
sebenarnya bisa kita masuki secara khusyuk di tengah arus modernitas dan
gelombang pasar yang begitu deras sebagaimana yang diungkapkan dalam essai yang
berjudul “karawitan menagih janji jepang
se abad kelahiran pengrawit Ki Tjokrowasito”. Essai ini seperti menjadi
pengingat bahwa kita memiliki pengrawit dan tokoh kesenian yang mempelopori
penciptaan gendhing-gendhing yang hidup di jaman orde lama dan orde baru yang
berjasa dalam menciptakan lagu-lagu dan bertekun dalam dunia karawitan.
ST
sunardi pun mengajak kita dalam birahi seorang nabi yang menjadi pengkhotbah
dan penyampai yang fasih termasuk dalam menyampaikan dan mengupas buku-buku
secara tuntas dan mendalam. Penulis buku ini menunjukkan bukan hanya orang yang
menguasai dan mampu membaca buku tapi juga menafsir buku. Beberapa essai ini
mengungkapkan hal tersebut. Sebut saja essai Vodka dan birahi seorang nabi
yang mengupas dan mengantar buku puisi
Arahmaiani “roh terasing”(2004), tujuh
hari di labirin pengantar buku the
name of the rose karya umberto eco(2003), dan “waktu Zarathustra” mengupas dan memberi ulasan pada buku
Zarathustra.
Dengan
demikian kumpulan esai-esai ini bisa dilihat dari cara pandang seorang nabi
yang merenungkan, khusyuk hingga sampai pada ekstase pemikiran sebelum
menuliskannya. Selain itu, ST sunardi menunjukkan posisinya sebagai penulis
yang penuh dengan birahi dan semangat kerja intelektual yang intens mengingat
peranannya dalam dunia akademik dan dunia masyarakatnya. Sebagaimana judul
essai ini vodka dan birahi seorang nabi. Semoga kita tak mabuk dalam ekstase
pemikiran yang ada dalam buku ini melainkan sebaliknya kita menjadi semakin
mewarisi “birahi” seorang nabi. Untuk apa?, Meminjam ungkapan ST Sunardi “untuk penawar racun yang senantiasa kita
butuhkan saat kita meneguk air kehidupan yang kita ambil dari mana-mana”
*)Penulis adalah Alumnus Universitas Muhammadiyah
Surakarta, Penggiat di bilik literasi Solo
No comments:
Post a Comment